Konten dari Pengguna

Kehilangan Mestika: Menggali Jejak Perjuangan Hamidah dan Menyuarakan Perubahan

Zahra Salbiyah Aniqah Syach
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9 April 2025 10:13 WIB
·
waktu baca 19 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zahra Salbiyah Aniqah Syach tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perempuan yang saling merangkul bahu satu sama lain (Sumber: https://www.istockphoto.com).
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan yang saling merangkul bahu satu sama lain (Sumber: https://www.istockphoto.com).
ADVERTISEMENT
Novel Kehilangan Mestika karya Hamidah yang diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1935 menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah sastra Indonesia. Karya ini tidak hanya merekam pergolakan batin tokoh utamanya, tetapi juga mencerminkan potret sosial dan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat kala itu. Di tengah dominasi karya sastra yang ditulis oleh laki-laki, Kehilangan Mestika menjadi salah satu novel yang ditulis oleh penulis perempuan pada masanya, dan hadir sebagai representasi suara perempuan yang berani menyuarakan kegelisahan, cinta, dan pencarian jati diri melalui karya fiksi naratif yang kuat.
ADVERTISEMENT
Artikel ini akan membahas pelukisan tokoh Hamidah melalui tiga teknik penokohan yang dikemukakan oleh Burhan Nurgiyantoro (2018), yaitu teknik cakapan, teknik tingkah laku, serta teknik pikiran dan perasaan. Ketiga teknik ini digunakan untuk memperdalam pemahaman terhadap karakter Hamidah sebagai tokoh utama dalam cerita. Teknik cakapan adalah metode penggambaran tokoh melalui dialog atau percakapan, baik yang diucapkan oleh tokoh itu sendiri maupun oleh tokoh lain yang membicarakannya. Melalui cakapan, dapat terlihat watak, cara berpikir, dan sudut pandang tokoh secara tidak langsung. Teknik tingkah laku menggambarkan tokoh melalui perbuatannya dalam situasi tertentu, sehingga karakter tokoh dapat dikenali dari tindakannya. Sementara itu, teknik pikiran dan perasaan menyajikan tokoh melalui ungkapan isi pikiran dan perasaannya secara langsung. Lewat teknik ini, konflik batin, nilai-nilai yang diyakini, serta pandangan hidup tokoh sering kali tersampaikan secara mendalam. Dengan menggunakan ketiga teknik tersebut, artikel ini akan mengungkapkan sejauh mana karakter Hamidah dibentuk dan ditampilkan secara utuh dalam karya sastra yang dianalisis. Selain membahas aspek teknis penokohan tersebut, artikel ini juga akan menyoroti nilai-nilai keteladanan yang ditunjukkan oleh tokoh Hamidah dan relevansinya bagi perempuan generasi masa kini. Keteladanan tersebut mencakup keberanian, ketegasan, kesadaran akan hak-hak diri, serta peran aktif perempuan dalam melawan batasan-batasan sosial. Dengan demikian, tokoh Hamidah tidak hanya penting untuk dianalisis dari segi unsur penokohannya, tetapi juga memiliki nilai inspiratif yang relevan untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
1. Teknik Cakapan
Tokoh Hamidah digambarkan sebagai sosok perempuan yang berpikiran maju, berani, dan tidak takut melangkah keluar dari batasan adat yang selama ini membatasi peran perempuan. Ia bukanlah perempuan yang hanya tinggal dan beraktivitas di dalam rumah sebagaimana harapan masyarakat adat saat itu. Sebaliknya, Hamidah tampil sebagai perempuan mandiri, terbuka terhadap perubahan zaman, dan bersedia bergaul, serta berkegiatan di luar rumah. Hal ini membuatnya dipandang “tidak biasa” dan bahkan dianggap “melanggar adat” oleh tokoh-tokoh yang masih memegang kuat pada nilai-nilai lama. Melalui karakter Hamidah, pengarang menampilkan pergeseran pandangan terhadap perempuan dalam masyarakat yang mulai berani mengambil peran di ruang publik. Penggambaran tokoh Hamidah dalam kutipan yang ditemukan terlihat melalui teknik cakapan, yaitu lewat dialog antara Ridhan dan pamannya. Meskipun nama Hamidah tidak disebut secara langsung, pernyataan sang paman mengenai perempuan yang “dibawa ke rumah”, “bukan muhrim”, dan “perempuan yang telah lerak ke mana-mana” jelas merujuk pada sosok Hamidah. Dalam konteks ini, teknik cakapan digunakan untuk memperlihatkan konflik antara nilai-nilai lama dengan pemikiran baru yang dibawa tokoh muda seperti Ridhan.
ADVERTISEMENT
Pandangan sang paman mencerminkan representasi masyarakat adat yang memandang perempuan aktif dan mandiri sebagai “tidak pantas” atau “melanggar adat”. Ia menilai bahwa perempuan seharusnya tinggal di rumah dan tidak bebas bepergian, apalagi jika belum menikah. Stereotip ini memperlihatkan konstruksi sosial yang kaku dan menempatkan perempuan dalam posisi pasif. Sementara itu, Ridhan muncul sebagai tokoh yang berpandangan lebih terbuka, membela Hamidah dengan menyatakan bahwa adat yang tidak relevan dengan zaman sebaiknya ditinggalkan. Ridhan menganggap Hamidah sebagai sosok yang layak dihormati dan bukan perempuan sembarangan, seperti yang dituduhkan. Melalui percakapan tersebut, tidak hanya tercermin konflik antar generasi, tetapi juga semakin menguatkan citra Hamidah sebagai simbol perubahan. Meskipun tidak hadir secara langsung dalam dialog, kehadirannya terasa kuat sebagai pusat perdebatan. Ia menjadi lambang dari perempuan yang ingin keluar dari batasan tradisional dan mengejar kemajuan, meskipun hal itu membuatnya harus menghadapi pandangan negatif dari masyarakat. Berikut ini kutipan teksnya:
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sosok Hamidah diilustrasikan sebagai tokoh yang berani mengambil keputusan, bertanggung jawab, dan memiliki semangat kemandirian yang kuat. Ia tidak mudah goyah menghadapi penilaian buruk dari lingkungan sekitarnya, bahkan secara tegas menyampaikan kepada keluarganya bahwa mencari penghidupan yang halal bukanlah sesuatu yang memalukan. Keteguhannya dalam menerima tawaran pindah kerja meskipun mendapat tekanan sosial mencerminkan kedewasaan berpikir, serta keberanian untuk melangkah ke arah yang lebih baik. Selain itu, rasa tanggung jawabnya terlihat dari cara ia menyerahkan amanah secara tertib kepada penggantinya dan berpesan agar kelompok yang ia tinggalkan tetap berlanjut. Hal ini memperkuat gambaran Hamidah sebagai perempuan progresif yang berpikir jauh ke depan dan tidak hanya mementingkan dirinya sendiri.
