Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Ini Waktunya untuk Restorasi Lahan Basah
3 Februari 2023 19:07 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Yus Rusila Noor tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tanggal 2 Februari layak menjadi hari penting karena telah ditetapkan sebagai Hari Lahan Basah Sedunia, dan diakui Perserikatan Bangsa Bangsa sebagai "Hari Internasional". Hari ini diperingati setiap tahun menandai disepakatinya perjanjian kerjasama internasional untuk melindungi lahan basah secara global dan mengingatkan kembali peran penting dan fungsi lahan basah dalam lingkungan global. Lahan basah adalah ekosistem yang secara periodic atau permanen tergenang air, melingkupi berbagai tipe habitat, termasuk sungai, danau, delta, lahan gambut, mangrove dan bahkan berbagai tipe habitat buatan, seperti sawah dan situ. Lahan basah memainkan peran penting dalam pengaturan iklim, penyediaan air serta pengaturan hara dan penyimpan karbon. Lahan basah juga merupakan pelabuhan bagi keanekaragaman hayati dan resiliensi ekosistem, meskipun hanya melingkupi sekitar 6% dari permukaan bumi tetapi tidak kurang dari 40% tumbuhan dan hewan hidup atau berbiak di lahan basah. Bagi kehidupan manusia, lahan basah juga merupakan bagian penting karena merupakan pendukung dan penyedia sumber daya terkait pertanian, kehutanan dan perikanan serta melindungi pesisir yang menjadi tempat jutaan manusia tinggal.

Dalam pesannya untuk memperingati Hari Lahan Basah Sedunia 2023, Dr. Musonda Mumba, Sekretaris Jenderal Konvensi Ramsar (Konvensi Global tentang Lahan Basah, Indonesia telah meratifikasi sejak tahun 1991), mengajak semua pihak untuk menjadi bagian dari pemecahan masalah dengan mempengaruhi terjadinya perubahan. Secara lebih rinci, Ibu Sekjen yang baru terpilih tahun lalu tersebut menekankan perlunya kita semua untuk mengambil langkah nyata berupa:
ADVERTISEMENT
Pesan tersebut menjadi sangat relevan dengan tema besar perayaan hari lahan basah tahun ini, yaitu It's Time for Wetlands Restoration atau ini waktunya untuk melakukan restorasi lahan basah. Hal ini sejalan dengan penetapan tahun 2020 - 2030 sebagai Dekade Restorasi Ekosistem oleh badan dunia Perserikatan Bangsa Bangsa, yang intinya mengajak semua pihak untuk berpikir kembali dan merubah bagaimana manusia memperlakukan alam sekaligus melakukan aksi nyata untuk merestorasi ekosistem rentan, seperti lahan basah, yang telah mengalami kerusakan. Tema restorasi, khususnya lahan basah, memiliki momentum yang sangat tepat karena saat ini hampir 90% lahan basah di dunia telah mengalami kerusakan sejak tahun 1700-an atau bahkan 35% diantaranya telah hilang sejak tahun 1970. Ini artinya lahan basah mengalami laju kehilangan tiga kali lebih cepat dibandingkan dengan ekosistem hutan.
ADVERTISEMENT
Indonesia sendiri telah meratifikasi konvensi internasional terkait lahan basah, Konvensi Ramsar, sejak tahun 1991 melalui Keputusan Presiden RI No. 48 tahun 1991. Sebagai pemilik lahan gambut tropis dan mangrove terluas di dunia, Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan dan merestorasi lahan basah, dan kemudian mendapatkan pengakuan dunia. Terakhir, akhir tahun lalu, Indonesia tercatat sebagai salah satu dari 10 inisiatif pertama di dunia yang inisiatif restorasinya diakui oleh badan dunia Perserikatan Bangsa Bangsa. Inisiatif Membangun Bersama Alam (Building with Nature) yang diinisiasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian PUPR, serta konsorsium organisasi dari Indonesia dan Belanda, termasuk Wetlands International Indonesia, dilaksanakan di Kabupaten Demak - Jawa Tengah, telah diakui sebagai "World Restoration Flagships represent the most ambitious, promising, and inspiring examples of ecosystem restoration" oleh UN Decade on Ecosystem Restoration.
ADVERTISEMENT
Di tingkat nasional, peringatan hari lahan basah sedunia dilaksanakan bersamaan dengan peluncuran "Strategi Nasional Pengelolaan Lahan Basah: Ekosistem Gambut dan Mangrove" di Jakarta. Penyusunan dokumen tersebut digawangi oleh Bappenas bersama-sama dengan CIFOR, Konservasi Indonesia dan Wetlands International Indonesia dibawah koordinasi Tim Koordinasi Strategis Pengelolaan Lahan Basah, yang bernaung dibawah payung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan Inisiatif Pembangunan Rendah Karbon. Dokumen tersebut kemudian dirasakan sangat penting, karena seperti disampaikan Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas, Dr. Vivi Yuliaswati, MSc., strategi nasional tersebut akan diinternalisasikan kedalam RPJPN 2025 - 2045 dan RPJMN 2025 - 2025. Dengan demikian, stranas lahan basah dalam konteks global juga akan dapat merespon tiga krisis planet (Triple Planet Crisis) terkait dengan perubahan iklim, polusi dan kerusakan lingkungan serta kehilangan keanekaragaman hayati. Dalam kesempatan yang sama, Direktur Wetlands International Indonesia, Yus Rusila Noor, menekankan bahwa dokumen Stranas tersebut selayaknya dikomunikasikan secara internasional sebagai catatan upaya Indonesia dalam menjaga dan merestorasi ekosistem gambut dan mangrove, melengkapi berbagai upaya lainnya yang telah diakui dunia.
Tantangan terbesar saat ini tentu saja adalah bagaimana dokumen tersebut tidak hanya sebagai dokumen saja. Dokumen selayaknya ditempatkan sebagai acuan dan panduan untuk mengawal kegiatan pembangunan secara umum, dengan berpedoman kepada inisiatif Pembangunan Rendah Karbon.
ADVERTISEMENT