Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Presidensi G20 Indonesia dan Ekonomi Digital
31 Januari 2022 16:28 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Dubes Yuri O Thamrin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia mendapat kehormatan memimpin G20 pada tahun 2022. Ini kali pertama Indonesia mendapat kesempatan dan peluang emas itu.
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo menerima mandat ini langsung dari PM Italia Mario Draghi --selaku ketua G20 tahun lalu -- pada pertemuan KTT G20 di La Nuvola (Roma) pada 31 Oktober 2021. Presidensi G20 Indonesia mulai berlaku efektif 1 Desember 2021 hingga November 2022.
Selaku ketua G20, Indonesia mendorong pertumbuhan inklusif, people-centered, ramah lingkungan serta berkelanjutan. Karenanya, perlu kolaborasi dunia yang lebih kokoh serta inovasi yang tiada henti. Dalam kaitan ini, G20 akan menjadi motor bagi pengembangan kolaborasi dan inovasi untuk mencapai tujuan tersebut. (Pidato Presiden RI, 31 Oktober 2021).
Tema Presidensi G20 Indonesia adalah "Recover together, recover stronger". Sementara itu, Indonesia pun mengusung 3 prioritas utama yakni (i) penanganan kesehatan yang inklusif; (ii) transformasi berbasis digital; dan (iii) transisi menuju energi berkelanjutan. Ketiga prioritas ini telah mendapatkan dukungan seluruh anggota G20.
ADVERTISEMENT
ARTI PENTING G20
G20 memiliki prestige yang cukup tinggi dalam panggung internasional. Kelompok ini menjadi wadah kerja sama 20 perekonomian terbesar di dunia, yang meliputi seluruh negara industri utama di dunia (G7) plus negara-negara berkembang dengan ekonomi besar serta Rusia dan China.
Dari sudut indikator statistik, G20 mewakili 80 persen GDP dunia, 75 persen ekspor global dan 60 persen penduduk dunia. Sementara itu, dari perspektif "perimbangan kekuatan global," G20 pun jauh lebih representatif dari pada G7 karena Rusia dan Tiongkok berpartisipasi dalam G20 (CFA, G20 Backgrounder, 2019).
Dalam KTT G20 setiap tahunnya para pemimpin dunia membahas isu-isu ekonomi dan finansial penting serta isu-isu strategis yang menjadi perhatian bersama. Pada KTT G20 pada 2008, misalnya, selain Krisis Finansial global dibahas pula isu program nuklir Iran dan perang saudara di Suriah.
ADVERTISEMENT
G20 mengambil keputusan secara konsensus. Namun, keputusan G20 pada dasarnya tidak mengikat (non-binding). Dengan kata lain, G20 lebih merupakan forum bagi para pemimpin dunia untuk menyamakan persepsi dan pemahaman mereka dalam mengatasi tantangan-tantangan dunia (Dino Djalal, wawancara CNN, 17 Januari 2022).
ANGGOTA, PARTISIPAN DAN VENUES
Negara-negara anggota G20 adalah Argentina, Australia, Brazil, Kanada, China, Prancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Mexico, Rusia, Saudi Arabia, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki, Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.
Sementara itu, Spanyol selalu diundang dan hadir sebagai tamu permanen (permanent guest) bersama-sama dengan beberapa undangan lainnya seperti negara-negara ketua ASEAN, African Union (AU) dan NEPAD (New Partnership for Africa Development) serta wakil-wakil dari berbagai organisasi internasional seperti UNIDO, UNCTAD, UNESCO, OECD, FAO, ITU, UNHCR dan World Bank.
ADVERTISEMENT
Sebagai informasi, sejak 2008 pertemuan G20 berlangsung pada tingkat Kepala Negara/Pemerintahan (Summit). Sebelumnya (pada 1999 - 2007), G20 merupakan forum pertemuan pada tingkat menteri keuangan dan gubernur bank sentral.
Host countries dan Venues KTT G20 sejauh ini adalah: Amerika Serikat (2008), Inggris (2009), Amerika Serikat (2009), Kanada (2010), Korea Selatan (2010), Prancis (2011), Mexico (2012), Rusia (2013), Australia (2014), Turki (2015), China (2016), Jerman (2017), Argentina (2018), Jepang (2019), Saudi Arabia (2020), Italia (2021) dan Indonesia (2022).
MANFAAT PRESIDENSI G20 INDONESIA
Sejatinya, RI menarik beberapa manfaat penting sebagai ketua G20 (Pernyataan Sherpa Indonesia, Webinar Kemlu, 6 Januari 2022). Pertama, dari sudut pelaksanaan diplomasi RI, citra Indonesia sebagai "key player" pada panggung internasional jelas akan meningkat dengan memimpin forum bergengsi G20 ini, khususnya setelah RI sebelumnya pun sukses sebagai anggota DK PBB (2019-2020) dan akan mengetuai ASEAN pada 2023. Dengan kata lain, kepemimpinan Indonesia terus diaktualisasikan secara cerdas dan berhasil pada berbagai forum penting dunia.
ADVERTISEMENT
Kedua, dari sudut agenda setting, keketuaan pada G20 memberi peluang pada Indonesia untuk menetapkan agenda pembahasan para pemimpin dunia. Tentunya, Indonesia tidak hanya menetapkan agenda, tetapi harus pula mampu menciptakan konsensus dan kesepakatan dalam pertemuan G20 itu.
Ketiga, posisi tuan rumah G20 juga akan memberi manfaat dari sudut ekonomi. Sebagai contoh, akan hadir sekitar 10 ribu delegasi G20 yang akan berpartisipasi pada lebih dari 150 pertemuan di 15 Kota di Indonesia. Dengan kata lain, efek berganda (multiplyer effects) dari pertemuan G20 ini tentu akan membawa berkah pada sektor jasa wisata, hotel, transportasi, kerajinan, hospitality dan lain sebagainya dengan nilai yang tidak kecil.
Keempat, berbagai komponen masyarakat Indonesia (seperti pemuda, mahasiswa, wanita, pengusaha) dapat memperluas pengalaman dan jejaring internasional mereka melalui pertemuan pada forum-forum penting seperti Youth 20, Women 20, Labor 20, Business 20, Urban 20 dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Kelima, keberhasilan indonesia sebagai tuan rumah G20 jelas akan memperkuat citra Indonesia sebagai negara yang aman, sehat dan terbuka untuk bisnis yang saling menguntungkan (safe, healthy and open for business).
EKONOMI DIGITAL
Pada 2015, G20 mulai memberikan perhatiannya pada isu ekonomi digital ketika KTT G20 di gelar di Antalya, Turki. Kemudian dibentuk "gugus tugas" (digital economy task force) untuk membahas isu ini.
Sejak 2017, Digital Economy Task Force (DETF) mulai dihadiri oleh para menteri digital negara-negara anggota G20. Pada 2022, DETF ditingkatkan statusnya menjadi full-fledged G20 Digital Economy Working Group (DEWG) karena kian maraknya peran ekonomi digital saat ini.
Sejatinya, arti penting ekonomi digital bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi tidak diragukan lagi. Nilai ekonomi digital secara global setara dengan US$ 11,5 triliun atau 15,5% dari GDP dunia (Oxford Economics, 2020). Bagi ASEAN, nilai ekonomi digitalnya adalah US $ 170 miliar dan bagi indonesia US$ 70 milyar pada 2021 (e-Conomy SEA 2021: Roaring 20s).
ADVERTISEMENT
Proyeksi pertumbuhan ekonomi digital pun sangat impresif. ASEAN, misalnya, diprediksi akan memiliki ekonomi digital senilai US $ 1 triliun dan Indonesia US $ 330 miliar pada 2030.
Sementara itu, pada masa pandemi Covid 19, digitalisasi pun terbukti telah banyak membantu pemerintah, masyarakat dan juga perekonomian -- baik dari sudut pekerjaan (work from home), layanan kesehatan (tele-medicine), identitas digital (aplikasi pedulilindungi), pendidikan (sekolah online) maupun ketahanan (resiliensi) dan kelangsungan hidup berbagai bisnis yang ada, terutama usaha mikro, kecil dan menengah (MSMEs).
EKONOMI DIGITAL DI FORUM G20
Sejatinya, banyak aspek ekonomi digital telah dibahas di forum G20. Pembahasannya pun komprehensif dan mendalam. Sesungguhnya, sangat sulit mencari aspek pembahasan yang benar-benar baru.
Dalam enam tahun terakhir ini telah dihasilkan banyak sekali kesepakatan, antara lain, "cetak biru" kerja sama digital; peta jalan digitalisasi; kerja sama pendidikan dan pelatihan digital; prioritas perdagangan digital (digital trade); agenda for digital development; proteksi konsumen (termasuk anak-anak) dalam ekonomi digital; agenda dan toolkit pengukuran (measurement) ekonomi digital; prinsip-prinsip G20 tentang "digital government"; kesepakatan menjembatani digital gender divide; kerja sama mencegah penggunaan internet untuk terorisme dan kekerasan; data free flow with trust; membentuk global smart cities coalition; membantu dan memberdayakan perusahaan mikro, kecil dan menengah (MSMEs); interface antara ekonomi digital dan perdagangan; human-centered artificial intelligence; investasi infrastruktur digital; serta pemulihan ekonomi (pasca pandemi Covid-19) yang benar-benar tangguh, kuat, berkelanjutan dan inklusif.
ADVERTISEMENT
Saat ini, Indonesia memangku jabatan sebagai ketua DEWG. Indonesia pun telah menyampaikan tiga isu prioritasnya yakni (i) post Covid-19 recovery and connectivity; (ii) digital skills and digital literacy; dan (iii) cross-border data flow and data free-flow with trust.
Sejatinya, ketiga isu prioritas itu bukan isu baru dan sudah pernah dibahas oleh berbagai presidensi G20 terdahulu; "Nothing new under the Sun", begitu kata banyak orang.
Pada perkembangannya, negara-negara G20 menyatakan dukungannya pada prioritas Indonesia. Mereka pun percaya bahwa Indonesia capable dan creative sebagai ketua DEWG.
Indonesia berkewajiban untuk hasilkan berbagai deliverables konkret, kreatif dan bermakna untuk mengisi ketiga isu prioritasnya itu.
Jelas ini bukan pekerjaan mudah. Namun, kita yakin Indonesia bisa!
ADVERTISEMENT
Mari kita pimpin DEWG dengan penuh amanah dan kreativitas! Bismillahirrahmanirrahim.