news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Aksi nyata titik: renungan di Hari Lahan Basah Sedunia.

Konten dari Pengguna
2 Februari 2022 7:42 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yus Rusila Noor tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Lahan basah adalah kehidupan kita sehari-hari (Foto: Yus Rusila Noor)
zoom-in-whitePerbesar
Lahan basah adalah kehidupan kita sehari-hari (Foto: Yus Rusila Noor)
ADVERTISEMENT
Hari ini, setiap tanggal 2 Februari, secara global diperingati sebagai “Hari Lahan Basah Sedunia” atau biasa dirayakan sebagai World Wetlands Day. Awal mulanya, perayaan ini dimulai secara resmi sejak tahun 1997, menandai disepakatinya perjanjian kerjasama internasional untuk melindungi lahan basah secara global, yang disepakati pada tanggal 2 Februari 1971 di kota Ramsar, Iran. Untuk mengenangnya, perjanjian internasional tersebut kemudian dikenal sebagai Konvensi Ramsar. Saat ini, setidaknya sudah ada 172 negara yang meratifikasi dan bergabung dalam Konvensi Ramsar, dengan mengajukan sebanyak 2.435 lokasi lahan basah yang memiliki kepentingan internasional (dikenal sebagai Ramsar Site), seluas 254.685.425 hektar. Boleh dibilang inilah salah satu perjanjian internasional pertama yang terkait dengan perlindungan alam. Indonesia sendiri telah meratifikasi Konvensi Ramsar sejak tahun 1991 melalui Keputusan Presiden RI No. 48 tahun 1991. Hingga saat ini, Indonesia telah memiliki 7 lokasi lahan basah yang memiliki kepentingan internasional, yaitu Taman Nasional Berbak (Jambi), Taman Nasional Sembilang (Sumatra Selatan), Taman Nasional Wasur (Papua), Taman Nasional Danau Sentarum (Kalimantan Barat), Suaka Margasatwa Pulau Rambut (DKI Jakarta), Taman Nasional Tanjung Puting (Kalimantan Tengah), dan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (Sulawesi Tenggara).
ADVERTISEMENT
Peringatan hari lahan basah sedunia tahun 2022 terbilang istimewa karena untuk pertama kalinya tercatat sebagai hari internasional dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menyusul adopsi oleh Majelis Umum pada tanggal 30 Agustus 2021 yang didukung oleh 75 negara anggota. Jika menilik sejarahnya, kesepakatan untuk adopsi tersebut berawal dari usulan Uni Emirat Arab selaku tuan rumah CoP 13 Ramsar yang mengajukan Draft Resolusi agar tanggal 2 Februari setiap tahun diadopsi oleh Majelis Umum PBB sebagai “Hari Lahan Basah Sedunia”. UEA juga mengajak negara-negara penandatangan Konvensi Ramsar, UNEP, Organisasi Internasional serta Organisasi Non Pemerintah untuk memfasilitasi kerjasama dan pertukaran informasi untuk mendukung 2 Februari sebagai Hari Lahan Basah Sedunia. Usulan tersebut sangat disambut gembira oleh negara-negara yang mendapat kesempatan untuk berbicara. Ir. Tandja Tjahjana, Ketua Delegasi Republik Indonesia dalam intervensinya mengucapkan selamat kepada Sekretariat Ramsar dan Contracting Party terkait dengan pelaksanaan peringatan Hari Lahan Basah Sedunia, dan mendukung Draft Resolusi tersebut. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah aktif memperingati Hari Lahan Basah Sedunia setiap tahun , bekerjasama dengan Wetlands International (sebagai NGO CEPA Focal Point) dan Mitra lainnya. Dukungan juga disampaikan oleh perwakilan Afrika, yang disampaikan oleh Burkina Faso; Eropa (diwakili oleh Finlandia), Amerika Latin dan Tengah (Peru, Ekuador, Kuba, Bolivia dan Honduras). Selain Indonesia, negara Asia yang menyampaikan dukungannya adalah Thailand.
Ketua DELRI mendukung pencanangan Hari Lahan Basah Sedunia untuk diadopsi oleh PBB (Foto: Yus Rusila Noor)
Tema besar perayaan tahun 2022 adalah “Wetlands Action for People and Nature”. Tema ini menyiratkan adanya kebutuhan mendesak untuk segera beraksi nyata guna mempertahankan lahan basah yang masih tersisa dan merehabilitasi yang telah terlanjur mengalami kerusakan. Seperti yang disampaikan oleh Martha Rojas Urrego, Sekretaris Jenderal Konvensi Ramsar yang bermarkas di Gland, Swiss, saat tulisan ini selesai ditulis, 35% lahan basah di seluruh dunia telah hilang selama 50 tahun terakhir, sehingga masa depan yang lebih baik akan sangat ditentukan oleh aksi nyata apa yang kita lakukan saat ini. Lahan basah adalah menjadi seperti super ekosistem yang dapat mempertemukan kepentingan komitmen target keanekaragaman hayati, perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan. Tentu saja jika dijalankan aksi nyata yang baik dan tepat. Lahan gambut dan sistem karbon biru, seperti mangrove dan padang lamun, adalah penyerap karbon yang sangat efisien. Gambut dapat menyerap karbon lebih banyak, bahkan jika dibandingkan dengan peran sama yang dilakukan oleh hamparan hutan secara global. Lahan basah di daratan juga menjadi penyimpan dan pemasok air tawar utama yang dibutuhkan untuk kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, sekaligus menjadi penghindar banjir ketika hujan besar melanda. Sementara itu, berbagai bencana yang melanda bumi menunjukan bahwa lahan basah pesisir, seperti mangrove dan padang lamun dapat mengurangi dampakdari bencana alam. Kita mungkin masih ingat bagaimana wilayah yang ditumbuhi mangrove cenderung mengalami dampak yang lebih ringan pada saat tsunami besar yang melanda beberapa negara pada akhir tahun 2004. Tidak hanya untuk manusia, yang menggunakan lahan basah sebagai sumber mata kehidupan, sekitar 40% keanekaragaman spesies di dunia juga hidup dan berkembang biak di lahan basah.
ADVERTISEMENT
Peringatan hari lahan basah sedunia, oleh karena itu, dianggap oleh Sekjen Konvensi Ramsar sebagai kesempatan yang pas untuk dapat memperkuat berbagai aksi nyata yang saat ini sedang dilakukan. Sejalan dengan hal tersebut, Jane Madgwick, CEO Wetlands International yang berpusat di Ede, Wagenigen, Belanda, menegaskan pentingnya lahan basah yang sehat bagi kepentingan sasaran iklim global sekaligus pembangunan berkelanjutan dan keanekaragam hayati; sehingga diperlukan adanya target-target lahan basah global guna mengarahkan investasi yang dapat meningkatkan pemilihan lahan basah untuk kepentingan aksi iklim dan keanekaragaman hayati.
Pemerintah Republik Indonesia telah melakukan aksi nyata untuk menyelamatkan lahan basah yang tersisa serta memperbaiki yang telah terlanjur mengalami kerusakan. Kebijakan Pemerintah Indonesia yang telah memasukan lahan basah (lahan gambut dan lahan basah karbon biru) kedalam Nationally Determined Contribution (NDC) perubahan iklim adalah merupakan cerminan Indonesia untuk ikut rembug dalam upaya penyelamatan terjadinya perubahan iklim secara global. Upaya nasional yang berdampak global juga ditunjukan dengan keluarnya Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2019 tentang penghentian pemberian izin baru dan penyempurnaan tata Kelola hutan alam primer dan lahan gambut. Kebijakan tersebut diharapkan akan berdampak pada penyelamatan sekitar 66 juta hektar hutan alam dan lahan gambut sekaligus mencegah emisi setara dengan yang dikeluarkan oleh lebih dari 6 miliar pengguna kendaraan atau 32 gigaton karbondioksida. Ketika karbon biru banyak digadang-gadang sebagai salah satu penyelamatan cerdas untuk menangani perubahan iklim global, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk melakukan percepatan rehabilitasi 600.000 hektar mangrove hingga tahun 2024.
ADVERTISEMENT
Berbagai komitmen aksi nyata Indonesia tersebut diamini oleh Sekjen Ramsar. Dalam sambutannya, Martha Rojas Urrego menyebutkan Indonesia, disamping Seychelles, Costa Rica dan Inggris sebagai negara yang telah memberikan contoh bagaimana upaya untuk mencapai net-zero emission dapat dilakukan dengan melindungi dan merehabilitasi lahan basah. Beliau mengajak seluruh pihak untuk dapat menghargai, mengelola, merestorasi – dan mencintai lahan basah. Bagaimanapun, aksi nyata yang dijalankan akan banyak ditentukan oleh seberapa besar apresiasi kita terhadap lahan basah.
Sementara itu, Yus Rusila Noor, Plt. Direktur Yayasan Lahan Basah (YLBA), menegaskan bahwa salah satu tujuan utama dari perayaan hari lahan basah sedunia pada dasarnya adalah upaya untuk secara terus menerus menumbuhkan kesadartahuan mengenai peran penting lahan basah bagi planet bumi dan seisinya, termasuk untuk manusia dan kemanusiaan. Jane Madgwick bahkan mengingatkan agar peringatan hari lahan basah sedunia seyogyanya dapat dilakukan setiap hari karena adanya keperluan untuk melindungi alam dan kemanusiaan dari dampak mengerikan akibat perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Stop omdo, lakukan aksi nyata, oleh kita semua, karena lahan basah adalah kehidupan kita sehari-hari.
Bogor, 02022022