Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
A Man Called Otto: Memproses Duka Melalui Hal Tak Terduga
9 Juli 2024 18:47 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Zahra Ramadhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Melalui kutipan di atas, Elisabeth Kübler-Ross menawarkan sudut pandang yang mendalam tentang berduka. Ia menggarisbawahi bahwa duka atas kehilangan seseorang yang dicintai adalah sesuatu yang akan berlangsung seumur hidup, tidak akan pernah sepenuhnya hilang atau dilupakan. Namun, bukan berarti seseorang tidak bisa sembuh dan melanjutkan hidup.
Kübler-Ross mengatakan sebaliknya, bahwa akan selalu ada jalan untuk menyembuhkan luka duka dan menemukan kembali kehidupan yang bermakna setelah kehilangan orang terkasih. Seperti halnya yang dialami oleh Otto Anderson, seorang pria tua sinis yang mudah sekali tersulut amarahnya, dalam sebuah film berjudul A Man Called Otto.
A Man Called Otto merupakan sebuah film Amerika bergenre drama komedi hasil adaptasi sebuah novel berjudul A Man Called Ove karya Fredrik Backman. Film ini menggambarkan kehidupan seorang pria tua penggerutu bernama Otto Anderson, yang diperankan oleh Tom Hanks, pasca ditinggal oleh sang istri, Sonya, untuk selama-lamanya karena menderita penyakit kanker.
ADVERTISEMENT
Otto dikisahkan sebagai sosok orang yang sangat disiplin, menghargai rutinitas, serta keteraturan dalam hidup. Sehingga tak mengherankan jika Otto kerap kali merasa terganggu pada hal-hal kecil. Seperti kendaraan yang dengan sengaja membuka portal dan berjalan melawan arus di klaster perumahannya, seekor anjing milik salah seorang tetangganya yang secara tidak sengaja buang air kecil di atas rumput halaman miliknya, sampai sopir mobil boks pengantar paket yang hanya sebentar memarkirkan kendaraannya di tempat yang biasa digunakan oleh tetangganya untuk parkir.
Sepeninggal sang istri, Sonya, Otto seakan berhenti melanjutkan hidup. Ia berusaha menarik diri dari lingkungan sekitar dengan mencabut layanan telepon, memberhentikan pasokan listrik dari rumahnya sendiri, dan enggan terlibat dalam segala bentuk interaksi sosial dengan orang lain.
ADVERTISEMENT
Bahkan karena kesendirian dan kedukaannya yang hingga di usia senja hidup tanpa Sonya, Otto beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri. Mulai dari mencoba gantung diri, di mana Otto mempersiapkan tali, bor, dan kursi. Tetapi, gagal karena terganggu dengan suara tetangga di depan rumahnya yang parkir sembarangan.
Kemudian dalam percobaan berikutnya, Otto mengakhiri hidupnya dengan membiarkan dirinya menghirup gas dari knalpot mobilnya di garasi yang seluruh ventilasinya tertutup rapat. Tetapi sekali lagi, tetangga Otto yang membutuhkan bantuan menghentikannya.
Selanjutnya, pada percobaan bunuh diri yang ketiga, Otto dengan sengaja berusaha untuk berdiri tepat di atas rel kereta dan berharap bahwa kereta akan datang dan menabraknya. Akan tetapi, sebelum itu semua benar-benar terjadi, Otto melihat seorang pria seusia dirinya pingsan di atas rel kereta api dan ia tergerak untuk menyelamatkan orang tersebut.
ADVERTISEMENT
Pada percobaan bunuh diri yang keempat, Otto kembali gagal walau dirinya telah mempersiapkan kursi dan juga senapan yang berakhir membuat langit-langit ruang tengahnya lubang akibat peluru yang menembus hingga atap rumahnya. Terakhir, Otto juga mencoba untuk mengakhiri hidupnya dengan sengaja meminum obat-obatan secara sekaligus dalam jumlah banyak.
Ia mengumpulkan pil-pil dan bersiap untuk meminum semuanya sekaligus. Namun, ia terganggu oleh suara dari luar rumah yang menyebabkan ia tidak melanjutkan rencananya.
