Konten dari Pengguna

Tinjauan Hak Waris Anak Angkat dalam Islam

Zahra Athiyah
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta prodi hukum keluarga
11 November 2024 11:50 WIB
·
waktu baca 2 menit
clock
Diperbarui 21 November 2024 15:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zahra Athiyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber ilustrasi: https://www.pexels.com/id-id/pencarian/anak/
zoom-in-whitePerbesar
sumber ilustrasi: https://www.pexels.com/id-id/pencarian/anak/
ADVERTISEMENT
Permasalahan hak waris bagi anak angkat dalam Islam merupakan suatu topik yang kompleks dan penuh nuansa yang sering menimbulkan pertanyaan di kalangan praktisi maupun ulama. Praktik adopsi berbeda-beda dalam berbagai budaya dan sistem hukum, namun dalam Islam, prinsip-prinsip yang mengatur adopsi dan pewarisan jelas dan spesifik. Hukum Islam, atau Syariah, tidak nmemberikan hak waris yang sama kepada anak angkat seperti anak kandung, dan memahami fenomena ini memerlukan pemahaman mendalam terhadap konteks dan implikasi dari pendirian hukum saat ini.
ADVERTISEMENT
Adopsi dalam Islam berbeda secara signifikan dengan konsep adopsi di banyak negara Barat. Dalam fikih Islam, tindakan pengangkatan anak tidak menimbulkan hubungan darah antara anak dengan orang tua angkatnya. Berikut adalah beberapa poin penting yang perlu dipertimbangkan:
1. Tidak Ada Perubahan Hubungan Darah: Dalam Islam, anak angkat tidak mendapat warisan dari orang tua angkatnya seperti halnya anak kandungnya. Anak angkat tetap mempertahankan garis keturunan dan ikatan keluarga aslinya. Misalnya, seorang anak angkat tetap menggunakan nama ayah kandungnya, sebuah konsep yang berakar pada menjaga kejelasan garis keturunan dan identitas keluarga.
2. Hubungan Wali (Wali): Orang tua angkat dianggap sebagai wali, atau "wali", bagi anak angkat. Peran perwalian ini memungkinkan orang tua angkat untuk mengasuh anak secara emosional dan finansial tanpa mengubah hak hukum anak atas keluarga kandungnya.
ADVERTISEMENT
3. Implikasi Hukum: Tidak adanya ikatan hukum yang benar-benar membatasi warisan berarti bahwa anak angkat tidak memenuhi syarat sebagai ahli waris menurut hukum Islam, yang secara tegas didefinisikan berdasarkan hubungan darah.
Dalam Islam, anak angkat tidak memiliki hak waris karena tidak adanya hubungan darah dengan orang tua angkatnya. Hal ini ditegaskan dalam Surah Al-Ahzab ayat 4-5 yang menyebutkan bahwa anak angkat tidak dianggap sebagai anak kandung dalam hukum syariat, termasuk dalam pewarisan harta.
Namun, Islam memberikan solusi agar kebutuhan anak angkat tetap terpenuhi tanpa melanggar hukum faraidh, yaitu:
Wasiat: Orang tua angkat dapat mewasiatkan maksimal 1/3 dari harta mereka kepada anak angkat.
Hibah: Harta dapat diberikan kepada anak angkat semasa hidup melalui hibah tanpa batasan tertentu, selama tidak merugikan ahli waris lain.
ADVERTISEMENT
Ulama sepakat bahwa wasiat dan hibah adalah cara syar’i untuk memberikan harta kepada anak angkat. Dengan memahami dan menerapkan aturan ini, umat Islam dapat menjaga keseimbangan antara keadilan sosial dan hukum syariat.