Aku, Suamiku, dan Mbak Dolores

Konten dari Pengguna
20 Maret 2020 16:21 WIB
comment
34
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yustina D Prasadja tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam periode working from home (wfh) guna mengurangi risiko penyebaran COVID-19, saya mulai getol membuka laman media sosial. Sebuah twit dari Deepak Chadran yang berisi lebih cepatnya kemungkinan ia dan istrinya saling membunuh karena wfh dibanding oleh virus Corona, menyentil saya.
ADVERTISEMENT
Dari situ saya berpikir bahwa setiap pernikahan memang mempunyai tantangannya masing-masing.
Pernikahan kami sendiri dibayangi oleh kehadiran wanita Irlandia. Saya tidak bisa menyampaikan protes saya sebagai istri, karena suami saya lebih dahulu bertemu dengan wanita itu.
Mengingat saya juga sedang di bawah tekanan penyampaian tugas menulis, saya putuskan untuk menceritakan pengalaman saya, suami saya dan wanita Irlandia bernama Dolores.
Dengan seizin suami saya, tentunya.

“Pertemuan Pertama”

Waktu itu suami saya masih sekolah tingkat atas, pamannya mulai memperkenalkan musik-musik yang sedang jaya kala itu. Sepultura dan Metallica adalah makanan utama, mungkin karena keduanya baru saja menggelar konser di Indonesia. Selain itu, ada juga tersempil lagu-lagu seperti Smell Like Teen Spirit-nya Nirvana dan November Rain milik Guns N’ Roses.
ADVERTISEMENT
Di antara gempuran band-band pria, tersisip suara melengking vokalis wanita yang khas dengan teriakan yodellingheyah heyah” di bagian akhir refrain. Yup, lagu Zombie dari The Cranberries yang bahkan sampai saat ini sulit untuk dilupakan pendengar musik di seluruh dunia.
Lagu fenomenal itu ternyata terinspirasi dari peristiwa peledakan bom oleh Irish Republican Army (IRA) di kota Warrington, Inggris. Peristiwa yang menewaskan dua orang anak berusia 3 dan 12 tahun ini, berhasil digambarkan dengan apik di lagu tersebut, sehingga dapat memantik amarah dan kesedihan namun sekaligus membakar semangat para pendengarnya.
Namun, lagu I Can’t Be with You dari album kedua No Need To Argue, yang membuat suami saya bertekuk lutut oleh Dolores O’Riordan, sang vokalis dan pencipta semua lagu The Cranberries.
Dolores O’Riordan, vokalis dan pencipta lagu, The Cranberries. Photo : Reuters/Paul Yeung

mbak Dolores

Awalnya Dolores dikenal sebagai pencipta lagu yang cenderung nge-pop, lembut dan sederhana yang tercermin dalam album pertama The Cranberries, Everybody Else is Doing It, So Why Can’t We?
ADVERTISEMENT
Dua single andalan di album ini, Dreams dan Linger, menceritakan perasaan Dolores ketika sedang jatuh cinta. Pada album kedua pun, lagu yang lembut masih dapat ditemukan pada lagu Ode To My Family, yang menceritakan orangtua dan masa kecil Dolores di kota Limerick. Ditambah lagu Dreaming My Dreams yang bercerita tentang keluarga dan teman-temannya.
Pada album ketiga, To The Faithful Departed (1996), Dolores membawa The Cranberries ke level yang berbeda dan menjadi lebih “politis”.
Sayangnya, publik kurang menerima album ini. Namun suami saya membela dan menilai album ini sangat underrated dan seharusnya mendapatkan lebih banyak penghargaan. Menurutnya, di album ini, Dolores terlihat lebih gamblang dalam mengutarakan lirik-lirik lagunya. Dolores melanjutkan cerita mengenai penderitaan akibat perang dengan judul yang sangat eksplisit seperti dalam lagu Warchild dan Bosnia. Dolores bahkan secara terang-terangan menceritakan tentang dunia ketergantungan obat yang tertuang dalam Salvation.
ADVERTISEMENT
Pasca album ketiga, Dolores mengalami nervous breakdown. Ketenaran di usia muda menyebabkan perasaan stress dan overwhelm. Keduanye menyebabkan dia bahkan enggan keluar kamar karena merasa selalu diawasi.
Dolores baru kembali menulis lagu setelah kelahiran anak pertamanya. Anak lelaki itu membuat hidup Dolores lebih baik dan lebih tenang. Ini terlihat dari album Beury The Hatcht (1999) dan Wake Up and Smell The Coffee (2001) yang memunculkan nuansa yang lebih riang dan dewasa.
Kaos merchandise The Cranberries: Something Else Tour. Photo : koleksi pribadi

Menemani di kala sedih

Pada 2001 sampai 2002, suami saya mendapatkan cobaan yang berat. Sang ibu mengidap kanker dan akhirnya meninggal dunia.
Melalui lagu Ode To My Family dan I Can’t Be With You, mbak Dolores menemani suami saya melewati fase yang kurang menyenangkan dalam hidupnya. Petikan gitar dan hentakan drum di awal, disertai dengan lirik lagu yang sederhana, selalu terngiang dan menyenangkan untuk didengar.
ADVERTISEMENT
Di lagu Carry On, suara mbak Dolores saat menyanyikan “I didn’t understand the things you’re going through. I never understood, I really never knew. Carry on. The sun will always shine. Carry on.” menghandirkan ketenangan yang amat sangat ujar suami saya. Bagi dia, hanya mbak Dolores yang bisa sedikit menyembuhkan luka.