Dalam dunia psikologi, percobaan bunuh diri seperti yang Otto Anderson lakukan di atas disebut sebagai suicidal behavior. Menurut Valentina & Helmi (2016) suicidal behavior bukan hanya berupa tindakan mengakhiri hidup, melainkan juga pikiran dan percakapan tentang bunuh diri, serta tindakan menyakiti diri sendiri dengan keinginan untuk mati.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, kemunculan suicidal behavior ini dapat dipengaruhi oleh berbagai macam hal, salah satunya seperti yang Otto rasakan yaitu kesendirian atau loneliness (Stein, Itzhaky, Levi-Belz, & Salomon, 2017; McClelland, Evans, Nowland, Ferguson, & O’Connor, 2020; Hamzah & Triwahyuni, 2023).
Pasalnya loneliness dapat membuat seseorang gagal terhubung dengan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya serta dapat memunculkan rasa putus asa dan rasa sakit secara emosional (Hamzah & Triwahyuni, 2023). Di mana hal tersebut Otto alami setiap harinya.
Otto tidak pernah berhenti memikirkan masa-masa saat di mana Sonya masih berada di sisinya hingga membuatnya secara tak sadar berjalan di tempat yang sama, mengisolasi diri dari lingkungan sekitar, menciptakan batasan, dan berhenti menjalani hidup seperti yang seharusnya.
ADVERTISEMENT
Hal ini memperjelas bahwa perilaku Otto bukan hanya sekadar percobaan bunuh diri yang didorong oleh kesedihan mendalam, melainkan juga manifestasi dari rasa kesepian akut. Kesendirian yang dirasakan Otto setelah kehilangan Sonya, sang istri, benar-benar memperparah keadaan mentalnya dan mendorongnya ke dalam siklus pikiran bahkan perilaku bunuh diri.
Ia terjebak dalam kenangan masa lalu dan enggan bergerak maju, yang membuatnya semakin terpisah dari kenyataan. Hingga akhirnya inilah yang kemudian memicu perilaku bunuh diri sebagai cara untuk melarikan diri dari rasa sakit yang terus menghantuinya. Dalam konteks ini, perjalanan Otto melalui tahapan-tahapan duka atau stages of grief menjadi sangat relevan untuk diulas.
Stages of grief adalah sebuah teori yang dikembangkan oleh psikiater dan penulis buku Elisabeth Kübler-Ross. Elisabeth Kübler-Ross dalam bukunya berjudul On The Death and Dying yang terbit pada tahun 1969 mengatakan bahwa terdapat lima tahap dalam berduka. Kelima tahapan itu meliputi denial (penolakan), anger (marah), bargaining (menawar), depression (depresi), dan acceptance (penerimaan). Yuk simak bersama bagaimana penjelasannya!
ADVERTISEMENT
1. Denial (Penolakan)
Tahap pertama ialah penolakan. Menurut Ross & Kessler (2014), penolakan merupakan respon atas kedukaan dengan menjadi shock atau diselimuti rasa ketidakpercayaan atas kepergian seseorang yang disayangi. Ibarat sebuah benteng pertahanan, penolakan dapat membantu seseorang untuk menangkal emosi berupa rasa sakit.
Seperti halnya sikap sinis dan penolakan yang selalu Otto tunjukkan dalam berbagai perubahan di sekitarnya, tatanan rumah dengan barang-barang Sonya yang dibiarkan persis di tempat yang sama, sampai dengan kenangan-kenangan manis bersama Sonya yang selalu ia ingat di sela-sela rutinitas yang ia jalani sehari-hari. Itu semua menunjukkan betapa besar penolakan Otto terhadap hidupnya tanpa sang istri, Sonya.
2. Anger (Marah)
Tahap kedua ialah kemarahan. Menurut Ross & Kessler (2014), anger merupakan amarah yang muncul dalam diri seorang individu ketika kehilangan orang terkasih. Kemarahan merupakan bentuk penyaluran emosi atas rasa kehilangan itu sendiri. Di mana hal ini sangatlah wajar terjadi karena sebagai seseorang yang mengalami kehilangan, kita berusaha untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan baru. Begitu juga dengan Otto yang seringkali marah-marah pada hal-hal kecil yang mengganggunya.
ADVERTISEMENT
Hal ini ia lakukan sebagai bentuk ekspresi dari rasa sakit dan ketidakberdayaannya dalam menghadapi kehilangan yang sangat besar. Ia merasa dikhianati oleh kehidupan dan tidak bisa menerima ketidakadilan yang dialaminya. Sikap sinis dan amarah yang terus-menerus ini menjauhkan Otto dari orang-orang yang sebenarnya peduli padanya dan memperdalam rasa isolasinya.
3. Bargaining (Menawar)
Tahap ketiga ialah menawar. Menurut Ross & Kessler (2014), bargaining merupakan tahapan tawar-menawar yang muncul dalam diri individu untuk bisa menghindari rasa sakit akibat kehilangan. Otto juga menunjukkan tanda-tanda bargaining ketika ia mulai membuka dirinya sedikit demi sedikit kepada tetangga barunya, Marisol. Meskipun pada awalnya ia bersikap sinis dan menjaga jarak, ada momen-momen di mana Otto tampak mencari penghiburan dalam interaksi dengan orang lain, seolah-olah ia mencoba menegosiasikan rasa sakitnya dengan menemukan sedikit kelegaan dalam hubungan sosial yang baru.
ADVERTISEMENT
Tahap bargaining ini adalah bagian dari proses Otto untuk mencoba mengatasi kenyataan kehilangan yang menghancurkan. Meskipun ia tidak sepenuhnya sadar akan hal ini, tindakannya mencerminkan upaya bawah sadarnya untuk bernegosiasi dengan rasa sakit dan kehilangan yang ia alami, mencari cara untuk menyeimbangkan antara kenangan masa lalu dan kenyataan yang harus ia hadapi.
4. Depression (Depresi)
Tahap keempat ialah depresi. Menurut Ross & Kessler (2014), depression merupakan fase yang muncul setelah tahapan tawar-menawar, di mana seseorang mulai menyadari suatu realitas bahwa apa yang terjadi itu benar adanya. Sehingga fase menawar sudah tidak terjadi lagi dan kita mulai merasakan kesedihan yang lebih dalam karena kehilangan orang yang kita cintai.
Ketika Otto bergerak menuju tahap depresi, ia menunjukkan tanda-tanda keputusasaan yang mendalam. Otto merasa bahwa hidupnya tidak lagi memiliki arti tanpa kehadiran Sonya di sisinya. Ia mencoba beberapa kali untuk bunuh diri sebagai cara untuk mengakhiri rasa sakit emosionalnya. Pada titik ini, rasa kehilangan telah membanjiri dirinya, dan dia tidak bisa melihat masa depan yang berarti tanpa Sonya, istrinya.
ADVERTISEMENT
5. Acceptance (Penerimaan)
Tahap terakhir ialah penerimaan. Menurut Ross & Kessler (2014), acceptance merupakan tahapan di mana seorang individu menyadari kenyataan bahwa peristiwa kehilangan yang dialami bersifat permanen. Namun, kita menerima dengan tidak melawan kenyataan yang ada. Beruntungnya, tahap ini datang juga dalam kehidupan Otto sepeninggal istrinya dengan bantuan Marisol, tetangga barunya.
Tanda-tanda penerimaan pertama kali terlihat ketika Otto mulai tergerak untuk membantu tetangga-tetangganya, mau terlibat dalam interaksi sosial di sekitar klaster perumahannya, tersenyum lebih sering, menunjukkan empati yang lebih besar terhadap orang lain, dan mulai berbagi cerita tentang Sonya kepada Marisol, menunjukkan bahwa Otto bisa mengenang istrinya tanpa rasa sakit yang menghancurkan.
Perjalanan Otto Anderson dalam film A Man Called Otto adalah sebuah ilustrasi yang menyentuh tentang bagaimana seseorang dapat melalui tahapan-tahapan duka dan akhirnya menemukan kedamaian dalam penerimaan. Dengan bantuan dan dukungan dari orang-orang di sekitarnya, Otto belajar bahwa meskipun rasa sakit akibat kehilangan orang terkasih tidak akan pernah benar-benar hilang, kehidupan harus terus dijalani dengan suka cita dan penuh makna.
ADVERTISEMENT
Otto menemukan kembali tujuan hidupnya melalui keterlibatan dalam komunitasnya dan hubungan yang baru. Ini menunjukkan bahwa proses berduka tidak hanya tentang menghadapi rasa sakit tetapi juga tentang membuka diri terhadap kesempatan untuk sembuh dan bertumbuh.
Pada akhirnya, Otto mengajarkan kita bahwa meskipun kehilangan adalah bagian yang tak terhindarkan dari hidup, dengan penerimaan dan dukungan, kita dapat menemukan cara untuk melanjutkan hidup dengan penuh kehangatan dan makna baru.