Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Tantangan ASEAN dalam Pelindungan Pekerja Migran Negara-negara Anggota
6 Mei 2018 23:11 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
Tulisan dari Yulius Kaka tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sumber Foto: google.com
International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families yang berlaku sejak tahun 2003 sejatinya menujukkan adanya komitmen kuat negara-negara dunia dalam melindungi pekerja migran. Konvensi global ini kemudian dilanjutkan ke tingkat regional dan bilateral. ASEAN sebagai organisasi regional di kawasan Asia Tenggara tidak mau ketinggalan. Berbagai upaya dilakukan untuk menjadikan isu pelindungan pekerja migran menjadi perhatian semua negara anggota.
ADVERTISEMENT
Sudah menjadi kewajiban setiap negara dalam memberikan pelindungan bagi warganya di luar negeri. Spirit pelindungan warga negara suartu negara tidak hanya dilakukan oleh pemerintah warga negara tersebut melainkan dapat dilakukan oleh pemerintah negara lain sepanjang adanya ikatan kerjasama dan kesepahaman serta keterikatan senasib sepenanggungan (like minded countries), misalnya ASEAN atao Association of South East Asian Nations.
Komitmen pelindungan warga ASEAN di luar negeri sesungguhnya telah muncul sejak KTT ASEAN ke-12 tahun 2007 di Cebu, Filipina, melalui penandatanganan Cebu Declaration. Komitmen ini diperkuat dengan penandatanganan suatu konsensus yang lebih kuat dan kompak dalam urusan pelindungan pekerja migran negara-negara ASEAN. Kesepakatan dimaksud adalah ASEAN Consensus on the Promotion and Protection of the Rights of Migrant Workers yang ditandatangani oleh sepuluh kepala negara ASEAN pada KTT ASEAN ke-31 tahun lalu di Manila, Filipina.
ADVERTISEMENT
Walaupun tidak bersifat mandatori, penandatanganan konsensus ini merupakan langkah maju yang perlu diapresiasi semua pihak terutama negara-negara pengirim pekerja migran seperti Indonesia dan Filipina. Pengesahan konsensus ini juga mendorong negara-negara ASEAN lainnya yang sejauh ini memandang isu ini dengan sebelah mata untuk kemudian menyiapkan instrumen pelindungan kepada pekerja migrant ASEAN di seluruh dunia.
Menteri Ketenagakerjaan Indonesia, Hanif Dhakiri, yang turut mendampingi presiden Jokowi pada saat penandatanganan konsensus ASEAN ini menegaskan bahwa momentum bersejarah ini membuka kebuntuan panjang pembahasan isu ini. "Ini merupakan keputusan yang sangat maju dalam rangka meningkatkan perlindungan hak-hak pekerja migran di ASEAN," katanya sebagaimana dikutip detiknews. Hanif juga menambahkan selama 10 tahun, belum terjadi kesepakatan yang kuat dari semua negara ASEAN karena dipicu perbedaan kepentingan antara negara pengirim pekerja migran (Indonesia dan Filipina) dengan negara penerima (Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam).
ADVERTISEMENT
Komitmen ASEAN ini tentunya tidak berhenti di sini tetapi justru merupakan awal yang baik dari suatu proses panjang yang akan ditempuh kedepan. Kesepakatan yang tidak mengikat ini sesungguhnya menyisihkan tanggungjawab bersama ASEAN yang lebih kuat dan bersifat mengikat sehingga isu pelindungan pekerja migrant ASEAN menjadi kewajiban dan tanggungjawab bersama negara-negara ASEAN.
Menjadikan isu pelindungan pekerja migran sebagai suatu hukum atau konsesus yang mandatori bagi negara-negara ASEAN tentunya tidak mudah karena adanya perbedaan kepentingan dari setiap negara ASEAN dalam isu ini. Kendala utama yang akan dihadapi dalam membangun instrumen pelindungan migran yang mengikat di ASEAN adalah tidak semua negara anggota ASEAN adalah pemasok tenaga kerja. Bagi negara pengirim utama tenaga kerja seperti Indonesia dan Filipina, komitmen ini tentunya sudah sangat kuat karena kedua negara ini akan mendapat banyak manfaat. Komitmen Indonesia dan Filipina lambat laun akan diikuti oleh beberapa negara lain seperti Vietnam, Thailand, Kamboja dan mungkin juga Laos dan Myanmar sebagai negara yang juga memimiliki tenaga kerja di negara lain walaupun dalam jumah yang sangat kecil. Namun demikian, bagi Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura dipandang masih sangat susah memandang isu ini sebagai suatu yang mutlak dilakukan karena notabenenya negara-negara tersebut sejauh ini adalah penerima tenaga kerja termasuk dari negara ASEAN lainnya. Kondisi yang bervariasi di negara-negara ASEAN seperti ini dipandang masih menjadi tantangan bagi ASEAN ke depan dalam konteks membangun komitmen dan tanggungjawab bersama yang berkekuatan hukum terkait isu pelindungan pekerja migran ASEAN.
ADVERTISEMENT