Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Apa Kabar Uji Coba Kantong Plastik Rp 200?
13 November 2017 18:06 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
Tulisan dari Zachrina Aprillia Jati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
21 Februari 2016 bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional, pemerintah menerapkan uji coba kebijakan kantong plastik berbayar seharga minimal Rp 200 di 23 kota di seluruh Indonesia. Ramai-ramai orang membincangkan harga plastik yang tak lagi gratis. Lalu bagaimana kabarnya sekarang?
ADVERTISEMENT
Uji coba itu berdasarkankan kajian gentingnya permasalahan sampah kantong plastik di Indonesia. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan bahwa plastik dari 100 toko Aprindo (Asosiasi Pedagang Ritel Indonesia) saja dalam waktu satu tahun dapat mencapai 10.950.000 lembar sampah kantong plastik.
Sementara total sampah pada tahun 2019 di Indonesia diprediksi akan mencapai 68.000.000 ton dan sampah plastik diperkirakan akan mencapai 9.520.000 ton atau sekitar 14% dari total sampah yang ada. Indonesia bahkan berada diperingkat dua dunia setelah Cina sebagai negara penghasil sampah plastik ke laut mencapai sebesar 187.200.000 ton (Jambeck et al.2015).
Uji coba itu tertuang dalam Surat Edaran KLHK Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun Nomor S.1230/PLSB3-PS/2016 terkait Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar.
ADVERTISEMENT
Uji coba dilakukan di 23 kota yaitu Jakarta, Depok, Bekasi, Bogor, Tangerang, Bandung, Semarang, Solo, Yogyakarta, Malang, Surabaya, Denpasar, Banda Aceh, Medan, Pekanbaru, Palembang, Banjarmasin, Balikpapan, Makassar, Kendari, Ambon, Jayapura, Tangerang Selatan. Inti surat edaran itu adalah "Harga jual kantong plastik selama uji coba penerapan kantong plastik berbayar sebesar minimal Rp 200 per kantong sudah termasuk PPN."
Evaluasi dan Gejolak Plastik Berbayar
Monitoring evaluasi (Monev) plastik berbayar dilakukan pada 23 Maret – 3 April 2016. Monev pertama ditujukan untuk memotret kondisi awal di pelaksanaan lapangan setelah satu bulan. Setidaknya, ada 5 kota administratif di provinsi DKI Jakarta dan 22 Kota (27 kota). Selain itu, terdapat 160 ritel dan 535 orang konsumen yang mengisi kuesioner evaluasi.
ADVERTISEMENT
Temuan di lapangan menunjukkan jumlah penurunan penggunaan kantong plastik rata-rata sebesar 25% selama periode Januari – Maret 2016. Sebagai contoh, secara lebih spesifik KLHK menemukan pengurangan penggunaan kantong plastik sekali pakai yang cukup signifikan. Di antaranya, seperti di Transmart Bandung (48,96%), Carrefour Jakarta utara (61,40%), Giant Palembang (60,46%), Giant Pekanbaru (40%), Carrefour Tangerang Selatan (82,90%).
Selain diklaim mengurangi penggunaan kantong plastik sebesaar 25-30 persen, uji coba kantong plastik berbayar itu juga diklaim mendapat respons positif masyarakat. Sebanyak 87,2 persen masyarakat mendukung kebijakan ini dan 91,6 persen masyarakat bersedia membawa kantong belanja sendiri.
Kabar baik lebih membanggakan terkait penurunan penggunaan kantong plastik juga diungkapkan oleh Rahyang Nusantara, Ketua Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik.
ADVERTISEMENT
“Jadi uji coba itu salah satu yang kami dorong dan kami nilai cukup berhasil, karena dari satu sampai tiga bulan percobaan itu rata rata sekitar 55 persen kantong plastik berhasil dikurangi”, kata Rahyang yang juga anggota Aliansi Zero Waste Indonesia, kepada kumparan (kumparan.com), Rabu (8/11).
Tapi klaim sukses uji coba kantong plastik yang dirilis Kementerian LHK dan catatan LSM itu, nyatanya tak berbeda seperti udara panas yang menguap. Hingga kini uji coba itu tak bermakna apapun. Alih-alih sukses membuat masyarakat mengurangi kantong plastik, ternyata pemerintah masih berkutat soal aturan agar uji coba itu diwujudkan dalam program efektif.
"Uji coba nasional ini diperlukan untuk memperkuat dan menyempurnakan muatan teknis Peraturan Menteri tentang Pembatasan Penggunaan Kantong Belanja Plastik Sekali Pakai, yang saat ini masih dalam perampungan," bunyi surat edaran Kementerian LHK kepada pelaku dunia usaha dan Pemda soal keberhasilan uji coba kantong plastik Rp 200.
Keterlambatan pemerintah menindaklanjuti uji coba itu disebut sebagai persoalan yang menghambat. Yaitu adanya multitafsir di kalangan ritel dan tuntutan masyarakat, yang keduanya itu merujuk kepada payung hukum Permen LHK yang belum kuat. Imbasnya, Aprindo yang semula mendukung kemudian bertolak mundur dan memilih kembali menggratiskan kembali kantong plastik.
ADVERTISEMENT
“Alasannya karena ketika kantong plastik berbayar itu belum ada Permennya, jadi itu sifatnya masih bersifat surat edaran, nah ini akhirnya menimbulkan gejolak dalam beberapa perusahaan. jadi ada beragam penafsiran. Ada yang menafsirkan ini harus 2000, ada yang 5000, nah ini macam-macam, nah, ini kalau diteruskan akan berpotensi menimbulkan konflik. Jadi, kita enggak mendukung sampai adanya Permen, nah, salah satunya untuk harga kantong plastik supaya dapat diterima oleh masyarakat Indonesia," ungkap Ketua Aprindo, Roy Nicholas Mandey, ketika dihubungi kumparan, Sabtu (11/11).
Roy juga menyoroti terkait permasalahan terkait Standart Operating Procedure (SOP) kasir yang belum semuanya mengajak konsumen untuk mengurangi penggunaan kantong plastik. Bahkan, ada juga yang tidak memberikan pilihan kepada konsumen dengan mengenakan biaya tambahan sebesar Rp 200.
ADVERTISEMENT
Kepala Dinas Lingkungan DKI Jakarta, Isnawa Adji, angkat bicara terkait kantong plastik berbayar yang dianggapnya gagal. Menurut Isnawa itu karena murahnya tarif yang dikenakan untuk penggunaan kantong plastik. Ia juga berharap bahwa ketimbang adanya plastik berbayar lebih baik pemerintah menggantinya dengan plastik ramah lingkungan.
“Ya jadi gini kita kan memang mesti menunggu. Menunggu apa ya salah satu kebijakan dari Kementerian LKH. Kita harapannya selama ini tidak berbayar tetapi diganti digunakan plastik biodegradable ramah lingkungan,” ujar Isnawa Adji ketika ditemui di IRTI Monas Jl. Medan Merdeka Selatan (10/11).
"Kita sih mengharapkan di pemberitah Pusat misalnya apa ya ada kebijakan yang lebih kepada daerah daerah itu mungkin misalnya dikenakan biaya untuk penggunaan kantong plastik yang lebih besar ketimbang yang selama ini Rp 200. Menurut saya itu kecil bagi ukuran Jakarta," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Gejolak penolakan terkait aturan kantong plastik berbayar pun sempat terjadi. Bahkan, secara ramai didengungkan pada petisi online change.org untuk Permohonan Uji Materil Peraturan tentang Kantong Plastik Berbayar kepada Ketua Mahkamah Agung RI.
Setidaknya ada dua materi yang didesak untuk diuji, yaitu pertama, mempertanyakan sah tidaknya aturan yang mewajibkan membeli suatu barang yang menjadi kewajiban penjual untuk membungkus barang dagangannya agar bisa dibawa oleh pembeli (bertentangan dengan Pasal 612 KUH Perdata yang menjamin adanya kewajiban penyerahan kebendaan oleh si penjual).
Kedua, mempertanyakan sah dan berlaku suatu benda, yang dianggap mencemari lingkungan sementara dijadikan objek jual beli (bertentangan dengan Pasal 1320 KUH Perdata yang mensyaratkan objek perikatan jual-beli harus berupa kausa (sebab, isi) yang halal.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, aturan kantong plastik berbayar dari retail modern dinilai “tanggung” karena tidak mengikat para pedagang pasar tradisional, pedagang kaki lima, pedagang kelontong, pedagang eceran juga pedagang-pedagang lain yang memiliki lisensi frencise dalam bidang makanan cepat saji, donat, fashion dan lain-lain (petisi online change.org).
Satu temuan lagi penting hasil Monev juga mendapati ternyata masih banyak anggapan di masyarakat bahwa uang penjualan kantong plastik akan disetorkan kepada pemerintah. Padahal, pada Surat Edaran yang ditujukan kepada Pemerintah (Gubernur, Bupati, Walikota) telah jelas menyebutkan bahwa dana penjualan kantong belanja plastik digunakan ritel untuk mendukung kebijakan pengurangan sampah plastik.
Di antaranya, untuk kegiatan kampanye, sosialisasi, insentif bagi konsumen dan penyediaan kantong belanja pakai ulang atau juga penyediaan reusable bag berukuran besar dengan harga terjangkau dan kardus bekas secara gratis kepada konsumen, hingga bantuan dana untuk pembersihan sampah-sampah di sungai, laut dan lingkungan terhadap sampah plastik.
Menanti Kabar Payung Hukum
ADVERTISEMENT
Direktur Pengelolaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, R. Sudirman, mengatakan bahwa saat ini, pihaknya bersama LHK memang sedang 'menggodok' payung hukum yang ditargetkan rampung pada Desember 2017 ini. Ia mengungkapkan bahwa payung hukum yang akan diterapkan terkait kantong plastik berbayar akan memuat kebijakan-kebijakan dengan sistem yang menurutnya baru.
“Jadi gini, tadi baru aja rapat dengan Ibu Dirjen yang baru, jadi, dari diskusi tadi kelihatannya ada beberapa item yang mesti harus disempurnakan di dalam aturan itu sendiri. Ini sedang kita pelajari, sebenarnya kalau dari sisi ke saya, itu sudah lengkap, tapi sepertinya kan ibu melihatnya ada hal-hal yang kurang, beliau kan mungkin cara pandangnya lebih luas dan politis gitu loh, nah ini yang mesti harus kita sikapi," ungkap Sudirman di kantornya, Kebun Nanas, Jakarta Timur, Jumat (10/11).
ADVERTISEMENT
"Yang jelas, peraturan itu belum ditandatangani. Tapi target kita Desember ini harus selesai. Dengan kebijakan-kebijakan yang baru, yang kemarin dengan sistem baru. Itu saja," imbuhnya.
Meski tidak menyebutkan secara spesifik “sistem baru” yang dimaksud, Sudirman memberi pesan kepada masyarakat dan retail agar mempunyai inisiatif positif dan konkret selama payung hukum sedang disusun. Seperti retail yang tidak hanya mementingkan segi bisnis, namun juga harus bertanggungjawab terhadap kantong plastik dan masyarakat bisa membiasakan langkah-langkah untuk mengurangi kantong sampah plastik.
Reporter : Nurul Nur Azizah I Okky Ardiansyah I Agritama Prasetyanto I Aditya Pratama Niagara