Konten dari Pengguna

Media Massa Kurang Ramah Disabilitas Netra

Yusep Maulana Sidiq
Saya seorang Mahasiswa Jurnalistik di Universitas Padjadjaran
3 Juli 2024 13:29 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yusep Maulana Sidiq tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Wawancara Cito Mahasiswa Tunanetra (Source; Yusep Maulana)
zoom-in-whitePerbesar
Wawancara Cito Mahasiswa Tunanetra (Source; Yusep Maulana)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bandung - Media massa memiliki peran penting dalam memberikan informasi kepada khalayak. Seiring dengan perkembangan teknologi, persebaran informasi mengalami transformasi dari media konvensional ke media digital. Tentunya hal ini memberikan tantangan dan kendala baru bagi penyandang tunanetra.
ADVERTISEMENT
Singkatnya tunanetra adalah seseorang dengan hambatan penglihatan. Terdapat beberapa jenis tunanetra, namun yang perlu untuk lebih disoroti adalah disabilitas netra penglihatan rendah (low vision) dan buta total (blind). Untuk dua klasifikasi netra ini memiliki hambatan yang sangat membatasi kegiatan mereka. Orang dengan klasifikasi buta total bahkan tidak memiliki persepsi penglihatan sama sekali.
Hak untuk mendapatkan informasi adalah hak fundamental bagi setiap warga negara, termasuk penyandang disabilitas netra. Peraturan Dewan Pers Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pedoman Pemberitaan Disabilitas menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan akses informasi melalui pers nasional di Indonesia. Jaminan ini bertujuan agar informasi dapat diterima secara adil, mendukung pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Penyandang disabilitas, termasuk disabilitas netra, memiliki hak yang sama dengan warga lainnya dalam memperoleh informasi dan akses ke media massa.
ADVERTISEMENT
Meskipun negara telah menjamin akan hak dan kewajiban dalam penyediaan informasi bagi disabilitas tunanetra. Pada kenyataannya masih ditemukan media yang tidak ramah bagi disabilitas netra khususnya. Hal ini juga diungkapkan dari hasil penelitian Prestianta, A. M., Mardjianto, F. X. L. D., & Ignatius, H. T. N. (2018) menemukan dari 62 media siber yang telah diverifikasi secara faktual dan administrasi oleh Dewan Pers, tidak ada satu pun situs web yang sepenuhnya sesuai dengan pedoman WCAG. Rata-rata tingkat kesesuaian tertinggi terhadap WCAG dicapai oleh riau24.com dan manadonews.com, dengan nilai kesesuaian masing-masing sebesar 87,2%.
“Ketika mengakses informasi dari sosial media biasanya menggunakan platform TikTok atau Instagram kesulitan yang ditemukan biasanya dalam bentuk video. Karena sering sekali media massa yang di sosial media membungkus informasi dalam bentuk video dan hanya ditambahkan backsound saja tanpa ada audio narasi” ungkap Ramdhan mahasiswa tunanetra Universitas Pendidikan Indonesia dalam wawancara (22/04/2024).
ADVERTISEMENT
Transformasi persebaran informasi dari media konvensional ke media digital menghadirkan tantangan baru dan permasalahan baru. Apalagi saat ini banyak media massa yang sudah bergerak ke sosial media sebagai wadah untuk menyampaikan informasi ke khalayak. Selain itu, media pemberitaan online dengan bentuk artikel juga tak luput dari kekurangan yang memberikan hambatan bagi penyandang tunanetra untuk mengakses informasi.
“Biasanya yang menjadi kendala ketika mengakses informasi di media online itu iklan. Iklan itu kadang ada yang pengen ditampilkannya itu maksa, atau full satu layar dan itu biasanya mengganggu aplikasi atau alat bantu kami bahkan hp tuh bisa crash karena berat” ungkap Cito Mahasiswa Tunanetra pada wawancara (22/04/2024).
Iklan bagi media massa sebagai lembaga profit menjadi suatu hal penting. Untuk keberlangsungan media dalam memberikan informasi kepada khalayak juga bergantung kepada lembaga atau pihak pengiklan. Kita dapat banyak menemukan iklan-iklan yang bersebaran bukan hanya di media online, tetapi di platform-platform lainnya seperti YouTube, Televisi dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Namun di lain sisi iklan dapat memberikan kesulitan bagi pembaca, khususnya penyandang disabilitas netra. Mereka untuk melakukan kegiatan membaca sangat bergantung pada alat bantu berupa aplikasi screen reader. Tapi alat bantu tersebut masih memiliki kekurangan salah satunya tidak dapat membaca gambar atau foto.
“Gambar atau foto adalah momok menakutkan bagi mahasiswa tunanetra, karena tidak dapat dibaca oleh screen reader” ujar Ramdhan mahasiswa tunanetra Universitas Pendidikan Indonesia dalam wawancara (22/04/2024).
Menghadirkan informasi yang dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, termasuk penyandang disabilitas netra, adalah tanggung jawab bersama. Media massa memiliki peran penting dalam memastikan bahwa semua warga negara, tanpa kecuali, mendapatkan hak yang sama dalam mengakses informasi. Dengan upaya bersama, kita dapat menciptakan media yang lebih inklusif dan adil, yang mendukung partisipasi penuh semua individu dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Agar media massa lebih inklusif, ada beberapa langkah yang dapat diambil. Pertama, media digital perlu meningkatkan kepatuhan terhadap pedoman WCAG. Ini termasuk menyediakan alternatif teks untuk gambar dan video, menggunakan deskripsi audio untuk konten multimedia, dan memastikan navigasi yang mudah bagi pengguna dengan pembaca layar. Kedua, pelatihan dan peningkatan kesadaran di kalangan jurnalis dan pembuat konten tentang kebutuhan dan hak penyandang disabilitas netra sangat penting. Media massa harus proaktif dalam menciptakan konten yang inklusif dan dapat diakses oleh semua orang.