Pengelolaan Pasar Rakyat Berkelanjutan Berbasis ESG

yunnbali
Praktisi Property Management-GMT Property Mahasiswa Program Doktor Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB University
Konten dari Pengguna
13 Desember 2022 22:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari yunnbali tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
gambar dari freepik
zoom-in-whitePerbesar
gambar dari freepik
ADVERTISEMENT
Ketidakpastian kondisi global akibat penyebaran Virus Covid-19 sejak awal tahun 2020, menyadarkan semua pihak mengenai pentingnya pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di setiap aspek kehidupan manusia. Tak hanya menyebabkan krisis kesehatan, pandemi juga berdampak pada krisis sosial, ekonomi, dan keuangan. Hal inilah yang mendorong kita untuk memeriksa kembali tata kelola kehidupan dan berkegiatan, baik dalam skala individu maupun organisasi. Terhadap situasi tersebut, recampaign atas pemenuhan komitmen dan upaya negara-negara dunia untuk mencapai target sustainable development goals (SDGs) menjadi sangat relevan dan layak diperjuangkan. SDGs merupakan kesepakatan pembangunan baru yang mendorong perubahan-perubahan ke arah pembangunan berkelanjutan berdasarkan hak asasi manusia dan kesetaraan, termasuk pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup.
ADVERTISEMENT
Untuk mencapai SDGs, salah satu standar yang sering digunakan sebagai parameter dalam pelaksanaan pembangunan, yakni Environmental, Social, and Governance (ESG). Munculnya prinsip ESG diawali adanya kesadaran bahwa kegiatan bisnis dan investasi tidak hanya sebatas mencari keuntungan semata, namun memiliki dampak yang sangat luas terhadap lingkungan hidup dan sosial kemasyarakatan. Dampak aktivitas bisnis ini tidak hanya berlaku dalam jangka pendek, tetapi juga untuk jangka waktu yang relatif lebih lama. Investasi untuk masa depan yang berkelanjutan di sektor lingkungan sosial dan tata kelola diyakini akan menjadi sebuah keharusan di masa mendatang.
Dalam tulisannya, Alijoyo, A. (2019), mendefinisikan standar ESG sebagai konsep yang mengedepankan kegiatan pembangunan/investasi/bisnis yang berkelanjutan dengan tiga faktor utama, yaitu lingkungan, sosial, dan tata kelola. Segala bentuk aktivitas maupun pengambilan keputusan, hendaknya dapat menerapkan secara penuh prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, tanggung jawab sosial, dan tata kelola yang baik. Penerapan ESG tentu saja harus menjamin kepastian hukum serta memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, sebagai bagian dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem. Indonesia adalah negara dengan sumber daya alam yang melimpah, hutan hujan tropis yang luas, keanekaragaman hayati yang sangat beragam, termasuk ketersediaan sumber daya air dan mineral. Itu sebabnya, sumber daya alam Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Indonesia.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, implementasi standar ESG di Indonesia cukup memprihatinkan. Berdasarkan peringkat yang dikeluarkan oleh Corporate Knights, Indonesia berada di urutan ke-36 dunia. Posisi ini berada jauh di bawah negara-negara ASEAN lain, seperti Filipina yang menempati posisi ke-30, Malaysia di posisi ke-22, dan Thailand yang mampu menduduki peringkat ke-9. Masih dikutip dari laman investor.id, Deni Daruri, Founder Bumi Global Karbon Foundation, menyatakan bahwa pelaksanaan ESG di negara-negara lain lebih baik karena adanya dukungan konkret dari regulator, dan tersedianya berbagai insentif, termasuk insentif pajak. Prinsip ESG muncul karena adanya kesadaran bahwa kegiatan bisnis dan investasi tidak hanya sebatas mencari keuntungan semata, namun memiliki dampak yang sangat luas terhadap lingkungan hidup dan sosial kemasyarakatan. Dampak aktivitas bisnis ini tidak hanya berlaku untuk jangka pendek, namun juga berdampak dalam jangka waktu yang relatif lama,
ADVERTISEMENT
Indonesia sebagai negara berkembang yang mencoba keluar dari middle income trap, dapat memanfaatkan situasi yang ada sebagai momentum untuk mengakselerasi penerapan ESG dalam berbagai aspek pembangunan. Salah satunya adalah pengelolaan pasar rakyat dengan berbagai keunikan dan keterbatasannya, sehingga perlu didefinisikan secara jelas kebutuhan dan penerapan yang applicable pada konteks dan kondisi Indonesia. Pentingnya mengintegrasikan aspek ESG dalam seluruh aktivitas bisnis perusahaan sangat diperlukan agar usaha bisnis dapat bertahan di masa depan. Rencana aksi ini harus dilakukan secara bersama-sama. Gotong royong tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, namun harus didukung oleh pelaku dari segala sektor pembangunan yang ada, termasuk perdagangan. Sektor perdagangan sangat penting untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pemerataan, serta memberikan sumbangan yang berarti dalam menciptakan lapangan usaha, perluasan kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan. Pasar sebagai salah satu sarana distribusi memiliki peran penting dalam kegiatan perekonomian, baik bagi produsen, pelaku kegiatan perdagangan, maupun konsumen.
ADVERTISEMENT
Pasar tradisional atau yang lebih dikenal sebagai pasar rakyat adalah pusat pertemuan antara penjual dan pembeli melakukan transaksi, serta menjadi sarana interaksi sosial budaya dan pengembangan ekonomi masyarakat. Sebagai tempat usaha, pasar rakyat ditata, dibangun, dan dikelola, baik oleh pemerintah, swasta, badan usaha milik negara, dan/atau badan usaha milik daerah, dapat berupa toko/kios, los, dan tenda, yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil dan menengah, swadaya masyarakat, koperasi serta UKM, atau badan usaha milik desa, dengan proses jual beli melalui tawar menawar (UU No. 7/2014 tentang Perdagangan). Selain itu, pasar rakyat merupakan salah satu bagian dari rantai pemasaran dalam distribusi barang kebutuhan pokok, sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta lapangan kerja yang lebih luas. Seiring berkembangnya pusat perbelanjaan dan toko swalayan, pasar rakyat menghadapi tantangan terutama dari sisi sarana dan prasarana, yang mengakibatkan menurunnya jumlah konsumen atau pengunjung. Konsumen lebih memilih memenuhi kebutuhannya dengan mengunjungi pasar modern, yakni pusat perbelanjaan dan toko swalayan karena kenyamanan juga fasilitas yang ditawarkan. Dengan kata lain, pasar rakyat memerlukan pembenahan dalam konteks revitalisasi agar dapat bersaing dengan pasar modern.
ADVERTISEMENT
Sebagai penggerak ekonomi masyarakat, pasar rakyat memiliki fungsi strategis dan kedekatan dengan aspek sosial dan budaya masyarakat serta memiliki kekhasan, seperti adanya aktivitas tawar menawar yang tidak dimiliki oleh pasar modern, pusat perbelanjaan, maupun toko swalayan. Pasar yang berhasil adalah pasar yang ramai dengan aktivitas ekonomi dan sosial, ditandai tersedianya ruang-ruang yang nyaman, aksesibel, dan menjadi wadah aktivitas sosio kultural. Berdasarkan data survei Badan Pusat Statistik pada 2019, terdapat 14.182 pasar rakyat dengan 13 juta lebih pedagang yang beraktivitas di dalamnya. Jika setiap pedagang memiliki empat anggota keluarga, artinya lebih dari 52 juta orang atau hampir 19% dari populasi total penduduk Indonesia beraktivitas di pasar.
Oleh karena itu, untuk menghadirkan pasar rakyat yang unik memerlukan perlakuan khusus dalam pengelolaan, pengembangan, dan pelestariannya. Secara sosiologis, pasar merupakan institusi sosial yang memberikan tatanan siap pakai, termasuk memecahkan berbagai persoalan terkait kebutuhan ekonomi dasar manusia dalam distribusi barang dan jasa. Pasar rakyat di Indonesia selalu dicitrakan sebagai tempat yang kumuh, kotor, becek, tidak terawat, memiliki tingkat kualitas hunian yang sangat rendah, dan disinyalir dikelola tanpa inovasi yang berarti. Tidak heran, selain menjadi sumber kemacetan lalu lintas, sebagian besar masyarakat melihat pasar rakyat sebagai tempat yang tidak nyaman dan kompetitif, serta berpotensi menjadi kluster penyebaran pandemi.
ADVERTISEMENT
Citra pasar rakyat yang kurang baik, semestinya mendapat perhatian khusus dari semua pihak. Ini penting karena terkait hajat hidup orang banyak. Pembenahan pasar rakyat sebagai tempat belanja dengan citra positif, harus dianggap sebagai tantangan dan diupayakan sebagai bentuk tanggung jawab kepada masyarakat. Pembenahan pasar bukan semata tugas pemerintah, tetapi harus menjadi tugas bersama. Sinergi antara pemerintah, masyarakat, pengelola pasar, dan para pedagang untuk melakukan pembenahan, diyakini menjadikan pasar rakyat semakin kuat, tetap eksis, dan berkesinambungan keberadaannya di tengah persaingan yang semakin kompetitif.
Perancangan bangunan pasar rakyat harus berorientasi pada aspek kenyamanan, aksesibilitas, dan ruang sosial. Kenyamanan ditandai dengan pasar yang tertata dengan baik, bersih, lapang, terang, tidak pengap, dan tidak sumpek. Aksesibilitas ditandai adanya kios-kios yang mudah dijangkau pengunjung. Harus ada ruang untuk interaksi sosial antara pengunjung, pedagang, dan pelaku lainnya. Pasar harus menjadi pusat komunitas mengembangkan diri. Dengan demikian, keberhasilan merancang dan mengelola pasar rakyat akan berkontribusi bagi penguatan karakter lokal dan komunitas yang ada, yang akhirnya menjadi identitas kota. Bagaimana mencapai hal tersebut? Tentu saja perlu pembenahan secara terintegrasi, mengacu pada pendekatan konsep ESG, meliputi revitalisasi fisik, evitalisasi manajemen, revitalisasi ekonomi, dan revitalisasi sosial.
ADVERTISEMENT
Revitalisasi fisik diperlukan sebagai upaya perbaikan dan peningkatan kualitas fisik pasar rakyat sehingga terlihat bersih, sehat, dan nyaman. Revitalisasi manajemen harus dilakukan agar para pengelola dan pedagang mematuhi standar operasional prosedur pelayanan dan pengelolaan pasar yang lebih profesional. Revitalisasi ekonomi menjadi point penting upaya peningkatan pendapatan dan akses pedagang terhadap sumber pembiayaan dan sumber produk yang diperdagangkan. Termasuk juga optimalisasi pasar sebagai sarana perdagangan dan titik distribusi untuk mengawal harga dan menjaga inflasi dapat berkembang, tumbuh, berdaya saing, serta memberikan peningkatan pendapatan bagi pedagang, termasuk lingkungan ekonomi di sekitarnya. Revitalisasi sosial diyakini menjadikan pasar sebagai pusat interaksi dan wadah sosial bagi masyarakat sekitar. Itu sebabnya, pasar harus dikelola secara profesional dan beritegritas sehingga menjadi sarana perdagangan yang kompetitif terhadap pusat perbelanjaan, pertokoan, mall, plaza, maupun pusat perdagangan lainnya. Ujungnya diharapkan dapat meningkatkan perlindungan terhadap konsumen dengan tetap mempertahankan kearifan lokal.
ADVERTISEMENT
Untuk mewujudkan hal-hal yang telah dipaparkan tersebut, perlu dilakukan pembenahan menyeluruh dan perbaikan secara kelembagaan, perbaikan dan peningkatan fungsi fasilitas fisik pasar, peningkatan kapasitas tim pengelola, tata kelola keuangan, dikombinasikan dengan aktivitas marketing public relation, serta penggunaan teknologi dalam pengelolaannya. Secara operasional dapat dikembangkan daftar periksa menyangkut peninjauan kembali lokasi dan keberadaannya, kebersihan dan kesehatan, serta aspek kamanan dan kenyamanan. Dalam tataran teknis perancangan dan revitalisasi pasar sesuai SNI 8152:2015, perlu diperhatikan fungsi-fungsi ruang dagang (design dan dimensinya), aksesibilitas dan zonasi, pos ukur ulang dan siding tera, fasilitas umum, elemen bangunan, keselamatan dalam bangunan, pencahayaan, sirkulasi udara, drainase, ketersediaan air bersih dan air kotor (limbah), pengelolaan sampah, dan sarana telekomunikasi. Aspek-aspek ini akan dikombinasikan dengan prinsip-prinsip pengelolaan berbasis ASG, berupa optimalisasi tugas pokok dan fungsi pengelola pasar, prosedur, mekanisme monev (kinerja yang terukur), termasuk pendampingan dan pemberdayaan pedagang.
ADVERTISEMENT
Keinginan dan komitmen yang kuat untuk meningkatkan peran dan fungsi pasar rakyat yang berkelanjutan berbasis ESG merupakan pendekatan yang bersifat kolaboratif dan partipatif, melibatkan para pemangku kepentingan, pemerintah, pakar, konsumen, pengelola pasar, asosiasi pengelola pasar, asosiasi pedagang pasar, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Kamar Dagang dan Industri Indonesia, serta Lembaga Swadaya Masyarakat. Pasar rakyat yang kuat, tangguh, dan berkesinambungan, menjadi garda terdepan mata rantai perekonomian sebuah kota untuk kesejahteraan bersama. Harapan yang akan menjadi utopia semata, jika tidak sungguh-sungguh mewujudkan pasar sebagai etalase kota-kota di Indonesia berbasis ekonomi kerakyatan. Pembenahan dan penataan tidak dapat dilakukan hanya pada bangunan fisik dan kelembagaan semata, namun secara menyeluruh, termasuk perilaku bekerja dan melayani. Mindset (pola pikir) dari para pengelola pasar, pedagang, dan masyarakat harus diubah sehingga keberadaan pasar rakyat sebagai komplementer pasar modern dalam kegiatan perdagangan kita dapat berkembang dengan nuansa dan daya tarik masing-masing.
ADVERTISEMENT
Pengelola pasar perlu dibantu secara berkesinambungan, terutama meningkatkan kapasitas dan pemberdayaan pasar, memanfaatkan potensi yang dimiliki secara mandiri, dan terakomodasi dalam pertumbuhan pasar sesuai ketentuan dan tuntutan zaman, seperti misalnya penerapan pendekatan ESG dalam operasionalisasi. Pemerintah memiliki kewajiban menjadi fasilitator dan penyedia fasilitas perlindungan dan pembinaan, termasuk pelayanan melalui pembaharuan sikap dan mentalitas pengelolaan pasar, tanpa meninggalkan unsur kearifan lokal yang mencakup penataan dan pembinaan kelembagaan, pengembangan dan pengawasan, dimulai dari perencanaan, arah kebijakan, administrasi dan keuangan serta penyelarasannya. Modernisasi bukan satu-satunya solusi. Peningkatan fungsi dan daya tarik pasar rakyat tetap dapat dilakukan dalam dimensi yang lain, dengan menciptakan sesuatu yang khas, unik, dan berkelanjutan.