Konten dari Pengguna

Pesan 2022: 2023, Indonesia Optimistis

Zackir L Makmur
Pemerhati masalah sosial budaya, menulis beberapa buku fiksi dan non fiksi, dan bergiat di IKAL Strategic Center (ISC).
29 Desember 2022 14:13 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zackir L Makmur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Satu alasan kita membuat tahun 2023 menjadi penting, adalah karena kita berpikir bahwa hal-hal yang disebut kurang berhasil di tahun 2022 akan kita perbaiki, dan apa yang disebut berhasil bakal kita tingkatkan. Pikiran logis ini juga mau mengatakan bahwa itu harus lewat sejumlah perencanaan.
ADVERTISEMENT
Apakah rencana Anda di tahun 2023?
Memang, hidup jadi sulit bagi kita bila tak punya rencana. Maka kita perlu rencana dengan lebih mendalam, sehingga kita betul-betul mengerti perlunya merebut masa depan.
Pesan tahun 2022, sekurang-kurangnya, telah memberikan pula introspeksi hal begitu.
Zackir L Makmur (Foto. dok. pribadi)
Tahun 2023: Prospek Positif
Alasan lain agar tahun 2023 kita menilai punya prospek, adalah tidak-mungkinnya kita menggambarkan diri kita secara keseluruhan sebagai “manusia sempurna” lewat beberapa tindakan perencanaan yang dapat diterima. Andai tahun-tahun lalu, katakanlah di tahun 2022 juga, kita pernah gagal mewujudkan representasi sejumlah rencana jitu, maka tetaplah ini harus diartikan bahwa secara keseluruhan berharga.
Dari itu, milikilah segudang toleransi dan pikiran jernih terhadap kehidupan ini dengan cara melihat dunia kehidupan dari sudut yang cerah dan menyenangkan. Boleh jadi tahun 2022 berpesan begitu terhadap sejumlah “kegagalan” kita.
ADVERTISEMENT
Sukses itu masalah waktu dan tidak dapat dipaksakan. Oleh karena itu untuk mencapai sukses, kita harus bersikap yakin, sabar dan rendah hati, dengan memegang teguh tujuan dan rencana secara sungguh-sungguh. Apabila menemui kegagalan, kita tidak boleh putus asa, karena kegagalan itu adalah suatu keberhasilan yang tertunda.
Pesan tahun 2022 itu, jadi, mengharuskan kita di tahun 2010 tetap optimistik: bersikaplah optimistik dalam menyongsong kehidupan ini. Sukses kehidupan adalah himpunan dari keberhasilan-keberhasilan selama perjalanan hidup kita, jadi jangan kecewa apalagi patah hati apa bila mengalami kegagalan. Karena satu kegagalan akan ditutup oleh keberhasilan berikutnya bila kita ulet dan sabar.
Akan tetapi, harus juga kita camkan, untuk berhasil, selain kerja keras dan sikap mental positif, kita juga harus memiliki berbagai kemampuan dalam menjalankan profesi atau bidang usaha yang telah kita pilih dan tetapkan. Satu di antaranya adalah kemampuan untuk mengendalikan emosi dan mengarahkan pikiran ke tempat tujuan. Kemampuan ini sering disebut orang sebagai kecerdasan emosional.
ADVERTISEMENT
Kecerdasan emosional itu sangat berperan pada kehidupan sehari-hari setiap orang. Orang yang memiliki kecerdasan emosional selain tahu bagaimana mengendalikan perasaannya dengan baik, juga mampu membaca situasi dan menghadapi perasaan orang lain dengan tepat, tanpa berpengaruh oleh perasaan suka atau tidak suka yang subjektif. Orang yang memiliki kecerdasan emosional memungkin sukses. Tahun 2010, tespen untuk itu. Cobalah.
Kita harus tentukan sendiri arah perjalanan hidup kita sesuai bisikan hati nurani kita sendiri. Sejauh apa pun perjalanan hidup ini, akan selalu diawali dengan langkah pertama yang harus dijalani dengan penuh keyakinan. Apabila telah menentukan pilihan, lakukanlah dengan sepenuh hati disertai niat, perhatian dan kesabaran. Jangan memulai apa pun dengan hati bimbang, tahun 2023 adalah tahun optimistis.
