Konten dari Pengguna

Siasat Pertemuan dalam Politik

Zackir L Makmur
Pemerhati masalah sosial budaya, menulis beberapa buku fiksi dan non fiksi, dan bergiat di IKAL Strategic Center (ISC).
6 Februari 2023 16:02 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zackir L Makmur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Zackir L Makmur (Foto. dok, pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Zackir L Makmur (Foto. dok, pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dunia politik hari-hari belakangan ini diramaikan oleh elite-elite partai politik untuk saling bertemu. Pertemuan elite-elite partai dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), menurut Ketua DPP PPP Achmad Baidowi, pekan depan bakal terjadi. Tentu saja pertemuan bukan sembarang pertemuan, melainkan pertemuan politik.
ADVERTISEMENT
Setidak-tidaknya pertemuan tokoh-tokoh politik yang berbeda partai politik (parpol) sebelumnya juga sudah terjadi. Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Pertemuan keduanya berlangsung selama 2 jam di kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, Rabu (1/2/2023). Kira-kira sebulan sebelumnya, Surya Paloh juga bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta (26/1/2023).
Juga pada Sabtu, 4 Februari 2023, Surya Paloh bertemu Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan di sebuah Restoran di Jakarta. Sebelumnya, kedua tokoh ini telah bertemu di London, Inggris, pada Desember 2022.
Begitu juga Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi bertemu dengan Anies Baswedan, Jumat (3/1/2023) di Pendopo Anies Baswedan, Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
Tidak itu saja, pada bulan Januari tokoh politik dari Partai Gerindra Prabowo Subianto, yang juga Menteri Pertahanan, bertemu dengan dua anggota keluarga presiden, yakni Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution, Selasa, 15 November 2022.
Hal yang menarik, Gibran Rakabuming Raka adalah politisi muda dari PDI Perjuangan justru banyak ditemui sejumlah tokoh politik senior dan kenamaan.
Selain bertemu bertemu dengan Anies Baswedan di Hotel Novotel Solo, Selasa (15/11/2022), Gibran juga bertemu dengan Prabowo di Loji Gandrung, Selasa (24/1/2023) malam. Dan Senin (6/2/2023) bertemu Airlangga Hartarto yang merupakan ketum partai Golkar bakal meresmikan Solo Tecknopark.

Filsafat Pertemuan Politik

Ilustrasi partai politik. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Bagaimanapun, pertemuan sesama tokoh-tokoh politik di tahun politik punya nilai positif—yang juga menyimpan makna terpermanai. Antara lain bermakna mengejawentahkan harmonisasi.
ADVERTISEMENT
Terlebih elite-elite politik ini sebelumnya, menurut sejumlah analisis politik, hubungannya dingin-dingin saja, bahkan berjarak. Jadi dapat kita maknai bahwa pertemuan mereka yang jadi pangkal utama terjadinya pertemuan adalah demi memperteguh harmonisasi.
Tetapi dunia politik, selalu maknanya tidaklah tunggal. Ia pun jadi punya banyak tafsir. Pertemuan-pertemuan elite-elite politik yang berbeda parpol di tahun politik ini, sangat mungkin maknanya demi politik.
Jadi nilai-nilai filsafat kebudayaan Indonesia yang mempunyai akar makna terhadap pertemuan antar tokoh bangsa, yakni filosofis sikap khidmat terhadap hal-hal harmonisasi –bisa juga menyimpan siasat politik.
Dari itu sepanas apapun perseteruan dan beda partai politik, pada tahun politik ini tetap membutuhkan kekhidmatan semacam “kepala boleh panas, tapi hati harus tetap dingin”. Nilai-nilai tradisi ini secara halus mengajarkan harmonisasi dunia politik lewat pertemuan: dari perselisihan, cari harmonis.
ADVERTISEMENT
Maka bangsa yang punya kemampuan menjaga harmonisasi dengan sejumlah keberagaman partai politik, adalah bangsa yang demokratis dan bermutu. Sampai-sampai saking dibutuhkannya cap negara demokratis, sebuah pemerintahan yang paling otoriter sekalipun membutuhkannya.
Maka pertemuan elite-elite politik dalam keragaman orientasi politik, bisa ditelisik dari tafsir nilai-nilai filsafat politik harmonisasi. Terlebih, bangsa Indonesia dalam tradisi berkehidupan bernegara dan berbangsa selalu menghindari disharmonis, lebih mengutamakan harmonis.
Dengan harmonis hidup berdampingan dalam berbangsa dan bernegara, bisa berjalan lancar bersama segala harapan-harapan serta keberagamannya. Sedangkan disharmomnis, mudah menimbulkan konflik, dan selalu mengganggu pola hidup bangsa yang produktif.
Elite-elite politik bangsa ini sangat mengerti pentingnya harmonisasi. Jadi, bukanlah hal mustahil pertemuan mereka demi harmonisasi sebuah bangsa yang besar.
ADVERTISEMENT
Dan, mengimplementasikan nilai-nilai filososfis kebudayaan bangsanya ini dengan idiomatik politik. Apa isi pembicaraan dari pertemuan mereka, bukanlah untuk konsumsi publik. Ini bisa kita mengerti.
Tapi tanda harmonisasi antar elite-elite politik mengadakan pertemuan baik untuk penjajakan koalisi maupun untuk urusan elektoral politik, dapat dinilai sebagai upaya pemancangan optimistis bahwa bangsa ini lebih mengutamakan harmonisasi.
Maka sebuah pertemuan, baik ini momentum milik tokoh-tokoh besar maupun tokoh-tokoh cemen, ketika tak dilandasi nilai-nilai filsafat kebudayaan bangsa, fenomena ini lebih bersifat basa-basi dan setelahnya banyak meninggalkan trauma.
Tapi pertemuan para elite-elite politik tidak basa-basi, boleh dibilang pertemuannya semacam “persenyawaan dua bahan kimia” kebangsaan. Maka seumumnya “dua bahan kimia” bertemu, terjadi reaksi perubuhan.
Hal demikian sangat bagus apa yang diberitahukan oleh Carl Gustav Jung (1875-1961). Psikiater dari Swis ini menyebut pertemuan dua kepribadian seperti hubungan dua bahan kimia—jika terjadi reaksi, keduanya akan berubah. Dan keduanya akan berubah setelah pertemuan itu, masih kita tunggu apa yang secara kasat mata terjadi perubahannya.
ADVERTISEMENT
Tetapi sambil menunggu terjadinya “reaksi” perubahan atas pertemuan itu, bersama ini kita telah menemukan “persenyawaan kimia” ketentraman berbangsa.
Pertemuan tokoh-tokoh politik, pertemuan “dua bahan kimia” ini memberikan “reaksi” yang positif buat khalayak luas untuk perikehidupan bernegara, yakni ketentraman berbangsa.
Hal ini karena setelah banyak kejadian dinamika politik, maka, sebagaimana dikatakan Richard Bach—penulis dari Amerika Serikat— bahwa pertemuan sesungguhnya hanya untuk mereka yang berkawan.
Oleh karena itu kita tahu, bilamana elite-elite politik yang berperanguh ini saling memunggungi, maka kecemasan bangsa kian menjalar, dan menjadi masalah yang serius. Praktis berdampak buruk.
Dari itu pertemuan para elite politik bukan cuma bisa disimpulkan oleh kaidah-kaidah ilmu politik ataupun oleh ilmu faal. Melainkan, lebih dalam, oleh ilmu filsafat kebudayaan Indonesia.
ADVERTISEMENT

