Budaya Pancasila Kunci Merawat Kemerdekaan

Yusuf Wibisono
Pegawai pada BLU PPK Kemayoran
Konten dari Pengguna
16 Agustus 2021 18:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yusuf Wibisono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Garuda Pancasila.
 Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Garuda Pancasila. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
76 bukanlah angka yang sedikit, dalam hitungan tahun maka setara dengan ¾ abad, waktu yang terbilang panjang, dan selama itulah kenikmatan yang telah dirasakan dari kemerdekaan. Para pemimpin bangsa pun merawat kemerdekaan melalui berbagai macam keberhasilan, terbaru dan masih belum kering dari ingatan kita adalah keberhasilan pasangan ganda putri bulutangkis Greysia Polii dan Apriyani Rahayu meraih medali emas pada Olimpiade di Tokyo, Jepang.
ADVERTISEMENT
Yang kemudian menjadi pertanyaan di benak adalah, apakah cukup dengan raihan keberhasilan tersebut, apakah telah bergerak bangsa ini, pesatkah perkembangan bangsa ini? Negara Jerman, Jepang dan Tiongkok yang porak poranda pasca perang, hanya membutuhkan sekitar 20 tahunan untuk dapat bangkit kembali dan diakui sebagai kekuatan di mancanegara, bahkan data bank dunia mencatat nilai ekspor tiongkok sepanjang 2016 mencapai US$2,09 triliun (Rp 27,9 kuadriliun), menduduki peringkat pertama di atas Amerika.
Presiden Soekarno berhasil memproklamirkan kemerdekaan melalui perjuangan yang tidak mudah, Dua kali ditangkap dan dijebloskan ke penjara oleh Belanda pada tahun 1929 dan 1933, Soekarno kemudian bersama Bung Hatta dan para pendiri Bangsa Indonesia akhirnya dapat mewujudkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, jelang kemerdekaan pada sidang BPUPKI, Ketua sidang Dr. Radjiman Wedyodiningrat pun bertanya, “Apa dasar negara yang hendak dibentuk?” yang kemudian pertanyaan ini terjawab dengan lahirnya Pancasila. Pancasila sebagai konsensus politik lahir dari kemajemukan budaya yang mengacu pada kultural bangsa Indonesia.
Mengapa Pancasila?
Pancasila lahir pada saat ideologi lain seperti liberalisme, kapitalisme komunisme, dan lainnya telah berkembang lebih dulu sebagai pemikiran dan cara pandang dalam mengelola kekuasaan, di mana jangka waktu proses yang telah dilaluinya sangat panjang. Sehingga ideologi tersebut banyak digunakan sebagai rujukan dalam mengelola suatu negara oleh bangsa lain.
Sebagai jawaban atas kemajemukan dan beragam suku yang tersebar di Indonesia, rumusan dasar Pancasila mampu disepakati menjadi titik temu keseimbangan secara bersama oleh 60 orang perwakilan suku/golongan yang tersebar diseluruh Indonesia (BPUPKI). Selanjutnya dengan diilhami oleh kata-kata pujangga Mpu Tantular “Bhinneka Tunggal Ika”: walaupun beraneka ragam adalah satu, kemudian tercantumlah pada lambang negara.
ADVERTISEMENT
Sebagai ideologi terbuka, Pancasila dalam menghadapi dinamika perkembangan dan perubahan zaman, memungkinkan untuk dilakukan pembaruan dan pengembangan yang maknanya bukan merevisi nilai-nilai, tapi hadir dalam setiap perubahan waktu, tanpa menghilangkan maupun mereduksi hakikat dari Pancasila itu sendiri.
Nilai-nilai Pancasila pada generasi era 90 sampai 2000-an masih sangat terasa, melalui kegiatan upacara maupun Pramuka, namun bagaimana dengan era saat ini? Bagaikan tanaman yang tumbuh menjadi bunga yang indah atau rindang, maka agar proses pertumbuhannya sempurna, perlu untuk ditambahkan pupuk. Begitu pula dengan Pancasila yang akan selalu menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan zaman, perlu diperkuat dengan pengembangan pemikiran nilai-nilai baru yang relevan.
Pancasila dan Generasi Muda
Tantangan yang hadir pada Pancasila di tengah globalisasi adalah perkembangan teknologi dan ideologi transnasional. Revolusi Industri 4.0 juga ikut andil dalam perubahan yang terjadi di negara-negara seluruh dunia, peran manusia tereduksi oleh teknologi, sementara teknologi itu sendiri tidak dapat mengaplikasikan ideologi dalam tindakan.
ADVERTISEMENT
Sebaran informasi yang cepat dan masif melalui internet, media sosial, dan teknologi lainnya, perlu disikapi dengan membangun peran Pancasila dalam literasi digital dan sosialisasi nilai-nilai dasar, kemudian langkah selanjutnya adalah “mengamplifikasi” ke seluruh lapisan masyarakat hingga terciptanya kultur dengan nilai-nilai Pancasila.
Langkah lainnya adalah dengan mendorong hadirnya kembali Pendidikan Pancasila pada institusi pendidikan dan lembaga lainnya seperti Lembaga Pendidikan, Universitas, dan Organisasi Masyarakat, serta melakukan terobosan dengan mewujudkan Pancasila sebagai disiplin ilmu di samping pemahaman ideologi.
Internalisasi “budi pekerti” ke dalam program Pendidikan Pancasila dengan pemikiran “Zaman Now” akan sangat relevan untuk dilakukan, menyesuaikan dengan gaya “kekinian” ala generasi “Millennial, Z, maupun Alpha”. Generasi tersebut adalah generasi masa depan yang memiliki pemahaman dan perilaku yang sangat dipengaruhi oleh teknologi.
ADVERTISEMENT
Nilai-nilai Pancasila dapat dibudayakan dalam kehidupan sehari-hari seperti menghargai pendapat orang lain dalam ruang publik “dunia maya”, merawat lingkungan sebaik merawat tanaman atau hewan peliharaan milik pribadi, berkeyakinan dan berketuhanan dengan tetap merawat toleransi antar umat beragama, serta membangun sarana dan prasarana teknologi yang mengedepankan nilai-nilai dalam pemanfaatannya.
Peran serta dan kontribusi nyata dalam pembangunan merupakan indikator keberhasilan kemerdekaan, namun aktualisasi Pancasila dalam budaya merupakan indikator lainnya yang perlu ditumbuhkembangkan sebagai awal dari merawat kemerdekaan dan merupakan salah satu cara untuk memperingati 76 tahun kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Dirgahayu Indonesia.