ADVERTISEMENT
Merebut Momentum Tahun 2023
Maka inilah momentum yang tepat agar istilah Indonesia sebagai ‘bangsa yang malas’, harus cepat-cepat kita ganti dengan istilah ‘efektif dan produktif’, sehingga kita sadar bahwa kita harus terus menerus memacu efisiensi dan produktivitas.
Agar bisa memiliki nilai tambah, sebenarnya bangsa Indonesia membutuhkan kreativitas, inovasi, konsistensi, dan, tentu, para pucuk pimpinan negeri ini harus berani memangkas masalah struktural yang akibatnya lebih gawat dari sekadar masalah mental.
Bersama ini kemalasan harus segera dihapuskan dalam kehidupan berbangsa. Dan, ke-tidakefektif-an serta ke-tidakproduktif-an kita juga harus segera ditanggulangi. Sebab, hanya semangat membangun yang penuh optimistik lah yang dapat kita andalkan sebagai modal utama untuk bangkit. Lebih dari itu, juga harus ada faktor luar yang ikut mendorong.
ADVERTISEMENT
Faktor luar yang kita maksud, para putra-putri kita yang belajar di luar negeri harus kita himpun untuk dimasukan ke dalam sektoral otoritas skiilnya. Sehingga dengan begini jajaran pimpinan bangsa ini adalah komunitas manusia unggul, untuk kemudian membangun negeri ini lebih unggul. Warga masyarakat yang di strata lapisan bawah bakal kepicratan manfaatnya secara nyata.
Kita sudah tidak ingin lagi melihat kenyataan bahwa sebagian besar mahasiswa Indonesia terbukti bisa berhasil di luar negeri. Mereka tekun dan rajin belajar, bahkan bisa begadang bermalam-malam. Kondisi ini jauh berbeda saat mereka masih di Indonesia.
Di sini keadaan tidak memungkinkan bagi mereka untuk belajar sampai malam. Karena perpustakaan sudah pada tutup. Dosen sibuk mencari tambahan karena gajinya kecil. Di Indonesia orang pintar seperti tercampakkan, tak dihargai.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, orang bodoh yang hanya bisa bisa menggerogoti negara malah dibayar mahal. Para politisi yang kerap bikin gaduh negeri sering kali dengan masuk ke pucuk-pucuk pimpinan pengambil kebijakan. Banyak lagi hal ironis itu yang bila kita paparkan makin ngilua saja hati ini.
Tidak kita pungkiri masih dengan jelas ketika kita memperhatikan kinerja para birokrat, eksekutif, yudikatif, legislatif, mapun pegawai di kantor pelayanan masyarakat:. profesionalitas mereka hampir tidak menonjol.
Tapi, kita tetap berbesar hati bahwa masih banyak yang mau berbuat sesuatu untuk kembali menemukan ‘Indonesia yang hilang’. Maka kinilah saatnya bagi pemerintah untuk memanfaatkannya demi pembangunan bangsa yang dapat membawakan kembali kepada kita ‘Indonesia yang hilang’ itu.
Sejak Portugis datang ke Selat Malaka, dan memperkenalokan sistem imperialisme di negeri ini, kita mulai memiliki rasa senasib sepenanggunggan. Seyogyanya esensi spirit begitu tidak musnah. Sayangnya, proses pembangunan bangsa (national building) itu lalu terdistorsi oleh adanya “kecongkakan” aliran politik maupun mengutamakan kepentingan golongan.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, Indonesia harus kembali membangun proses itu. Indonesia harus terbentur-bentur dan terus belajar, melalui proses pendewasaan sebagai sebuah bangsa.
Untunglah, hingga kini pula Indonesia masih tetap mencari bentuk kepribadian yang permanen. Budaya asli Indonesia sebenarnya aneka ragam yang lalu disatukan oleh satu kesatuan pengikat yang disebut negara, lalu negara bangsa. Pemikiran mengenai budaya dan kebangsaan Indonesia hingga kini masih merupakan satu kesatuan yang masih terus terbentuk dan belum selesai. ***