Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Berkeringat Megawati Memperjuangkan Demokrasi: Privilege Anak Presiden?
25 Agustus 2024 14:19 WIB
·
waktu baca 12 menitTulisan dari Yunus Ilhami putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
SEPAK TERJANG MEGAWATI
Diah Permata Megawati Setiawati Soekarno Putri alias Megawati Soekarno Putri adalah salah satu tokoh perjuangan revolusioner era reformasi 1998 yang turut andil menumbangkan rezim Soeharto. Sekalipun ia Putri mantan Presiden, namun kiprahnya dalam dunia politik tidak mudah, berkeringat dan dipenuhi jalan yang berkerikil pada tiap prosesnya.
ADVERTISEMENT
ALASAN MEGAWATI ENGGAN BERPOLITIK
Megawati awalnya enggan masuk keranah politik pasca tumbangnya orde lama, putra-putri Sukarno memiliki kesepakatan untuk tidak berpartisipasi aktif dalam partai politik.
Berdasarkan sikap politik Ayahanda yang memposisikan diri diatas semua golongan dan partai, di tambah saat itu 1982 mereka menilai tidak ada organisasi yang meneruskan semangat Marhaenisme ajaran Sukarno.
Untuk menopang perekonomian keluarga saat itu Megawati bersama suami menjalani bisnis mengelola sejumlah Pom bensin di Jakarta.
Sabam Sirait berulang kali merayu Megawati agar bergabung berkiprah di dunia politik dengan bergabung Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Keraguan Megawati untuk berkiprah di dunia politik bukan tanpa alasan. Megawati Muda beranggapan bahwa orde baru saat itu masih kuat akan sentiment De-Soekarnoisasi yang berimbas langsung pada keluarga Sukarno, bahkan sejak kecil hingga remaja putri Sang Proklamator harus melewati jalan yang tak mudah dampak dari De-Soekarnoisasi .
ADVERTISEMENT
Salah satunya saat menginjak usia 16 tahun, ia tidak dapat meneruskan kuliah di Universitas Padjajaran dan Universitas Indonesia karena alasan politik.
Orde baru lebih kejam dari penjajah. Pasalnya, Ayah nya saja masih diberi kesempatan oleh Belanda untuk mengeyam Pendidikan tinggi, bahkan Hatta bisa sampai Belanda. Namun, tidak untuk Megawati di masa Indonesia telah Merdeka.
Mendengar tawaran tersebut Istri dari Alm. Taufiq Kiemas tertawa, mana mungkin anak Sukarno Pimpinan Orde lama bisa berpolitik.
Sabam tidak menyerah, ia merayu lewat suaminya. Akhirnya Megawati menerima tawaran tersebut pada tahun 1986 sebagai wakil ketua DPD PDI Cabang Jakarta Pusat.
MEGAWATI DIANGGAP SEBAGAI ANCAMAN PENGUASA
Karir Politiknya terbilang melesat, Megawati hanya butuh waktu satu tahun untuk menduduki kursi DPR RI. Dukungan kuat pun bermunculan mendorong Putri Sang Proklamator maju sebagai Ketua Umum PDI pada Kongres Luar Biasa PDI di Surabaya tahun 1993.
ADVERTISEMENT
Ia berhadapan dengan jagoan bayang-bayang pemerintah orde baru Bernama Budi Harjono, namun dukungan kepada megawati sangat deras. Ia terpilih dengan meraih 256 dukungan suara dari 305 anak cabang.
Suka cita pendukung Megawati tidak lama, mereka mendapat ancaman, kongres akan dibubarkan. Ia tidak tinggal diam, naik jeep ia keluar berteriak kepada masa pendukungnya. “Kita lanjutkan perjuangan kita di Jakarta, secara de Facto kita menang, tinggal secara de Jure kita kuasai”, kesaksian dari Santayana Kiemas, Politisi Senior PDI Perjuangan.
Kemenangan tersebut tidak mendapat pengakuan dari pemerintah orde baru, pengakuan baru di dapat setelah PDI melaksanakan Munas di Jakarta pada 23 Desember 1993 yang menetapkan ia sebagai ketua Umum.
Meskipun telah mengantongi pengakuan pemerintah, rezim orde baru terus berusaha menggoyang posisi Megawati dari kursi ketua umum, powerfull nya posisi Megawati saat itu dinilai sebagai ancaman bagi penguasa.
ADVERTISEMENT
Ditambah seruan demokratisasi pada tahun 1990-an semakin menguat dan suksesi kepemimpinan nasional menjadi ancaman pada pemerintahan otoriter Soeharto. Megawati muda tampil bukan hanya sebagai pesaing, namun ancaman politik bagi penguasa.
Usaha menggoyang kursi ketua umum tidak hanya datang dari penguasa, internal PDI pimpinan Soerjadi yang didukung beberapa Dewan Perwakilan Cabang PDI bermanuver dengan melaksanakan Kongres Luar Biasa di Medan pada 20 Juni 1996.
Soerjadi terpilih dalam KLB versi Medan, mengakibatkan dualisme kepemimpinan. PDI Soerjadi yang didukung pemerintah dan ada PDI Megawati yang didukung grassroots.
Penguasa merestui dan mendukung PDI pimpinan Soerjadi bukan tanpa alasan. Megawati dinilai sebagai sosok oposisi yang bisa mengancam eksistensi pemerintahan orde baru.
Manuver politik pemerintah yang mencampuri internal PDI, membuat ribuan kader PDI pendukung Megawati turun ke jalan, unjuk rasa besar-besaran menolak kongres tandingan di Medan sekaligus mengkritik pemerintah yang ikut campur terlalu dalam perihal internal partai.
ADVERTISEMENT
Puncaknya konflik kepemimpinan PDI berujung pada kerusuhan 27 Juli 1996, ketika masa PDI pimpinan Soerjadi menyerang dan berusaha mengambil alih kantor DPP PDI di jalan Diponegoro Nomor 58, yang saat itu dikuasai PDI pimpinan Megawati, dikenal peristiwa Kudatuli (Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli).
Di hari yang sama kerusuhan meluas, memicu pembakaran dibeberapa Bank, Gedung dan Pertokoan sehingga megakibatkan lima orang tewas dan ratusan terluka, bahkan puluhan orang belum ditemukan.
Semenatara ratusan masa aksi ditangkap yang kebanyakan masa pendukung Megawati. Salah satu tokoh muda reformasi yang ikut di tahan yaitu Budiman Sudjatmiko sekaligus ketua Partai Rakyat Demokrasi (PRD). Budiman ditangkap dan diadili, ia dituduh menjadi dalang kerusuhan dan dianggap terafiliasi dengan PDI Pimpinan Megawati, berujung dengan hukuman 13 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
PDI PIMPINAN MEGAWATI TIDAK DI AKUI
Keikutsertaan PDI pimpinan Megawati dalam kancah politik nasional saat itu sempat terhenti, sebab tak diakui pemerintah sehingga tidak bisa ikut pemilu tahun 1997.
Mega Bintang, jargon popular saat itu yang di alamatkan kepada pendukung PDI Megawati yang beralih memberikan dukungannya kepada partai berlambang Bintang yaitu PPP (Partai Persatuan Pembangunan) dan sebagiannya memilih untuk golput alias tidak memilih.
Gerakan Mega Bintang nyatanya mampu melemahkan suara PDI pimpinan Soerjadi pada pemilu 1997 yang hanya memperoleh 3.06% suara, turun drastis dari pemilu 1992 dengan perolehan 14.89% suara.
Semangat Megawati Muda yang diturunkan Ayahnya terlihat dari semangat perlawanan melawan ketidakadilan melawan rezim otoritarian Soeharto.
Kian di tekan, makin melawan. Megawati tidak gentar mundur selangkah pun, narasi perlawanan terus di gelorakan kepada rakyat dengan menyerukan agar Soeharto tidak lagi di calonkan sebagai presiden untuk ketujuh kalinya.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut makin memperkuat penilaian dari penguasa bahwa Megawati muda tumbuh menjadi ancaman besar dengan jutaan pendukungnya serta dukungan gelombang aksi yang menuntut dilakukannya reformasi.
Perjalanan Panjang serta keberanian melawan orde baru akhirnya berujung pada mundurnya Soeharto pada Kamis, 21 Mei 1998 setelah 32 tahun menjabat sebagai presiden.
MEGAWATI ERA REFORMASI, PDI BERTRANSFORMASI
Setelah mundurnya Soeharto, perubahan dan proses demokratisasi terus berhembus bergulir. Rakyat bersuka cita menyambut Pemilu 1999 karena sebagai Pemilu pertama era reformasi sekaligus menjadi jawaban tuntutan untuk mempercepat Pemilu dari jadwal semula diselenggarakan tahun 2002.
Partai Politik ramai menghiasi pesta demokrasi di era reformasi, sampai bermunculan banyak partai-partai baru. Sampai-sampai peserta pemilu 1999 diikuti sebanyak 48 partai, implikasi dari adanya kebebasan mendirikan partai politik.
ADVERTISEMENT
Tidak ingin terbawa dengan simbol ke partaian lama. PDI pimpinan Megawati menambahkan nama Perjuangan sehingga berubah menjadi PDI Perjuangan serta mengubah lambang partai yang semula bergambar banteng kurus dengan bingkai segi lima, menjadi bergambar banteng besar gagah, berbingkai lingkaran dan bermoncong putih.
Rekam jejak kelam PDI Perjuangan menjadi catatan penting Sejarah partai yang bertranformasi. Semula PDI didirkan pada tahun 1973 berasal dari gabungan sejumlah Partai yang terdiri dari Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba) dan Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI).
PDI dengan terang memiliki kedekatan ideologi dengan Sukarno, seperti PNI dirikan Sukarno pada tahun 1927. PDI berkomitmen membawa program kerakyatan, mewujudkan Indonesia yang berdaulat dalam bidang politik dan berdikari dalam bidang ekonomi.
ADVERTISEMENT
Megawati dengan Partainya maju sebagai kontestan Pemilu 7 Juni 1999 bermodal dukungan besar dari rakyat sehingga mendapat hasil perolehan suara terbanyak 33.74% suara, mengalahkan dominasi Golkar pada urutan kedua dengan perolehan suara 22.44% dan PKB urutan ketuga dengan perolehan 12.61% suara.
Fraksi PDI Perjuangan dengan perolehan kursi terbanyak sebanyak 153 kursi mengikutsertakan Megawati dalam pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang saat itu dipilih MPR.
Sementara itu partai berbasis masa Islam membentuk koalisi Poros Tengah yang teridiri dari PKB, PAN, PPP, PBB dan PKS yang menguasai 163 kursi, dengan demikian koalisi Poros Tengah menjadi lawan besar PDI Perjuangan dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden selain Golkar.
Pemilihan Presiden yang digelar MPR pada 20 Oktober 1999, terdapat tiga nama calon presiden yang mendaftarkan yaitu Megawati Soekarno Putri, Abdurahman Wahid dan Yusril Izha Mahendra.
ADVERTISEMENT
Namun, sebelum pendaftaran di mulai, Yusril mengundurkan diri dari pencalonan. Sementara Golkar yang sebelumnya mengusung BJ. Habibie batal mencalonkan karena penolakan MPR atas pertanggung jawaban Habibie sebagai presiden.
Pemilihan Presiden dilaksakanan oleh MPR melalui mekanisme voting dengan hasil perhitungan yang diperoleh Abdurahman Wahid sebanyak 373 suara, sementara Megawati 313 suara, alhasil Megawati Soekarno Putri kalah. Dengan berbesar hati Megawati menerima hasil tersebut, tak berselang lama usai perhitungan, ia menghampiri Abdurahman Wahid sekaligus mengucap selamat atas terpilihnya presiden secara demokratis.
Megawati dengan partai nya berhasil merebut suara rakyat terbanyak pada pemilu 1999, akan tetapi ia tidak bisa merebut kekuatan-kekuatan politik dan mengantisipasi strategi politik yang ada di Parlemen dalam pemilihan presiden.
ADVERTISEMENT
ERA MEGAWATI SEBAGAI WAKIL PRESIDEN
Satu hari setelah pemilihan presiden, MPR kembali menggelar sidang untuk memilih Wakil Presiden. Dalam pemilihan kali ini ia berhadapan dengan Hamzah Haz yang di usung Fraksi PPP dengan hasil Megawati memenangi perolehan suara sebanyak 396 suara, sementara Hamzah Haz memperoleh 284 suara.
Hasil tersebut memasangkan Abdurahman Wahid dan Megawati Soekarno Putri sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 1999 sampai 2004. Pemerintahan tersebut di namai Kabinet Persatuan Nasional.
Pemerintahan Abdurahman Wahid tidak berjalan lama disebabkan beberapa kebijakan yang dibuat kontroversial. Seperti, membubarkan Departemen Penerangan, Departemen Sosial dan Reshuffle kabinet . Hal itu mendapat banyak pertentangan dari berbagai Partai Politik sehingga menimbulkan keretakan antara DPR dan Abdurahman Wahid.
Tekanan dari Parlemen pun bermunculan, antara lain pembentukan pansus DPR terkait penyimpangan dana Yayasan Bina Sejahtera Bulog serta penyimpangan bantuan dana dari Sultan Brunei.
ADVERTISEMENT
Setelah melalui serangkaian sidang paripurna, DPR berencana melaksanakan sidang Istimewa. Namun, Abdurahman Wahid melawan dengan mengeluarkan Dekrit Presiden pada 23 Juli 2001 yang memuat pembekuan MPR dan DPR, serta pembekuan Golkar. Dalam hitungan jam, DPR melaksanakan sidang Istimewa yang mencabut mandat dan memberhentikan Abdurahman Wahid dari Jabatan Presiden.
ERA MEGAWATI SEBAGAI PRESIDEN
Pemberhentian tersebut menjadikan Megawati naik ke kursi Presiden menggantikan Abdurahman Wahid secara aklamasi melalui sidang di MPR. Megawati kemudian dilantik pada hari yang sama 23 Juli 2001, tiga hari setelahnya MPR Kembali melaksanakan sidang memilih Wakil Presiden, dalam sidang tersebut Hamzah Haz terpilih sebagai wakil presiden melalui voting mengalahkan Akbar Tandjung.
Stabilitas politik membaik pada era Megawati dan Hamzah Haz sehingga kinerja kabinet Gotong Royong berjalan lebih efektif.
ADVERTISEMENT
Selama menjadi presiden banyak capaian yang ditorehkan seperti pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertujuan sebagai garda terdepan melawan korupsi.
Saat Megawati mejadi presiden, Indonesia belum sepenuhnya pulih dari krisis financial Kawasan Asia Pasifik sejak 1997. Namun, ia berhasil membuat Ekonomi Indonesia tumbuh dari 3.64% pada 2001 menjadi 5.03% pada 2004.
Kemandirian ekonomi negara yang saat itu dipengaruhi oleh IMF yang terlalu jauh mencampuri kebijakan ekonomi nasional yang berakibat menambah beban Masyarakat. Sehingga pemerintah mendapat banyak kritikan, membuat Megawati berani memutuskan kerjasma dengan IMF.
Megawati dikenal sebagai pembela konstitusi, bentuk komitmen dalam penegakan konstitusi, di masa pemerintahan Megawati Mahakamah Konstitusi dibentuk.
Ide pembentukan Mahkamah Konstitusi dari awal masa reformasi kian menguat. Puncaknya terjadi pada tahun 2001 ketika ide pembentukan MK diadopsi dalam perubahan UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR, sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan pasal 24 ayat (2) dan pasal 24C UUD 1945 dalam perubahan ketiga.
ADVERTISEMENT
Setelah melalui pembahasan dalam waktu yang lama, akhirnya RUU tersebut disepakati bersama oleh pemerintah dan MPR pada 13 Agustus 2003 yang ditandatangani oleh presiden Megawati Soekarno Putri. Dua hari setelahnya pada 15 Agustus 2003 Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H ditetapkan sebagai Ketua MK yang pertama.
Megawati sebagai presiden sekaligus ketua umum partai memiliki andil penting atas perubahan sistem politik terutama terselenggaranya pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung. PDI Perjuangan yang memiliki kursi terbanyak di parlemen menjadi suara penentu yang mengatur kebijakan tersebut.
Hal tersebut menegaskan bahwa Megawati memiliki komitmen yang kuat pada demokrasi. Capaian tersebut sebagai warisan Presiden Megawati Soekarno Putri dan Hamzah Haz yang menuntaskan kepemimpinnya pada 2004.
ADVERTISEMENT
SOSOK TAUFIQ KIEMAS BAGI KIPRAH POLITIK MEGAWATI
Torehan emas karir politik Megawati tidak terlepas dari sosok suami yaitu Taufiq Kiemas. Suami yang menjadi wadah bertukar pikiran mengenai kemajuan bangsa berperan di belakang panggung, sementara sang istri berperan di depan panggung sebagai pemimpin partai sekaligus negara.
Sejak menikah tahun 25 maret 1973 mereka berdua saling mendukung karir politik masing-masing. Taufiq Kiemas yang berlatar belakang aktivis dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), ia lebih dulu terjun ke dunia politik dengan bergabung ke Partai Demokrasi Indonesia (PDI), yang kemudian memiliki andil menggerakan hati Megawati untuk mau bergabung ke PDI dikemudian hari.
Bergabungnya Megawati ke PDI lantas tidak hanya memperhitungkan kedekatan biologis dengan Sukarno semata, akan tetapi secara nyata memang Megawati memiliki kedekatan Ideologis, arah kemandirian ekonomi bangsa, kedaulatan bebas berpolitik, program kerakyatan dan komitmen kuat terhadap demokrasi.
ADVERTISEMENT
MEGAWATI DAN JOKO WIDODO
Selepas ia menjadi presiden, ia tampil sebagai pemimpin partai besar yang kuat dan tidak bisa di intervensi pihak luar yang mencoba menganggu keputusan yang akan di ambil. karena ia memiliki kemandirian berfikir yang kuat dalam memutuskan arah partai serta menempatkan kader-kadernya dalam posisi strategis yang beliau anggap dapat membawa program-program partai menuju kemajuan bangsa.
Keputusan yang diambil Megawati dalam memutuskan Joko Widodo maju dalam pilkada Jakarta tahun 2013 tidak serta merta tanpa pertimbangan mendalam, walau dukungan Masyarakat begitu besar.
Begitu juga pertimbangan beliau dalam mengusung Joko Widodo sebagai capres, padahal ia bisa saja kembali maju mencalonkan diri sebagai presiden dengan Partai besarnya, malah ia memilih beroposisi selama satu dekade 2004-2014.
ADVERTISEMENT
Usai ditetapkannya Jokowi sebagai capres yang diusung PDI Perjuangan dalam Pilpres 2014, beliau sering kali tampil bersama Jokowi dalam berbagai acara dan kampanye, membentuk koalisi Indonesia Hebat untuk memperkuat dukungan politik dan memastikan kemenangan Joko Widodo dalam Pilpres.
Keberhasilan Megawati mengantarkan Jokowi dalam pilpres 2014 sekaligus memperkuat posisi PDI Perjuangan dalam kancah politik nasional. Hasil tersebut seolah membuktikan bahwa keputusan Megawati tidak mencalonkan diri dan mendukung Jokowi adalah langkah yang tepat. Kepiawaian Strategi Politik Megawati kembali di menangkan pada Pilpres 2019.
Namun diakhir perjuangan yang berkeringat dan jalanan yang penuh krikil. Seiring berjalannya waktu Hubungan Megawati dan Jokowi kian renggang, beberapa perbedaan pandangan muncul dari keduanya. Meskipun Megawati pada saat itu tetap konsisten mendukung Jokowi, tetapi ketegangan itu makin terasa.
ADVERTISEMENT
Sejumlah peristiwa politik yang terjadi seolah menegaskan keretakan hubungan antara Megawati dan Jokowi, pada Pilpres 2024. Semisal Jokowi, tidak mendukung presiden yang diusung PDI Perjuangan dan perbedaan sikap politik tergambar saat Megawati menolak Keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai perubahan syarat calon presiden yang memberi jalan kepada Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai calon wakil presiden. Bahkan, Megawati yang keras menolak usulan perpanjangan masa jabatan presiden dan masa bakti presiden selama tiga periode.
Sejarah yang mencatat bahwa Megawati yang mengingatkan Jokowi bahwa kekuasaan memiliki sisi gelapnya sekaligus menjadikan contoh sang Ayah yang pernah di goda untuk menjadi presiden seumur hidup yang saat itu jelas menyimpang dari UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi.
ADVERTISEMENT