“Putus” dan pertemuan kembali

Pada tahun 2003, The Cranberries memutuskan vakum. Para personelnya memutuskan untuk menggarap proyek masing-masing.
9 yahun kemudian, The Cranberries kembali hadir dengan album Roses (2012). Album Something Else yang hadir pada 2017 berisi 10 lagu lawas dan 3 lagu baru dirilis dalam format unplugged dan orchestra. Keduanya mendapatkan sambutan yang cukup baik dan mereka kemudian memutuskan untuk kembali melakukan tur.
ADVERTISEMENT
Pertemuan kembali suami saya dan mbak Dolores terjadi di Ancol pada 2011. Meski saat itu kami sudah pacaran, namun saya memberikan ijin untuk menonton wanita yang telah menemani di periode terbawah dalam hidupnya, sendirian.
Pantai Carnaval Ancol menjadi saksi bisu pertemuan mereka. Suara khas mbak Dolores saat menyanyikan lagu-lagu hits The Cranberries menarik garis nostalgia dan kembali memenuhi relung-relung hati yang dahulu pilu namun telah terobati.

Kecemburuan saya dengan mbak Dolores

Selasa malam, 2 Mei 2017, kurang lebih 1.000 orang di dalam Admiralspalast, Berlin. Saya prediksi rata-rata berusia 30 tahun ke atas, dengan kurva terbanyak berada di kisaran kelompok umur 35-45 di mana saya termasuk salah satunya.
ADVERTISEMENT
Para orang terlewat (masa) muda ini sedang menunggu penampilan mbak Dolores O’Riordan, mas Noel Hogan, mas Mike Hogan dan mas Fergal Lawler yang sedang melakukan Something Else Tour, mengikuti rilisan album baru berformat akustik dengan judul yang sama.
Para penonton menunggu dimulainya konser The Cranberries di Admiralspalast, Berlin. Photo : koleksi pribadi
Atmosfer konser pasti kalah meriah dari pertunjukkan mereka di Java Rockin Land tahun 2011. Tempat konser ini hanyalah hall kecil berkapasitas 2000 orang. Panggung yang tidak besar hanya ditemani tata lampu yang seadanya.
2 jam lamanya mbak Dolores membawakan sederetan lagu-lagu hits The Cranberries. Dan 2 jam pula saya didiamkan oleh suami saya! Darah kecemburuan melesat tinggi.
Herannya, lagu mereka seperti Dreams, Linger, Zombie, Free to Decide, Salvation dan lagu favorit suami saya I Can’t Be With You dan Ode To My Family secara fasih ikut saya nyanyikan. Entah karena saya terlalu sering dengar lagu ini di rumah atau jangan-jangan saya juga sebenarnya pemuja mbak Dolores.
Tiket masuk konser The Cranberries di Admiralspalast, Berlin. Photo : koleksi pribadi
Secara garis besar, meski banyak yang menilai masa jaya The Cranberries sudah lewat, namun band ini tetap mampu mengambil hati. Dahaga kami, walaupun Carry On tidak dinyanyikan, telah terpuaskan.
ADVERTISEMENT
Dolores yang saat itu sudah berusia 45 tahun memang tidak seenerjik dulu. Entah karena energinya sudah berkurang, atau karena format konser yang menyertakan string quartet player, yang membuatnya kurang bisa bergoyang. Goyangnya pun minimalis, hanya goyang kepala dan sedikit menggoyangkan pinggul. Dia tidak lagi berlarian mengelilingi panggung, ke depan, ke sisi kanan dan kiri panggung, menyapa penonton dan sedikit ber-headbanging seperti dahulu.
Meski demikian, lengkingan suara Dolores masih sama dan terdengar menyenangkan di telinga. Penontonnya, walaupun tidak terlihat “liar”, tapi sangat bersemangat dan ikut menyanyikan semua lagu The Cranberries.
The Cranberries menghentak penonton di Admiralspalast, Berlin. Photo : koleksi pribadi

Perginya sang cinta lama

Pada awal masuk kantor saya terbiasa membuka halaman berita agar mengejar perkembangan dunia. Pagi itu, 15 Januari 2018, saya memberikan kabar tentang kematian Dolores yang saya baca di laman berita kepada suami. Kami memang mendengar ia sakit setelah konser yang diadakan di Jerman dan terpaksa membatalkan konser nya di Inggris. Namun kami kira itu hanya sakit biasa, terlalu lelah atau hanya masuk angin.
ADVERTISEMENT
Kematian tiba-tiba Dolores yang baru menginjak usia 46 tahun membuat dunia terhenyak. Presiden Irlandia, Michael Higgins, bahkan menyebut bahwa meninggalnya Dolores sebagai kehilangan besar di dunia musik.
Di rumah saya, suasana duka tidak terelakkan. Selama beberapa hari, suami saya murung dan terlihat mengawang. Setiap hari selama dua minggu, rumah kami hanya dipenuhi suara mbak Dolores.
Jangankan percobaan menghibur, bahkan ucapan halus menenangkan jiwa yang saya punya pun tidak mampu menutup duka suami saya atas kepergian mbak Dolores. Saya mengaku kalah dengan mbak Dolores. Hanya mbak Dolores yang bisa menenangkan jiwa suami saya itu.
Saat itu, saya juga menyadari bahwa selamanya kehidupan saya akan selalu dihantui suara mbak Dolores yang dengan tenang menggumamkan penggalan lagu When You’re Gone.
ADVERTISEMENT
And I miss you when you’re gone. That is what I do