015139900_1547813879-sholat_jamak.jpg

Filosofi Ramadan

Yusuf Mansur
Pendiri Pondok Pesantren Tahfizh Daarul Quran
5 April 2022 8:07 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Filosofi Ramadan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Jangankan manusia, binatang pun puasa. Ayam betina di kandang, kalau lagi ngerami telurnya, puasa dia. Ikan salmon dewasa, saat memijah dari laut ke sungai, juga berhenti makan. Setelah itu bertelur, lalu mati. Beruang dan katak, juga mengalami fase hibernasi (tidur panjang) guna menghindari musim dingin atau kekeringan. Selama tidur, mereka puasa, kagak ngemil sama sekali. Tumbuhan juga begitu, misalnya pohon kapuk yang merontokkan seluruh daunnya di musim kemarau. Rumput pun dapat bertahan hidup dengan hanya meninggalkan akar tinggalnya saja. Tetumbuhan itu akan mengakhiri puasanya untuk bersemi lagi bila saatnya tiba.
ADVERTISEMENT
Puasa dipraktikkan manusia sejak jaman dahulu sebelum Islam datang. Orang Hindu mengenal puasa ekadasi (sebelas hari setiap dua minggu hitungan bulan). Elmer L. Towns, dalam kajian kitab Injil berjudul Fasting for Spiritual Breakthrough, menyebut sedikitnya sembilan jenis puasa menurut Injil. Umat Yahudi memiliki setidaknya 7 hari puasa dalam kalender Yahudi. Masyarakat Jawa, khususnya yang masih mempraktikkan Kejawen, juga punya aneka ragam adat puasa (tapa).
Umat Islam diwajibkan berpuasa Ramadan. Ada juga yang tidak wajib, seperti puasa Senin-Kamis, puasa Nabi Daud, puasa Asyuro, Muharram, dan lain-lain. Setidaknya ada 11 jenis puasa sunah dalam syariah Islam.
Terus apa maksud puasa menurut ajaran Islam?
Manusia punya sifat asli seperti yang dijelaskan Allah SWT: “Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan” (QS Al-Fajr: 20). Dipertegas oleh Rasulullah SAW: “Seandainya anak Adam memiliki dua lembah yang dipenuhi harta kekayaan, dia pasti menginginkan lembah yang ketiga” (HR Tirmidzi dari Ibnu Abbas).
ADVERTISEMENT
Nah, orang berpaham materialisme, akan mengikuti saja sifat alami manusia itu. Maka kita kenal prinsip: Time is Money. Maka mereka juga workaholic alias gila kerja. Uang yang didapat, diputar terus buat mengejar kepuasan, membeli dunia. Coba bayangin, pada Desember 2011, ada orang yang rela membayar sebuah tas merek Hermes Diamond Birkin seharga 203.150 dollar AS atau Rp 1,8 miliar di Balai Lelang Heritage Auctions, Dallas, AS. Apa coba yang dia cari, selain hanya kepuasan. Padahal, kalau duit segitu buat bikin Rumah Tahfidz, dapat menghasilkan berapa ratus santri penghafal Qur’an tuh?
Belom lagi berkembangnya banyak aktivitas transaksi digital yang menawarkan keuntungan dalam waktu sekejap. Ya kalau kita paham, yang dapetnya instan itu jatuhnya juga instan. Secara Allah aja nyuruh kita berproses. Tapi balik lagi, itulah sifat asli manusia.
ADVERTISEMENT
Tentang mereka, Allah SWT berfirman: "Biarkanlah mereka makan, dan bersenang-senang, mereka dilalaikan oleh angan-angan dan mereka akan mengetahui akibatnya" (QS Al Hijr 3). "Orang-orang kafir mereka bersenang-senang dan makan seperti binatang ternak makan. Dan neraka adalah tempat tinggalnya" (QS Muhammad 12). ‘’Mereka hidup di dunia ini dalam keadaan kosong. Jiwanya dikuasai nafsunya, menghalalkan segala cara, dan dihari kiamat nanti mereka mendapat balasan yang setimpal. "Demikian itu bersenang-senang di bumi tanpa haq dan mereka sombong" (QS Ghofir 75).
Sebaliknya dari materialisme, ada manusia berpaham rahibiyah (kerahiban). Mereka menolak sama sekali dunia, baik makan, minum, maupun kebutuhan seksual. Berarti mereka menolak fitrah manusia.
Islam agama yang mengajarkan zuhud. Zuhud, menurut Lisanul Arab, merupakan lawan sikap senang dan ambisi pada dunia. Syaikh Ibnu Taimiyah menyebutkan, zuhud adalah meninggalkan yang tak bermanfaat di akhirat. Bedanya dengan wara', meninggalkan apa yang dikhawatirkan berbahaya di akhirat. Sedangkan menurut ulama dan sastrawan Sofyan Tsauri, zuhud di dunia artinya tidak panjang angan-angan. Tapi bukan sekadar dengan memakan makanan keras atau memakai pakaian kasar (Madarik As Salikin, 284).
ADVERTISEMENT
Memang, Rasulullah hidupnya sederhana betul. Beliau tidur beralas pelepah pohon kurma, yang meninggalkan bekas di punggungnya. Makan bila ada yang dimakan. Berpuasa bila tak ada makanan, dan mengganjal perut dengan batu bila lapar.
Namun, beliau memperingatkan Abu Darda agar memperhatikan dan menggauli istrinya. Beliau pun mengoreksi orang yang berniat puasa selamanya dan membujang selamanya.
Abdullah pernah memperingatkan Fudhail, agar tak keasyikan dalam ibadah pribadinya sehingga melalaikan ibadah jihad. Setelah membaca surat peringatan Abdullah nan indah dan menyentuh, Bin Iyad belakangan sadar dan menyusul berjihad.
Jadi, zuhud yang diajarkan Nabi adalah menguasai dan mengendalikan dunia. Rasul saw berkata, "Zuhudlah di dunia, niscaya Allah cinta kepadamu. Dan zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia, niscaya mereka mencintaimu" (HR Ibnu Majah). Maka Abu Bakar berdo’a: "Ya Allah, jadikanlah dunia di tanganku dan jangan Kau jadikan dunia di dalam hatiku.’’ Artinya, kita yang harus jadi tuan bagi dunia, jangan dunia memperbudak kita.
ADVERTISEMENT
Nah, untuk mengendalikan diri itulah, disyariatkan puasa. Puasa secara bahasa berarti: menahan (الِإمْسَاكُ), diam (الصُمْتُ), tidak bergerak (الرُكُوْدُ) dan yang semakna dengannya. Jadi, hakikat puasa adalah ‘‘menahan atau mengendalikan diri (hawa nafsu)’’.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten