Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Teori Komunikasi Krisis, Jelaskan Masalah Pedagang & Pengelola Pasar di Jakarta
12 Oktober 2024 12:25 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Yunaldi Libra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pasar tradisional di Jakarta telah menjadi pusat ekonomi penting yang menyokong kehidupan ratusan ribu warga. Tempat ini bukan hanya menjadi lokasi transaksi jual beli, tetapi juga tempat interaksi sosial dan budaya. Namun, di tengah pesatnya modernisasi kota, pasar tradisional menghadapi berbagai tantangan yang kompleks, terutama dalam hubungan antara pedagang dan pengelola pasar.
ADVERTISEMENT
Ketegangan antara kedua belah pihak sering kali menjadi berita utama, mulai dari masalah kenaikan harga sewa hingga ketidaknyamanan akibat kondisi fasilitas yang buruk. Namun, di balik berita tersebut, terdapat juga kisah keberhasilan yang jarang terdengar, di mana konflik antara pedagang dan pengelola dapat diselesaikan melalui komunikasi yang baik dan kerja sama.
Salah satu konflik yang sering terjadi antara pedagang dan pengelola pasar adalah masalah kenaikan harga sewa kios. Kasus yang baru-baru ini mencuat adalah protes ratusan pedagang di Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, yang memprotes kenaikan harga sewa (service charge) secara tiba-tiba tanpa adanya diskusi sebelumnya. Para pedagang mengeluhkan bahwa kenaikan harga sewa yang drastis – dari Rp560 ribu menjadi Rp1,4 juta – sangat memberatkan, terutama bagi mereka yang merupakan pedagang kecil dengan pendapatan yang tidak menentu.
ADVERTISEMENT
Konflik Pengelola VS Pedagang Pasar Adalah Masalah Klasik Yang Terus Terjadi
Konflik antara pengelola dan pedagang pasar di tanah abang hanya satu dari sekian banyak kasus. Pada tahun 2019 lalu, Pedagang Pasar Blok G Tanah Abang mengeluhkan minimnya pengunjung dan fasilitas yang kurang memadai. Sebagai dampaknya, banyak pedagang mengalami kesulitan untuk bertahan dan akhirnya meninggalkan kios mereka. Pedagang menuntut agar pemerintah melakukan revitalisasi pasar untuk meningkatkan jumlah pengunjung. PD Pasar Jaya sebagai pengelola pasar merespon dengan rencana untuk merelokasi pedagang dan melakukan revitalisasi Blok G. Namun, banyak pedagang menolak rencana relokasi karena khawatir akan kehilangan pelanggan tetap selama proses tersebut berlangsung.
Kasus kenaikan harga kios juga pernah di protes oleh Pedagang Pasar Ikan Muara Baru pada tahun 2020. Sebelumnya, mereka telah mengalami penurunan omset akibat revitalisasi pasar yang dilakukan oleh pengelola, PT Perum Perikanan Indonesia (Perindo). Pengelola merespon dengan memberi jawaban bahwa kenaikan harga sewa diperlukan untuk menutupi biaya perawatan dan pengembangan fasilitas yang lebih modern. Namun, pedagang merasa bahwa kenaikan tersebut tidak diiringi dengan peningkatan signifikan dalam kondisi pasar, dan tidak ada konsultasi dengan pedagang mengenai hal tersebut. Protes ini memuncak dalam pertemuan antara pedagang dan pengelola untuk negosiasi.
ADVERTISEMENT
Teori Komunikasi Krisis Solusi Konflik Pengelola dan Pedagang Pasar
Ketegangan antara pengelola dan pedagang pasar, seharusnya tidak perlu terjadi jika pengelola bisa melakukan pendekatan dengan teori komunikasi krisis. Teori komunikasi krisis adalah cabang dari teori komunikasi yang berfokus pada bagaimana organisasi dan individu berkomunikasi selama situasi krisis. Pengelola pasar harusnya bisa mengidentifikasi krisis dengan cepat dan tepat sebelum masalah menjadi besar dan meluas.
Masalah yang sering muncul dalam hubungan antara pengelola dan pedagang adalah kurangnya transparansi dan komunikasi dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kelangsungan hidup pedagang. Kenaikan harga sewa kios tentu memiliki alasan, seperti perbaikan fasilitas dan sarana, namun tanpa adanya komunikasi yang baik, kebijakan tersebut akan selalu dianggap tidak adil oleh pedagang.
ADVERTISEMENT
Strategi dan taktik komunikasi yang tepat bisa menjadi solusi terbaik dalam menghadapi permasalahan komunikasi pengelola dan pedagang pasar. Salah satunya adalah pemanfaatan media sosial. Cara ini pernah menuai hasil bagus dan disetejui oleh kedua pihak.
Media Sosial Sebagai Sarana Komunikasi Efektif
Pada tahun 2016 lalu, terjadi protes dari pedagang pasar malam di Kota Batu yang mengeluhkan penertiban yang dilakukan oleh pemerintah. Untuk menghadapi masalah ini, Pengelola pasar memanfaatkan media sosial untuk mengumumkan sesi dialog terbuka dengan pedagang, untuk berdiskusi mengenai isu-isu yang dihadapi. Pengelola pasar aktif membagikan informasi tentang peraturan dan penertiban melalui Facebook dan Instagram. Cara ini efektif, dialog konstruktif terjadi, dan pedagang merasa didengar, dan ketegangan bisa mereda.
ADVERTISEMENT
Contoh lain bisa kita lihat dalam penanganan protes pedagang saat renovasi Pasar Tradisional di Yogyakarta pada tahun 2018. Pengelola pasar menggunakan media sosial untuk menyampaikan rencana renovasi dan manfaat yang akan diperoleh pedagang setelah renovasi. Mereka membuat video yang menjelaskan proses renovasi dan bagaimana pedagang dapat terlibat dalam perencanaan. Dengan penjelasan yang jelas melalui media sosial, banyak pedagang yang mendukung renovasi.
Komunikasi dua arah yang terbuka dan partisipatif sangat penting untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan. Pedagang harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, terutama dalam hal-hal yang menyangkut tarif sewa, revitalisasi pasar, dan kebijakan relokasi. Dengan adanya dialog, pedagang akan merasa didengar, dan pengelola juga dapat memahami kondisi ekonomi pedagang secara lebih mendalam.
ADVERTISEMENT
Dialog yang terbuka dan partisipatif antara pengelola dan pedagang sangat penting untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan. Pengelola harus secara aktif mendengarkan keluhan dan aspirasi pedagang, serta memberikan penjelasan yang jelas tentang alasan di balik setiap kebijakan yang diambil.
Pengelola pasar harus memahami bahwa tidak semua pedagang memiliki kemampuan finansial yang sama. Oleh karena itu, dukungan berupa potongan harga sewa menjadi alternatif solusi untuk menyelesaikan masalah.