Konten dari Pengguna

Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Zackir L Makmur
Pemerhati masalah sosial budaya, menulis beberapa buku fiksi dan non fiksi, dan bergiat di IKAL Strategic Center (ISC).
21 Juni 2024 10:27 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zackir L Makmur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi politik identitas. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi politik identitas. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto, dalam diskusi publik yang digelar Nurcholis Madjid Society, pada Rabu, 19 Juni 2024, menyebut penguasa menggunakan hukum sebagai senjata politik.
ADVERTISEMENT
Statement itu sekaligus membuka pengertian pula bahwa hukum digunakan sebagai alat untuk kepentingan politik –dampaknya menerpa segala aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Hal ini tak hanya menggoyahkan keutuhan sistem hukum, tetapi juga melahirkan implikasi mendalam terhadap demokrasi serta supremasi hukum.
Proses legislasi, yang mestinya bercorak dengan kepentingan publik dan kesepakatan bersama, acapkali terperangkap dalam medan pertempuran politik yang sengit.
Bersamaan pula penggunaan hukum sebagai senjata politik dapat menghancurkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam proses pembuatan kebijakan serta penegakan hukum. Ketika keputusan hukum dipandang tidak lagi murni berlandaskan pertimbangan hukum yang adil, melainkan sebagai alat untuk menopang agenda politik tertentu, maka proses hukum menjadi tercemar oleh campur tangan politik yang tidak sehat.
ADVERTISEMENT
Hal ini berpotensi menumbuhkan ketidakpercayaan publik terhadap lembaga-lembaga hukum dan peradilan. Potensi ini tampak manakala independensi lembaga hukum seperti Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) sering menjadi target kritik karena dituduh terpengaruh oleh faktor politik.
Adanya putusan MK mengenai batas usia minimum calon presiden dan wakil presiden, memunculkan kecurigaan bahwa putusan tersebut mungkin didorong oleh kepentingan politik tertentu yang berhubungan dengan kontestasi kekuasaan.
Dampak negatif lainnya dari penggunaan hukum sebagai senjata politik, adalah erosi dari supremasi hukum dan prinsip demokrasi. Ketika hukum bukan lagi menjadi alat untuk melindungi hak-hak asasi manusia secara objektif, tetapi malah dimanfaatkan untuk mengokohkan dominasi politik, maka fondasi demokrasi yang seharusnya menjadi dasar negara bisa terancam rapuh.
ADVERTISEMENT

Pembuatan Undang-undang Dipengaruhi Politik

Ilustrasi undang-undang. Foto: Getty Images
Acapkali proses pembuatan undang-undang sering menjadi pusat perdebatan, karena dituduh tidak sepenuhnya didorong oleh kepentingan publik atau urgensi yang jelas. Sebaliknya, keputusan legislatif sering dipandang dipengaruhi oleh agenda politik dari berbagai pihak yang berkuasa.
Sulistyowati Irianto, seorang akademisi dari Universitas Indonesia, menyoroti bahwa otoritas legislatif dapat dimanfaatkan untuk melindungi kepentingan elit politik –jadi menemui relevansinya, di mana otoritas legislatif yang terkadang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang seharusnya melindungi kepentingan masyarakat secara luas.
Dinamika politik internal di parlemen juga seringkali menciptakan lingkungan di mana legislator dipengaruhi oleh pertimbangan politik parta,i atau kelompok tertentu, bukan semata-mata oleh pertimbangan kepentingan umum dan kesejahteraan masyarakat. Revisi-revisi undang-undang yang kontroversial seperti UU Penyiaran (atau pun UU Kesehatan Ibu dan Anak) menunjukkan bagaimana proses legislasi rentan terhadap permainan kekuasaan politik.
ADVERTISEMENT
Independensi lembaga peradilan di Indonesia juga menjadi sorotan kritis. Meskipun secara teori Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) diharapkan menjalankan fungsi mereka dengan independen, dalam praktiknya keputusan-keputusan dari kedua lembaga ini sering dipertanyakan karena dituduh tidak sepenuhnya bebas dari pengaruh politik.
Implikasi dari penggunaan hukum sebagai alat politik sangat serius bagi kualitas demokrasi. Ketika hukum tidak lagi mampu melindungi hak-hak asasi manusia dan kepentingan publik secara adil, tetapi justru dimanfaatkan untuk memperkuat kekuasaan politik atau kepentingan khusus, maka prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi hukum terancam tergerus.
Pengaruh politik dalam pengadilan bukan hal baru di Indonesia. Sejak lama, intervensi politik dalam proses peradilan telah menjadi perdebatan yang mendalam. Hal ini menunjukkan bahwa tantangan untuk mempertahankan independensi peradilan tidak semata-mata tergantung pada struktur institusional atau regulasi, tetapi juga pada budaya politik dan tingkat toleransi terhadap penegakan hukum yang bebas dari pertimbangan politik.
ADVERTISEMENT

Memanfaatkan Sistem Hukum untuk Politik

Ilustrasi mengajukan gugatan hukum. Foto: Proxima Studio/Shutterstock
Penyalahgunaan hukum untuk tujuan politik bisa saja dipahami dari perspektif kekuasaan politik. Di banyak negara, elite politik atau kelompok yang mengendalikan kekuasaan sering kali memanfaatkan sistem hukum untuk mempertahankan dominasi mereka.
Mereka dapat menggunakan ancaman hukum atau investigasi terhadap lawan politik sebagai cara untuk menekan oposisi, dan mengurangi kekuatan politik mereka. Penuntutan hukum yang disengaja dapat digunakan sebagai alat untuk menjatuhkan figur publik yang populer di kalangan massa, sehingga menghilangkan pesaing yang potensial dari arena politik.
Selain itu, dalam beberapa kasus, penyalahgunaan hukum juga dapat diarahkan untuk memperkuat posisi politik tertentu dengan cara yang tidak langsung. Strategi ini bisa melibatkan penekanan politik, dengan menempatkan mereka di bawah tekanan hukum yang berkelanjutan demi menguntungkan bagi kepentingan mereka.
ADVERTISEMENT
Pergeseran terhadap penegakan hukum yang dipolitisasi, karuan saja dapat mengurangi legitimasi dan otoritas institusi hukum dalam mata masyarakat. Ini tidak hanya melemahkan kepercayaan publik terhadap proses demokratis, tetapi juga berpotensi memicu protes dan ketegangan sosial politik yang lebih besar, yang pada akhirnya dapat mengancam stabilitas politik negara.
Fenomena penyalahgunaan hukum untuk kepentingan politik juga sering terkait dengan sistem politik yang otoriter, atau berpotensi otoriter. Di negara-negara dengan kontrol politik yang ketat, hukum sering kali digunakan sebagai alat untuk mengintimidasi atau mengancam lawan politik, aktivis hak asasi manusia, atau jurnalis yang kritis terhadap pemerintah.

Mengancam Integritas Demokrasi

Ilustrasi Pemilu. Foto: Dok Kemenkeu
Penggunaan hukum sebagai senjata politik tidak hanya mengancam integritas sistem hukum dan peradilan, tetapi juga memiliki dampak yang signifikan terhadap demokrasi. Kehilangan kepercayaan terhadap lembaga-lembaga hukum dan peradilan dapat menggoyahkan fondasi demokrasi yang seharusnya didasarkan pada prinsip transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan hak-hak warga negara.
ADVERTISEMENT
Penggunaan hukum sebagai alat politik, tentulah mengancam prinsip transparansi dalam proses pembuatan kebijakan dan penegakan hukum. Ketika hukum dimanipulasi untuk kepentingan politik tertentu, proses pengambilan keputusan tidak lagi transparan dan terbuka untuk umum.
Revisi undang-undang yang dilakukan tanpa keterlibatan publik, atau putusan peradilan yang kontroversial, sering kali menimbulkan protes karena dinilai tidak memenuhi standar keadilan yang objektif. Justru merugikan bagi masyarakat secara umum.
Di negara-negara dengan budaya politik yang rentan terhadap korupsi dan dominasi kekuasaan politik, independensi lembaga hukum sering kali terancam. Hal ini menghasilkan keputusan-keputusan hukum yang lebih bejat, dan cenderung dipengaruhi oleh kepentingan politik daripada keadilan sejati.
Intervensi politik dalam sistem hukum juga mencerminkan persaingan kekuasaan antar berbagai kepentingan politik. Lantas berusaha memanfaatkan lembaga-lembaga hukum sebagai alat untuk mencapai tujuan politik mereka.
ADVERTISEMENT

Langkah-langkah Konkret Harus Diambil

Untuk mengatasi tantangan penggunaan hukum sebagai senjata politik, langkah-langkah konkret harus diambil untuk memperkuat independensi lembaga hukum dan peradilan di Indonesia. Penyusunan undang-undang harus mengutamakan proses yang transparan dan inklusif, serta didorong oleh urgensi yang jelas untuk menguntungkan masyarakat secara luas.
Proses penyusunan undang-undang harus melibatkan partisipasi publik yang lebih luas, dan transparansi yang lebih besar. Masyarakat sipil, organisasi non-pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya harus dilibatkan secara aktif dalam tahap konsultasi dan pembahasan. Dengan demikian, keputusan legislatif yang dihasilkan akan lebih mewakili kepentingan masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya kepentingan politik sempit dari kelompok tertentu.
Perlindungan terhadap independensi Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) juga harus diperkuat. Mekanisme internal dan eksternal harus dibangun untuk mengawasi dan menegakkan prinsip-prinsip independensi. Ini termasuk pengawasan ketat terhadap kemungkinan intervensi politik dalam proses pengambilan keputusan hukum di kedua lembaga tersebut.
ADVERTISEMENT
Penegakan hukum terhadap upaya-upaya untuk mempengaruhi, atau memanipulasi, keputusan hukum juga harus ditingkatkan agar keputusan-keputusan hukum dapat tetap berdasarkan pada pertimbangan yang objektif dan prinsip hukum yang kuat.
Langkah berikutnya adalah mengakui peran kepentingan politik dalam pembuatan kebijakan hukum. Partai politik dan pemimpin politik memiliki kepentingan dalam mengamankan posisi politik mereka, dan sering kali menggunakan hukum sebagai alat untuk mencapai tujuan politik strategis.
Oleh karena itu, penting untuk membangun mekanisme yang mengatur bagaimana kepentingan politik dapat diintegrasikan dalam proses legislatif tanpa mengorbankan keadilan dan independensi hukum. Di mana kebijakan publik harus dirancang untuk memastikan: keputusan hukum tidak dipengaruhi oleh perubahan politik yang bersifat jangka pendek, atau kepentingan politik tertentu.
Bersamaan dengan ini penting pula membangun budaya hukum yang kuat Masyarakat perlu didorong untuk memahami bahwa hukum adalah alat untuk mencapai keadilan universal, bukan untuk kepentingan politik sempit.
ADVERTISEMENT
Dengan membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya independensi hukum dalam menjaga demokrasi yang sehat, masyarakat akan menjadi garda terdepan dalam memastikan bahwa lembaga hukum dan peradilan berfungsi sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi hukum. ***