Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Efek Armada Minim, Tangkapan Tuna Indonesia di Samudera Pasifik Menurun
28 Desember 2020 11:52 WIB
Tulisan dari Yuliadi Kadarmo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Rata-rata hasil tangkapan tuna yang didapat Indonesia di kawasan Samudera Pasifik Bagian Barat dan Tengah (Western and Central Pacific Ocean, WCPO) selama tahun 2005-2018 sekitar 111 ribu ton yang didapat dari Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 716 dan 717 (KKP, November 2020). Sementara total jumlah tangkapan tuna sejak tahun 2017 berada di bawah 130 ribu ton (KKP, November 2020). Jenis tuna yang ditangkap adalah cakalang (skipjack), tuna sirip kuning/madidihang, tuna mata besar (bigeye tuna), dan albakora (albacore). Untuk tuna mata besar diberlakukan kuota (catch limit) bagi Indonesia sebanyak 5.889 ton per tahun, dan yang dimanfaatkan Indonesia baru mencapai 4.634 ton. Selain soal kuota, kapal ikan Indonesia yang beroperasi di area WCPO dirasa kurang jumlahnya sehingga hasil tangkapan tuna Indonesia belum optimal.
Indonesia sebagai anggota WCPFC
ADVERTISEMENT
Sebagai salah satu Pihak dalam UNCLOS 1982, Indonesia diberikan hak dan kewajiban untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya ikan beruaya jauh (highly migratory species) di Samudera Hindia dan Pasifik. Khusus highly migratory species seperti tuna di Samudera Pasifik bagian Barat dan Tengah, pengaturan mengenai konservasi dan pemanfaatannya melalui Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC) yang merupakan salah satu dari Organisasi Pengelolaan Perikanan Regional (Regional Fisheries Management Organizations, RFMOs).
Indonesia menjadi anggota WCPFC sejak tahun 2013 sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 61 tahun 2013. Menjadi anggota WCPFC sangat diperlukan agar Indonesia mendapatkan legalitas dalam hal memanfaatkan dan melakukan tindakan konservasi tuna untuk memperoleh devisa negara dengan mengekspor tuna. Sederhananya dengan menjadi anggota, hasil tangkapan tuna Indonesia dapat diperdagangkan di pasar tuna internasional dan mencegah terjadinya embargo.
ADVERTISEMENT
Stok, Pemanfaatan, dan Armada
Di WCPFC, Indonesia bersama-sama dengan 25 negara anggota, 7 participating countries, dan 7 cooperating non-members diberikan akses untuk mengonservasikan dan memanfaatkan tuna. Namun demikian untuk menangkap/memanfaatkan tuna harus berdasarkan rekomendasi ilmiah dari Komite Saintifik WCPFC. Stok cakalang, tuna sirip kuning, tuna mata besar, dan albakora menunjukkan tidak overfished dan tidak overfishing (WCPFC, 31 Oktober 2019). Dari kondisi stok ini dialokasikan pemanfaatannya bagi anggota, yang untuk Indonesia catch limit bigeye tuna setahun 5.899 ton. Namun hasil tangkapan bigeye tuna oleh Indonesia sejak tahun 2016 di bawah 5 ribu ton dan jumlah armada kapal penangkap ikan merosot menjadi kurang dari 25 unit yang beroperasi di area WCPFC (KKP, November 2020).
Berharap Lebih Baik di Tahun Depan
ADVERTISEMENT
Dengan memperhatikan kondisi antara stok dan pemanfaatannya, peluang usaha penangkapan ikan tuna masih terbuka luas dan baik di area konvensi WCPFC sebagaimana tercantum dalam WCPFC Conservation and Management Measure 2018-01: Conservation and Management Measure for Bigeye, Yellowfin and Skipjack Tuna in the Western and Central Pacific Ocean. Untuk ini, ke depan Indonesia perlu untuk meningkatkan jumlah tangkapan tunanya di area konvensi WCPFC yaitu ZEE dan laut lepas, dengan cara menambah jumlah armada kapal penangkap ikan yang berukuran di atas 200 GT dan memiliki kapasitas berpendingin yang baik.