Pertemuan Adalah Kita

Nilai-nilai filsafat kebudayaan Indonesia mengingatkan kita akan hal itu. Bahwa pertemuan bukanlah “aku” dan “kamu”, bukan “kami” dan “kalian”, bukan pula “kita” dan “mereka”.
Nilai filsafat ini mempertegas: berdiri sama tinggi, dan duduk sama rendah, demi kepentingan yang luhur. Dari sistem nilai filsafat kebudayaan ini, pertemuan adalah cara memperkaya jiwa.
Tetapi ketika pertemuan itu punya misi dan visi adalah mufakat jahat, tetap saja nilai filsafat kebudayaan Indonesia memberitahukan bahwa hal itu tanda “betapa banyaknya orang-orang jahat, karena diamnya orang-orang baik."
Dari itu, sebagaimana diberitahukan Plato (427 SM-347 SM)—filsuf dari Yunani—janganlah engkau berteman dengan orang jahat, karena sifatmu akan mencuri sifatnya tanpa engkau sadari.
Setiap pertemuan demi kepentingan luhur, atau sekurang-kurangnya pertemuan yang penuh simpatik, senantiasa memberi simpatik. Pertemuan sesama elite politik demi kepentingan luhur—yang bernama mengejawentahkan harmonis berbangsa—jelaslah memberi simpatik keuntungan buat bangsa ini.
ADVERTISEMENT
Publik mempercayai bahwa tokoh-tokoh bangsa bisa hidup rukun dan harmonis dalam keberagaman serta dalam perbedaan orientasi politik.
Dengan hidup penuh harmonis inilah sejumlah perbedaan orientasi politik ketika berinteraksinya muncul konflik—tetaplah bisa diselesaikan secara damai. Karena semua elemen bangsa sama-sama punya kepentingan luhur: mengutamakan harmonis dengan meminimalisir konflik.
Tanpa konsepsi filosofis harmonis, dunia politik yang penuh perbedaan dan dinamika bisa menjadi sebuah dunia yang kasar dan penuh prahara.
Tentu saja para elite politik bangsa ini sangat tahu bahwa keberagaman butuh harmonisasi, yang di dalamnya ada keserasian dan keselarasan. Dengan demikian harmoni ini yang mencegah perseteruan tidak mudah meledak.
Filsafat kebudayaan bangsa ini—juga perjalanan sejarah bangsa ini—telah mengajarkan betapa konflik lebih banyak mudhorot-nya, dan tidak produktif. Juga, konflik bukanlah watak budaya bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pertemuan para elite politik karenanya tidak hanya bisa dirumuskan dalam realitas politik semata, melainkan harus pula dimaknai secara filosofis harmonis.
Para elite politik adalah para tokoh yang hidup dalam sebuah bangsa penuh keberagaman dan perbedaan orientasi politik, maka pertemuannya membuat filosofis harmonis persis menjadi pusat kognitif, yang menegaskan: betapa ganjil perbedaan politik bisa menimbulkan ledakan konflik.
Akhirnya, rumusan Benjamin Hoff bisa kita pakai ketika ia merumuskan harmonis, begini: