Pencemaran Sungai Citarum dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Zahra Fani Robyanti
Mahasiswi Universitas Indonesia prodi Ilmu Administrasi Negara
Konten dari Pengguna
27 Desember 2020 6:09 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zahra Fani Robyanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Pendahuluan

Indonesia kembali mencetak rekor dunia dengan penobatan Sungai Citarum sebagai sungai terkotor di dunia. Berdasarkan data dari World Bank, setiap harinya, Sungai Citarum dicemari oleh kurang lebih 20,000 ton sampah dan 340,000 ton air limbah dengan mayoritas penyumbang limbah tersebut berasal dari 2,000 industri tekstil. Dengan melihat peristiwa tersebut, tidak diragukan lagi keberlanjutan ekosistem dan lingkungan di Sungai Citarum rusak dan tercemar.
Kondisi Sungai Citarum. (Foto: Dok Rio Tuasikal)
ADVERTISEMENT

Citarum Dari Masa ke Masa

Kata Citarum, secara etimologi, berasal dari Bahasa Sunda yang terdiri dari kata, Ci dan Tarum. Ci berarti air dan Tarum adalah tanaman yang digunakan sebagai pewarna ungu, serta biasa tumbuh di sekitaran sungai. Dengan panjang lebih dari 300 KM yang terbentang dari Kabupaten Bandung hingga Kabupaten Bekasi, Sungai Citarum menjadi sungai yang terpanjang di Jawa Barat dan salah satu sungai terpanjang di Indonesia. Sungai yang memiliki nilai sejarah, ekonomi, dan sosial yang tinggi tersebut, berhulu dari Lereng Gunung Wayang, Desa Cibeureum, Kertasari, Bandung dan bermuara di pantai utara Pulau Jawa atau tepatnya di Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Kurang lebih terdapat 19 cabang sungai dan membelah 13 kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
Sungai Citarum menjadi salah satu bukti sejarah peradaban di Indonesia. Pada sekitar abad ke-4, Jayashingawarman membangun sebuah desa kecil di sekitar pinggiran Sungai Citarum yang nantinya berkembang menjadi kerajaan Hindu tertua dan terbesar di Jawa barat, yaitu Kerajaan Tarumanegara. Selain itu, sekitar abad ke-7 dan ke-15, Sungai Citarum pernah menjadi batas administrasi antara dua kerajaan, yaitu Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda, serta Kerajaan Cirebon dan Kesultanan Banten. Peristiwa dan kejadian tersebut menjadi bukti bahwa sejak dahulu Sungai Citarum menjadi sumber peradaban masyarakat, serta memiliki peran penting bagi kehidupan manusia, terutama masyarakat yang hidup di sekitaran Sungai Citarum.
Pada awalnya, Sungai Citarum memiliki aliran yang jernih dan bersih, dimana masyarakat dapat bergantung untuk kehidupanya. Nelayan masih dapat mencari ikan dan masyarakat dapat memanfaatkan air dari sungai untuk kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, pada tahun 1980-an, kemajuan peradaban manusia sangat cepat yang ditandakan dengan industrialisasi menyebabkan munculnya berbagai perusahaan-perusahaan di sekitaran sungai Citarum sehingga menumpuknya limbah buangan di sekitaran sungai. Mulai dari perusahaan tekstil hingga perusahaan makanan olahan ramai mengerubungi sekeliling sungai citarum. Hal inilah yang menyebabkan banyaknya limbah, baik berupa air limbah maupun sampah rumah tangga hadir sebagai akibat dari proses produksi perusahaan-perusahaan tersebut.
Kondisi Sungai Citarum yang dipenuhi sampah plastik. (Foto: Dok Willa Widiana)
ADVERTISEMENT

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap Pencemaran Sungai Citarum

Perusahaan sebagai bagian dari masyarakat memiliki tanggung jawab sosial untuk memperhatikan kondisi stakeholder yang dalam kasus Sungai Citarum adalah lingkungan hidup dan masyarakat yang terkena dampak akibat pencemaran yang terjadi di sepanjang Daerah Aliran Sungai Citarum. Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang biasa disebut sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan proses penting dalam berbisnis sebagai gestur perusahaan untuk memberikan kembali sebagian dari keuntungan yang didapatkan dari masyarakat untuk kesejahteraan masyarakat. Hal ini semakin populer seiring dengan berkembangnya diskusi global maupun lokal terhadap isu-isu lingkungan dan sosial yang terjadi di masyarakat. CSR juga merupakan bagian dari konsep Triple Bottom Line yang dikemukakan oleh John Elkington. Pada konsep ini, perusahaan harus memiliki perhatian yang sama terhadap lingkungan hidup dan sosial sebagaimana mereka memberikan perhatian untuk menghasilkan keuntungan yang tertuang dalam tiga aspek yaitu profit, people, dan planet. Triple Bottom Line bertujuan untuk mengukur perusahaan dalam memberi dampak terhadap lingkungan selama mereka beroperasi.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan kondisi Sungai Citarum saat ini, terdapat banyak perusahaan yang tidak menerapkan etika bisnis terhadap lingkungan dalam bentuk tanggung jawab sosial perusahaan yang terdapat dalam konsep Triple Bottom Line. Apabila suatu perusahaan tidak mempertimbangkan aspek-aspek yang terdapat pada konsep Triple Bottom Line pada saat beroperasi, maka akan terjadi konsekuensi yang mengerikan terhadap lingkungan sekitar seperti pencemaran Sungai Citarum yang menyebabkan terganggunya ekosistem lingkungan hidup.
Kondisi terganggunya ekosistem lingkungan hidup dapat berbentuk pencemaran air bersih menjadi air limbah maupun dalam bentuk sampah plastik yang dibuang tanpa diolah, yang akan pula terus memberikan efek negatif terhadap komponen lainnya. Seperti matinya komponen biotik maupun abiotik yang ada di sungai. Komponen biotik yang akan terancam keberadaannya ini seperti ikan, siput, remis, keong, serangga air, eceng gondok, lumut, kangkung liar, fitoplankton serta zooplankton. Sedangkan, komponen abiotik seperti kondisi air, suhu, kelembaban udara, cahaya matahari, serta oksigen dan mineral di dalam air. Dua komponen ini akan terancam kestabilannya terhadap lingkungan karena pengolahan limbah yang tidak tepat oleh perusahaan perusahaan ini. Air bersih akan menjadi air limbah. Tanaman-tanaman dan komponen biotik cantik lainnya akan mati dan digantikan oleh sampah-sampah plastik. Selain itu pada jangka panjang, kondisi ini akan membuat tingkat sungai menjadi naik sehingga tidak bisa menampung air hujan lebih banyak sehingga dapat menyebabkan banjir.
ADVERTISEMENT
Pencemaran Sungai Citarum juga memiliki dampak terhadap keberlangsungan hidup masyarakat yang bergantung terhadap kualitas air dan keberlangsungan kondisi di sepanjang daerah aliran sungai. Sungai Citarum menjadi pemasok air minum utama sebesar 80% untuk kebutuhan yang terdapat di Jakarta. Dengan buruknya kualitas air pada Sungai Citarum akan membahayakan kebutuhan warga Jakarta. Selain itu, daerah aliran sungai citarum memiliki konektivitas dengan tiga waduk pembangkit listrik yang terkoneksi dari Jakarta hingga Bali. Dengan kondisi sampah yang melimpah di sungai citarum juga akan menghambat produktivitas pembangkit listrik, sebagai akibat dari aliran air yang terhambat oleh sampah.
Dengan buruknya pengelolaan buangan limbah, perusahaan seharusnya dapat menerapkan sistem manajemen lingkungan yang terstandarisasi. Menurut The International Organization for Standardization (ISO), sistem manajemen lingkungan (SML) yang terstandarisasi harus memenuhi standar yang terdapat pada ISO 14001. Standarisasi ini merupakan kerangka kerja yang membantu perusahaan untuk melindungi lingkungan seiring dengan kebutuhan sosio-ekonomi. Penerapan SML pada perusahaan bertujuan untuk meningkatkan kinerja lingkungan, memenuhi kewajiban penataan, serta mencapai tujuan lingkungan. Dengan menerapkan SML, perusahaan dapat mengelola limbah buangan dengan baik dan benar, serta meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini merupakan bentuk praktik etika bisnis berupa tanggung jawab sosial perusahaan dalam menjaga lingkungan hidup.
ADVERTISEMENT
Dengan aliran Sungai Citarum yang terbebas dari limbah dengan masyarakat dan perusahaan mengikuti peraturan yang telah dibuat, masyarakat di sekitar sungai dapat mendapatkan keuntungan dari kondisi sungai yang bersih. Dengan bersihnya aliran Sungai Citarum akan meningkatkan kualitas ekosistem sehingga tumbuhan dan hewan di sekitaran sungai dapat kembali pada kondisi yang baik. Dengan ekosistem yang baik, kegiatan perekonomian di sekitaran sungai dapat kembali berjalan, seperti kegiatan para nelayan yang dapat kembali memancing di sekitar sungai. Dengan aliran sungai yang bebas dari limbah dan kualitas air yang jernih, akan meningkatkan kualitas tanah di sekitaran sungai. Dengan meningkatnya kualitas tanah, maka para investor akan lebih tertarik untuk berinvestasi di sekitaran sungai, guna menciptakan aktivitas ekonomi di sepanjang daerah aliran sungai. Selain itu, dengan kualitas air yang baik, masyarakat kembali dapat memanfaatkan air sungai untuk keperluan sehari-hari, seperti mandi, memasak, dan minum. Akan tetapi, hal-hal tersebut tidak akan pernah tercapai jika tidak ada perubahan yang dilakukan oleh perusahaan dalam mengelola limbah.
ADVERTISEMENT