Refocusing Agenda Biru Melalui Blue Food Assessment

Yusixka Warih Satyaningrum
Nature Enthusiast, menulis reviu buku dan berpuisi di https://kenangkata.blogspot.com/ sambil mengamati perkembangan dunia perikanan. Lulusan Budidaya Perairan Universitas Airlangga, ASN Perencana di Kementerian Kelautan dan Perikanan
Konten dari Pengguna
13 Maret 2024 8:25 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yusixka Warih Satyaningrum tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh Oziel Gómez: https://www.pexels.com/id-id/foto/foto-tumpukan-ikan-1578445/
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Oziel Gómez: https://www.pexels.com/id-id/foto/foto-tumpukan-ikan-1578445/
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Blue Food Assessment (BFA) ditujukan sebagai dukungan kepada para pengambil keputusan dalam mengevaluasi timbal balik atas kebijakan dan menetapkan solusi berkelanjutan agenda biru untuk membangun ekosistem yang sehat menuju sistem pangan yang adil dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
BFA diluncurkan pada tahun 2021 sebagai inisiatif bersama internasional yang mempertemukan lebih dari 100 ilmuwan dari lebih dari 25 institusi. Dipimpin oleh Pusat Ketahanan Stockholm di Universitas Stockholm, Pusat Solusi Kelautan dan Pusat Ketahanan Pangan dan Lingkungan di Universitas Stanford , dan EAT.
BFA menyajikan tinjauan yang belum pernah terjadi sebelumnya mengenai sektor pangan akuatik dan telah mengungkap bagaimana perikanan dan akuakultur dapat memainkan peran yang lebih besar dalam mewujudkan pola makan yang sehat dan sistem pangan yang lebih berkelanjutan, adil, dan berketahanan di seluruh dunia.

Tujuan BFA:

ADVERTISEMENT

Manfaat BFA:

Redevelopment Strategi Agenda Biru

BFA merupakan langkah krusial dalam mewujudkan visi Ekonomi Biru Indonesia dan memperkuat ketahanan pangan nasional. Diinisiasi sebagai tindak lanjut dari peluncuran Peta Jalan Ekonomi Biru Indonesia, BFA diharapkan mampu memberikan muatan substantif dalam pengembangan sistem pangan nasional pada penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, rencana aksi ekonomi biru ini terbagi ke dalam 5 fase:
ADVERTISEMENT
Pada tahun ini telah direncanakan penyusunan Blue Food Assessment (BFA) Indonesia oleh dengan Kementerian PPN/Bappenas bersama dengang Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kemenkomarves, BRIN, Stanford University, dan para ahli dari berbagai universitas di Indonesia beserta NGO dalam negeri yang fokus pada dunia perikanan tanah air seperti IOJI. Program ini telah dianggarkan untuk dilaksanan dan telah di release lelang kebutuhan pengadaaan jasa konsultasi dan survey tersebut dengan senilai 4 Milyar rupiah.
ADVERTISEMENT
Dengan berbagai kontribusi dari berbagi pihak dan ahli diharapkan program ini dapat memetakan potensi dengan lebih akurat disertai dengan analisis untuk mengakselerasi pemilihan keijakan yang tepat sasaran.
Dua hal ini dapat menjadi peluang bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia mengingat begitu luasnya perairan laut kita.
BFA tidak hanya diharapkan mampu memetakan potensi namun dapat memotret progres pembangunan ekonomi biru se-presisi mungkin agar pemangku kebijakan dapat lebih mudah dalam menentukan starting point dalam refocusing kebijakan yang telah berjalan. kebutuhan paling mendesak dari hasil BFA antara lain:
ADVERTISEMENT
Hasil BFA dan berbagai temuan penting lainnya untuk merumuskan serangkaian tujuan kebijakan. Tujuan ini dirancang untuk mewujudkan kontribusi pangan air dalam menciptakan sistem pangan global yang lebih bergizi, adil, tangguh, dan berkelanjutan. Seluruh proses dari BFA ini diharapkan menggambarkan berbagai aspek penting pangan air, termasuk:
ADVERTISEMENT
Dokumen ini harus menekankan bahwa kebijakan yang adil dan terintegrasi antara sektor publik dan swasta sangatlah penting untuk:
Pangan air bukanlah solusi ajaib, namun dengan pengelolaan yang tepat, ia dapat menjadi kunci untuk mencapai sistem pangan yang lebih baik bagi semua bukan hanya sebagai sumber protein dan kalori.
Dibutuhkan kemampuan beradaptasi dalam menghadapi transformasi sistem pangan. Transformasi ini diperlukan untuk mencapai keberlanjutan dan keadilan dalam sistem pangan nasional. Ketidakpastian yang menyertai transformasi ini menuntut kemampuan untuk berinovasi dan diversifikasi. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang adaptif dan fleksibel untuk mencapai keberlanjutan dan keadilan dalam sistem pangan.
ADVERTISEMENT