Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kriminalisasi Suporter dan Anomali Penegakan Hukum Pada Tragedi GEJOS 19/11/2023
3 Maret 2024 17:46 WIB
·
waktu baca 10 menitTulisan dari Yusril Mukav tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada sidang yang dihelat pada hari Selasa 27 Februari 2024, kami suporter Gresik United yang terafiliasi dalam gerakan Aliansi Suporter Gresik seperti biasanya bertandang ke Pengadilan Negeri Gresik untuk mengawal kasus kriminalisasi suporter yang dialami oleh kelima kawan kami. Dalam persidangan kali ini, sebelum kami masuk ke gedung PN Gresik kami sudah disambut secara ‘hangat’ oleh beberapa ’tim penerangan dan penjagaan’ dari pihak kepolisian, tentunya hal ini sangat patut disayangkan mengingat kami bukan teroris atau kriminal yang perlu diawasi gerak geriknya.
ADVERTISEMENT
Merujuk kepada pernyataan Kabagops Polres Gresik, AKP Chalim Amrullah yang dimuat oleh media beritautama.co pada tanggal 22 Februari lalu yang mana ia menyatakan bahwa perilaku kepolisian sudah sesuai azas Salus Populi Suprema Lex Esto yang memiliki arti keamanan dan keselamatan rakyat adalah sumber hukum tertinggi, namun azas tersebut tidak relevan jika disandingkan dengan apa yang dilakukan oleh kawan-kawan Aliansi Suporter Gresik saat mendatangi PN Gresik.
Kami mempunyai tendensi hanya untuk mengawal persidangan kelima kawan kami. Terlebih lagi ia menyatakan bahwa hal tersebuta adalah permintaan salah satu Majelis Hakim Bapak Bagus Trenggono. Padahal ketika persidangan pertama, kami memenuhi ruang siding dengan tertib tanpa mengganggu jalannya proses persidangan.
KRIMINALISASI SUPORTER GRESIK UNITED
ADVERTISEMENT
Pengawalan kasus ini yang dilakukan oleh Aliansi Suporter Gresik muncul dari ketidaksetujuan kami terhadap perilaku Polres Gresik saat menyikapi tragedi Gelora Joko Samudra tanggal 19 November 2023 yang mengakibatkan kawan-kawan kami dipaksa bertanggung jawab atas persoalan tersebut. Menurut kami kejadian tragedi Gejos 19/11/2023 ditangani secara tidak objektif oleh Kepolisian Resor Gresik, yang mana diduga kawan-kawan kami diambil secara paksa tanpa ada pemberitahuan atau alasan yang jelas terhadap penangkapan yang dilakukan.
Menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Pasal 17 menyatakan bahwa ada dua alasan mengapa pihak kepolisian harus melakukan penangkapan atau syarat penangkapan. Pertama, seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana, dan yang kedua adalah adanya dugaan kuat tersebut didasarkan pada bukti permulaan yang cukup.
ADVERTISEMENT
Merujuk pada buku Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 158) yang ditulis oleh M. Yahya Harahap menyatakan enam tafsiran mengenai syarat penangkapan yang ada pada Pasal 17 KUHAP, antara lain;
1. Penangkapan Wajib Didasarkan pada Bukti Permulaan yang Cukup: Frasa “bukti permulaan yang cukup” telah diputuskan bertentangan dengan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagai minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP oleh Mahkamah Konstitusi dengan nomor putusan 21/PUU-XII/2014.
2. Melakukan Penangkapan Tidak Sewenang-wenang: yang mana penangkapan harus dilakukan menurut cara-cara yang ditentukan dalam KUHAP, dengan maksud penyidik tidak boleh menyelewengkan kepentingan penangkapan dengan malakukan ‘terduga’ dengan sewenang wenangnya, apalagi tanpa surat tugas penangkapan.
ADVERTISEMENT
3. Berpijak pada Landasan Hukum: Kewenangan yang diberikan kepada penyidik begitu luas, maka harus diingat bahwa tindakan penangkapan tersebut adalah tindakan yang benar-benar diletakkan pada proporsi untuk kepentingan pemeriksaan.
4. Tidak Menggunakan Kekerasan: Setiap anggota kepolisian dilarang melakukan penyiksaan terhadap terduga, yang mana hal tersebut berkaitan dengan hak dari terduga. Entah dalam tindakan yang berkaitan dengan tekanan intimidasi, ditakut-takuti, dan disiksa secara fisik.
5. Melengkapi Penangkapan dengan Surat Perintah Penangkapan: Sebelum melakukan penangkapan kepolisian harus memperlihatkan surat tugas secara jelas kepada terduga.
6. Dalam Melakukan Penangkapan, Harus Mempertimbangkan Hal-hal Sebagai Berikut: Keseimbangan antara bobot tindakan dan bobot ancaman, menghormati hak hak terduga yang ditangkap, dan tindakan penangkapan bukan merupakan penghukuman bagi terduga.
ADVERTISEMENT
Dari keenam tafsiran tersebut, kami sebagai Aliansi Suporter Gresik menduga banyak penyelewengan yang dilakukan oleh Polres Gresik terhadap penangkapan kelima kawan kami, yang mana hal tersebut menyebabkan kerugian secara materil, hingga non materil yang secara langsung membebani kawan-kawan kami.
ISUK DELE SORE TEMPE
Sedari persidangan awal kami tak pernah melihat satu batang hidung-pun anggota manajemen untuk mengawal berjalannya kasus ini. Tentunya kami tidak berharap, namun kami lebih mempertanyakan sikap mereka, karena pada agenda Press Con tanggal 24 November 2023 yang lalu, mereka menyatakan pada poin kelima bahwa mereka siap mengawal persoalan ini hingga selesai. ‘Isuk Dele Sore Tempe’ adalah ungkapan yang pas terhadap posisi manajemen Gresik United hari ini.
Kami tentunya menyayangkan jika persoalan ini hanya dipandang sebelah mata saja oleh Manajemen atau Presiden Klub. Karena pasalnya dari persoalan ini keluarga korban sampai harus menjemput bola dengan meminta agenda Hearing bersama DPRD Gresik. Seperti biasa manajemen yang telah diundang TIDAK HADIR dalam agenda yang dihelat pada tanggal 18/01/2024 .
ADVERTISEMENT
Nahas-nya hasil dari agenda Hearing tersebut dijawab dengan hasil pertemuan pada agenda yang berbeda. Pada hari Senin, 22 Januari 2024, DPRD Kabupaten Gresik menggelar agenda bersama manajemen Gresik United dengan audiensi yang bersifat tertutup tanpa adanya media yang dapat meliput.
Hasil dari pertemuan tertutup tersebut hanya melayangkan harapan-harapan yang tidak menyelesaikan persoalan ini secara konkrit.
Yang mungkin tak mereka sadari bahwa dengan pernyataan tersebut membuat para keluarga korban menunggu dan berharap bahwa ada bantuan secara massive yang diberikan oleh pihak Manajemen. Karena pada kenyatanya, banyak dari kawan-kawan kami yang berada di dalam jeruji besi menjadi tulang punggung keluarga, dan persoalan ini jelas lebih dari persoalan suporter, melainkan persoalan kemanusiaan.
Sebagai informasi, bahwa presiden club Gresik United hari ini adalah Fandi Akhmad Yani atau bisa disebut sebagai Bupati Kabupaten Gresik. Pada persoalan ini patut digaris bawahi bahwa sebagai Presiden Klub ia mempunyai tanggung jawab untuk mengawal kasus ini hingga selesai. Sebagai Bupati Gresik, ia bertanggung jawab menuntaskan kebutuhan materil atau non-materil keluarga korban yang mana masih termasuk bagian dari masyarakatnya, peri-hal yang selalu ia tegaskan dalam pidato-pidato gagahnya di acara club Gresik United.
ADVERTISEMENT
Untuk mereka, tuntutan kami jelas, bahwa kami sudah cukup dengan omong kosong setiap kepengurusan yang hanya berisi ungkapan janji-janji palsu, suara suporter Gresik United hanya digunakan lima tahun sekali, dan hasilnya tidak berdampak pada kami, maupun pada masyarakat Gresik secara keseluruhan.
ANOMALI PENEGAKAN HUKUM HINGGA MINGGU KETIGA
Agenda sidang ketiga yang dihelat pada tanggal 27 Februari 2024 membahas replik atau jawaban dari eksepsi kuasa hukum kawan-kawan. Namun ternyata hasil replik yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum menurut kami tidak siap sama sekali.
Dari hal tersebut kami mengartikan bahwa pihak mereka kebingungan dengan alur kasus yang telah didakwakan. Pasalnya ada beberapa delik dalam kasus tersebut tidak bisa dijabarkan secara jelas unsur hukumnya, dan isi replik yang dibacakan tidak menjelaskan dasar hukum yang dapat menjerat kawan kawan pada persoalan ini.
ADVERTISEMENT
Menurut tim penasehat hukum kawan-kawan kami dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Kabupaten Gresik menyatakan bahwa surat dakwaan dari JPU tidak terang atau jelas, banyak dari materi dakwaan yang kabur. Pasalnya dari surat dakwaan tersebut, hanya dengan obrolan biasa dapat dijadikan sebuah delik untuk memidanakan seseorang dengan berbagai dalih.
Selain itu, tim kuasa hukum kawan-kawan juga menganggap pasal penghubung dari dakwaan cenderung dipaksakan. Dapat dicontohkan dengan analogi; jika ada sebuah perintah atau seruan, maka seharusnya ada yang melaksanakan, dan harus dipastikan yang melaksanakan hal tersebut atas perintah, seruan, dan/atau pengaruh dari orang yang menyerukan maupun yang mempengaruhi. Isi surat dakwaan JPU tidak menyatakan hal itu secara jelas.
Dari semua hal tersebut tentunya JPU harus membuktikan tentang persoalan isi surat dakwaan yang mereka buat di depan majelis hakim, dengan dukungan keterangan saksi hingga alat bukti yang telah dicantumkan. Namun, hemat kami, melihat pembacaan eksepsi yang dibuat oleh YLBH Kabupaten Gresik pada sidang kedua yang diselenggarakan pada tanggal 20/02/2024 akan lemahnya materi dakwaan, kami optimis bahwasannya majelis hakim akan memutus bebas kawan-kawan kami.
ADVERTISEMENT
GAS AIR MATA YANG MUNCUL KEMBALI
Kami mengutip sebuah adagium hukum yang cukup terkenal, adagium itu berbunyi “Facta Sunt Potentiora Verbis”, yang mempunyai arti Perbuatan atau fakta lebih kuat dari kata-kata. Adagium itu merujuk pada satu fakta yang sedang luput di tengah masyarakat Gresik mengenai persoalan ini, yaitu Gas Air Mata.
Kami mengingatkan kembali bahwa pada kejadian tragedi Gelora Joko Samudra 19 November 2023 di tengah kemelutnya bentrok antara suporter Gresik United dengan pihak Kepolisian adalah tembakan gas air mata yang diluncurkan secara membabi buta di tengah kerumunan massa.
Sudah jelas dengan hal tersebut, pihak kepolisian tidak belajar sedikit-pun.
Mereka tidak mengingat alat apa yang mereka pergunakan untuk membunuh 135+ nyawa di Stadion Kanjuruhan, mereka juga tidak mengingat bahwa alat tersebut dapat menjadi malapetaka kedua setelah tragedi Kanjuruhan, dan faktanya ada beberapa video yang beredar di media masa tentang korban Gas Air Mata yang sengaja diredam pada tragedi Gejos 19/11/2023.
ADVERTISEMENT
Setelah kejadian Tragedi Kanjuruhan, Kepolisian Negara Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pengamanan Penyelenggaraan Kompetisi Olahraga yang ditandatangani oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) yaitu Yasonna Laoly pada tanggal 4 November 2022.
Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2022 ini membahas tentang perwujudan keamanan dan keselamatan masyarakat dalam penyelenggaraan kompetisi olahraga, yang mana sebuah jawaban untuk pembelajaran pada Tragedi Kanjuruhan.
Namun sayangnya peraturan ini tidak diindahkan oleh Polres Gresik maupun Polda Jatim yang pada saat itu mempunyai peranan tugas pengamanan pertandingan. Mereka tidak mengindahkan isi Pasal 22 dan Pasal 29.
