Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Konten dari Pengguna
Budaya Patriarki di Korea Selatan dan Tantangan Menuju Kesetaraan Gender
30 November 2024 18:57 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Yunita Sri Dwijaya Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Korea Selatan adalah salah satu negara yang terkenal dengan kemajuan pesat dalam teknologi dan ekonomi, serta pengaruh budayanya yang meluas ke seluruh dunia. Namun, meskipun banyak kemajuan yang telah dicapai di berbagai bidang, budaya patriarki yang mengakar masih menjadi masalah besar yang memengaruhi kehidupan sosial, politik, dan ekonomi Korea Selatan. Menurut Laporan Global Gender Gap 2022 dari World Economic Forum Korea Selatan menempati urutan ke-99 dari 146 negara dalam peringkat kesenjangan gender dengan skor 0,689, naik tipis dari urutan 102 pada 2021. Peringkat Korea Selatan sangat jauh di bawah negara maju lainnya yang mayoritas berada di urutan 30 teratas, dan bahkan kalah dari negara-negara berkembang seperti Indonesia (92), Nepal (96), Kamerun (97), dan Kamboja (98).
Sebagai sebuah sistem sosial, patriarki membentuk pandangan kita tentang peran dan hak perempuan serta laki-laki dalam masyarakat. Di Korea Selatan, nilai-nilai patriarkal ini telah ada sejak lama, terutama karena ajaran Konfusianisme, yang menekankan hierarki keluarga dan menempatkan laki-laki sebagai pemimpin utama. Dalam pandangan ini, perempuan dianggap tidak berdaya dalam mengambil keputusan penting dan ditempatkan dalam peran domestik yang terbatas. Namun, masyarakat Korea Selatan mulai berjuang untuk mengubah perspektif ini dan menuju kesetaraan gender yang lebih nyata.
ADVERTISEMENT
Patriarki di Korea Selatan tidak hanya terlihat dalam kehidupan rumah tangga, tetapi juga dalam dunia kerja dan politik. Dalam struktur sosial tradisional Korea Selatan, laki-laki selalu dipandang sebagai pencari nafkah utama, sedangkan perempuan lebih sering terjebak dalam peran rumah tangga yang tidak dihargai secara ekonomi. Terlepas dari fakta bahwa semakin banyak perempuan Korea yang masuk ke perguruan tinggi dan bekerja, masalah besar tetap ada di depan mereka. Banyak perempuan menghadapi diskriminasi di tempat kerja, seperti perbedaan upah yang mencolok dan peluang karier yang terbatas, terutama untuk posisi pemimpin. Berdasarkan data dari The Economist pada tahun 2016 bahwa Korea Selatan adalah negara yang memiliki tingkat Glass Ceiling paling tinggi. Glass ceiling adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kendala yang tidak terlihat yang menghalangi perempuan untuk menduduki jabatan kepemimpinan di tempat kerja.
ADVERTISEMENT
Di Korea Selatan, budaya patriarki yang kuat tidak hanya menghalangi perempuan untuk berpartisipasi dalam dunia kerja dan politik, tetapi juga membentuk pandangan masyarakat tentang peran yang harus diambil perempuan dan laki-laki. Meskipun perempuan semakin banyak yang bekerja, peran rumah tangga masih dianggap sebagai tugas utama di banyak keluarga. Beberapa perempuan yang memilih untuk berkarier sering dianggap sebagai ibu yang tidak memperhatikan keluarga atau tidak bisa mengelola kedua peran dengan baik. Selain itu, media dan industri hiburan Korea Selatan sering menggambarkan perempuan dalam peran yang terbatas, seperti hanya menjadi ibu rumah tangga yang patuh bahkan objek seksual. Perempuan yang bekerja di industri hiburan seringkali menghadapi tekanan mental karena dipaksa untuk memenuhi standar kecantikan yang tidak realistis dan tidak realistis. Iklan, drama, dan musik adalah contoh media yang memainkan peran penting dalam mempertahankan norma-norma patriarkal yang merugikan perempuan dan membatasi ekspresi mereka.
ADVERTISEMENT
Untuk memahami pentingnya kesetaraan gender, kita harus menyadari bahwa kesetraaan tidak hanya berarti memberi perempuan hak yang sama dengan laki-laki, tetapi juga menghapus struktur dan budaya yang menghambat perempuan karena gender yang mereka miliki. Menurut saya konsep kesetaraan gender adalah dengan menciptakan kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki di semua aspek kehidupan mereka, termasuk pendidikan, karir, politik, dan kehidupan sosial sehari-hari. Kesetaraan gender juga berarti mengubah cara orang melihat atau menilai perempuan, yang seringkali dinilai berdasarkan bagaimana mereka berpakaian atau bagaimana mereka menjalankan tanggung jawab rumah tangga. Kita juga harus menghapuskan kebiasaan sosial yang menempatkan perempuan dalam peran yang terbatas, karena salah satu langkah penting dalam mencapai kesetaraan gender di Korea Selatan adalah wanita harus diberi kebebasan untuk memilih jalan hidup mereka, apakah itu bekerja, kuliah, atau memegang posisi kepemimpinan.
ADVERTISEMENT