Pada Pasal 22 ayat (3) mengatakan bahwa dalam melaksanakan Pengamanan Penyelenggaraan Kompetisi Sepak Bola, Personel Pengamanan dilarang membawa atau menggunakan senjata api atau senjata pengurai massa.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya pada Pasal 29 yang menyatakan jika terjadi perlawanan fisik terhadap Personel Pengamanan dalam situasi Ambang Gangguan dengan diawali adanya permintaan dari Petugas Keselamatan dan Keamanan di zona I (pada Pasal 24) yang disampaikan melalui Kepala Operasi atau Kepala Pengendali, petugas dapat melakukan tindakan melumpuhkan hanya dengan menggunakan; kendali tangan kosong lunak, kendali tangan kosong keras; dan kendali senjata tumpul.
Yang artinya, tidak ada satu arahan atau aturan dalam Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2022 yang memperbolehkan dalam situasi yang terjadi di Gelora Joko Samudra menggunakan Gas Air Mata menjadi alat pengurai.
Laman CNN Indonesia pada tanggal 20/11/2023 mengabarkan, Kapolres Gresik yang saat itu masih dijabat oleh AKBP Adhitya Panji Anom menjelaskan bahwa penembakan Gas Air Mata yang dilakukan oleh para personilnya telah sesuai dengan prosedur, karena tidak dilakukan di dalam stadion, dan dilakukan di tempat terbuka.
ADVERTISEMENT
Maka dari pernyataan Adhitya, kami dapat menyimpulkan dalam dua hal mengapa hal itu dapat terjadi. Pertama, tidak semua pihak kepolisian dapat memahami secara langsung aturan perundang-undangan yang telah disahkan oleh negara, dan yang kedua, pihak kepolisian hanya menyelesaikan persoalan tersebut dengan mencari shortcut atau jalan pintas tanpa mempertimbangkan efek keberlanjutannya.
Karena, banyak sekali saksi mata yang mengabadikan momen mengerikan itu lewat video di media masa. Tayangan video korban akibat dari Gas Air Mata yang ditembakkan oleh pihak kepolisian, entah korban tersebut adalah anak-anak, hingga orang dewasa.
Video bukti tindakan aparatur kepolisian tersebut tiba-tiba lenyap. Hingga pada saat ini, hal tersebut tidak pernah dipersoalkan, tidak ada hukuman yang dilayangkan untuk Polres Gresik ataupun Polda Jawa Timur sebagai penyelenggara pengamanan, dan pada akhirnya hanya kelima kawan kami yang dijadikan martir dari tragedi tersebut.
ADVERTISEMENT
PENUTUP
“Fiat Justitia Ruat Caelum”, adagium yang sangat populer sekali digunakan di kalangan masyarakat hukum Indonesia, yang mempunyai arti Hendaklah Keadilan Ditegakkan, Walaupun Langit Akan Runtuh. Sebuah adagium yang seharusnya dapat menginspirasi semua kalangan, khususnya penegak hukum di negeri ini.
Kebebasan adalah sebuah ide yang murni, yang muncul secara spontan ketika kita merasa bahwa penindasan dan ketidakadilan adalah bahaya yang paling laten di muka bumi ini.
Maka dengan hal tersebut kami menuntut bahwa Pengadilan Negeri Gresik harus melihat kasus ini secara objektif, dengan memutuskan kebebasan bagi kawan-kawan kami dan mengadili bagi siapapun yang berperilaku tidak adil dalam menangani kasus ini.
Kedua, kami barisan suporter Gresik United yang terafiliasi dalam Aliansi Suporter Gresik tidak akan mundur sedikit-pun untuk mengawal kasus ini, kami tidak peduli sebesar apapun manajemen Gresik United itu berdiri, jika memang tidak mampu, maka kami persilahkan untuk mundur.
ADVERTISEMENT
Ketiga, kami mengutuk tindakan penembakan Gas Air Mata yang dilakukan oleh Polres Gresik dan Polda Jawa Timur. Kami meminta aktor-aktor dibalik tindakan tersebut diproses secara hukum, dan diadili sebagaimana mestinya. Karena pada akhirnya pihak kepolisian tidak pernah belajar, dan merasa bersalah atas tragedi yang telah terjadi.
Suporter bukan kriminal, dan kami bukan masyarakat yang dapat dibeda bedakan kelasnya. Kami mempunyai hak yang sama sebagai warga negara dan hak sama di hadapan hukum. Tidak ada kata selain lawan! lawan! lawan ketidakadilan!
Untuk Syihab, Fajar WG, Erik, Johan, dan Martha. Tak lupa juga untuk masyarakat Gresik yang mempunyai nasib yang sama.
#SampaiSemuaBebas