Lebih jauh, Hamidah juga mencerminkan sosok perempuan yang tidak pasrah pada nasib. Ia menyadari pentingnya kesempatan dan berupaya memanfaatkannya sebaik mungkin, meski harus berhadapan dengan batasan budaya dan aturan sosial yang kaku. Dalam dirinya tercermin keberanian untuk menjadi agen perubahan, sekaligus kepedulian sosial agar perjuangan bersama tidak berhenti di tengah jalan. Penggambaran ini menjadikan Hamidah sebagai representasi perempuan yang tangguh, berpikiran terbuka, serta mampu menyeimbangkan antara kepentingan pribadi dan kontribusi sosialnya. Berikut ini kutipan teksnya:
ADVERTISEMENT
2. Teknik Tingkah Laku
Penggambaran tokoh Hamidah dalam kutipan yang ditemukan terlihat melalui teknik tingkah laku, yaitu cara penulis memperlihatkan karakter tokoh melalui tindakan nyata yang dilakukannya. Hamidah digambarkan sebagai sosok yang berani mengambil langkah pertama untuk membuka ruang gerak bagi perempuan di masyarakatnya. Pada saat itu masyarakat masih memegang kuat tradisi pingitan. Keberaniannya ini mencerminkan sikap kritis dan progresif dalam menghadapi budaya yang mengekang. Tindakannya bukan hanya simbol pembebasan diri, tetapi juga bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan struktural yang membatasi perempuan. Hamidah tak hanya berpendapat, tetapi juga bertindak dan membuka jalan bagi kaum perempuan untuk memiliki kebebasan yang sama. Melalui tingkah lakunya ini, ia hadir sebagai figur perintis perubahan sosial yang menantang tatanan lama dengan kesadaran dan keberanian. Berikut ini kutipan teksnya:
ADVERTISEMENT
Pada kutipan lain ditemukan terkait penggambaran tokoh Hamidah. Ia digambarkan sebagai perempuan yang berjiwa pendidik, gigih, dan memiliki komitmen kuat terhadap kemajuan masyarakat, khususnya kaum perempuan. Ia tidak hanya memimpikan perubahan, tetapi juga berusaha mewujudkannya dengan tindakan nyata, salah satunya lewat keinginannya mendirikan sekolah. Hamidah tampil sebagai tokoh yang proaktif, berinisiatif mencari bantuan, menjalin kerja sama, hingga mengurus perizinan demi berdirinya lembaga pendidikan yang diimpikannya. Meskipun menghadapi tantangan berupa respons pasif masyarakat, ia tetap melangkah dengan semangat dan keyakinan. Hal ini menunjukkan bahwa Hamidah memiliki karakter ulet, visioner, dan peduli terhadap pendidikan sebagai jalan menuju perubahan sosial. Sosoknya mencerminkan semangat emansipasi yang tak hanya memperjuangkan hak pribadi, tetapi juga berkontribusi bagi kemajuan orang lain di sekitarnya. Berikut ini kutipan teks yang ditemukan:
ADVERTISEMENT
Tokoh Hamidah digambarkan sebagai sosok perempuan yang memiliki kebebasan dalam dirinya, baik secara fisik maupun batin. Ia menjelma menjadi pribadi yang mampu melampaui batas-batas tradisional. Selama ini banyak aturan adat yang membatasi gerak perempuan dalam berkarya, belajar, dan berperan di ruang publik. Dalam kutipan yang ditemukan, tergambar bahwa Hamidah tidak hanya menikmati kebebasan untuk menjelajahi alam dan mengenal negerinya lebih luas, tetapi juga menjadi bagian dari perubahan sosial saat perempuan mulai diberi ruang untuk keluar rumah dan menikmati lingkungan luar. Ia memanfaatkan kesempatan itu bukan sekadar untuk bersenang-senang, melainkan juga untuk memahami lingkungan sosial dan geografi bangsanya. Kebebasan yang dimiliki Hamidah bukanlah bentuk pelarian, melainkan wujud dari kesadaran diri dan perjuangan menuju kehidupan yang lebih terbuka dan setara. Karakter ini memperlihatkan bahwa Hamidah adalah simbol perempuan yang merdeka dalam berpikir, bertindak, dan menentukan arah hidupnya sendiri. Berikut ini kutipan teksnya:
ADVERTISEMENT
Pada kutipan teks lain juga ditemukan terkait penggambaran tokoh Hamidah sebagai sosok perempuan yang memiliki keteguhan hati dan keberanian dalam memperjuangkan cinta. Ia tidak membiarkan perasaannya terpendam begitu saja, melainkan mengambil langkah nyata untuk mencari kejelasan atas hubungan yang ia jalani. Diam-diam, ia mendatangi kantor pos demi bertemu Idrus, yaitu seseorang yang sangat berarti baginya. Ia ingin menanyakan alasan di balik sikap diam Idrus yang tak lagi membalas surat-suratnya. Sikap ini menunjukkan bahwa Hamidah bukan perempuan yang pasif dalam menghadapi persoalan hati, tetapi justru aktif dan memiliki keberanian emosional untuk mencari kepastian. Melalui tindakannya, Hamidah ditampilkan sebagai sosok yang tak hanya rasional, tetapi juga memiliki sisi emosional yang kuat. Ia mampu mengatur strategi dengan matang, menyembunyikan niatnya dari keramaian agar dapat bertemu Idrus secara langsung. Ini menandakan kedewasaan dan ketulusan cinta Hamidah, bahwa ia rela mengesampingkan harga dirinya demi mencari penjelasan dari orang yang ia cintai. Berikut ini kutipan teksnya:
ADVERTISEMENT
3. Teknik Pikiran dan Perasaan
Pelukisan tokoh Hamidah dalam kutipan teks ditemukan melalui teknik pikiran dan perasaan, yakni cara pengarang menggambarkan karakter melalui isi pikiran dan gejolak batin tokoh secara langsung. Dalam hal ini, dapat dipahami mengenai pemikiran Hamidah terkait pentingnya pendidikan bagi perempuan. Ia berpandangan bahwa kemajuan suatu bangsa harus dimulai dari kaum perempuan karena merekalah calon ibu yang akan mendidik generasi berikutnya. Pemikiran ini mencerminkan sosok Hamidah sebagai perempuan yang visioner, peduli terhadap masa depan, dan memiliki kesadaran sosial yang tinggi. Ia tidak hanya mementingkan dirinya sendiri, tetapi juga memikirkan kontribusi perempuan dalam pembangunan bangsa.
ADVERTISEMENT
Pemikiran Hamidah dalam kutipan yang ditemukan juga menunjukkan bahwa ia memiliki kesadaran akan peran strategis perempuan dalam membentuk peradaban. Ia tidak hanya berpikir tentang perubahan jangka pendek, melainkan juga memiliki visi jangka panjang yang menuju pada pembentukan generasi masa depan melalui pendidikan. Gagasan untuk membentuk perkumpulan bagi kaum ibu menjadi bukti nyata dari kepeduliannya terhadap pemberdayaan perempuan. Melalui tokoh Hamidah, pengarang menyuarakan pentingnya peran perempuan sebagai agen perubahan sosial dan pendidikan dalam masyarakat. Hamidah tampil sebagai representasi perempuan intelektual yang tidak hanya pasrah terhadap keadaan, tetapi justru ingin menjadi penggerak perubahan. Berikut ini kutipan teksnya:
ADVERTISEMENT
Penggambaran tokoh Hamidah dalam kutipan teks lain memperlihatkan sosok yang memiliki kepedulian tinggi terhadap pendidikan, terutama bagi anak-anak perempuan. Ia menyadari kondisi sosial di lingkungannya yang masih minim akan kemampuan baca tulis, dan dari kesadaran itulah muncul tekad kuat dalam dirinya untuk melakukan perubahan. Hamidah digambarkan sebagai perempuan yang berpikiran maju, visioner, dan memiliki semangat pemberdayaan. Ia tidak hanya memikirkan hal-hal yang harus diajarkan secara akademik, seperti membaca, menulis, dan berhitung, tetapi juga pengetahuan praktis, seperti mengajarkan bahasa Belanda dan keterampilan rumah tangga. Pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa ia ingin memberikan pendidikan yang menyeluruh agar perempuan memiliki pengetahuan luas dan keterampilan hidup. Selain itu, Hamidah juga digambarkan sebagai pribadi yang berhati-hati dan bijak dalam bertindak. Ia menyadari pentingnya membangun kepercayaan dari para orang tua, sehingga ia pun merencanakan pendekatan strategis dengan membangun kembali perkumpulan yang dulu pernah ia rintis. Hal ini memperkuat citra Hamidah sebagai tokoh yang tidak hanya memiliki niat baik, tetapi juga mampu merancang langkah nyata dengan perhitungan yang matang. Berikut kutipan teks yang ditemukan:
ADVERTISEMENT
Penggambaran tokoh Hamidah melalui teknik pikiran dan perasaan tampak jelas dalam kutipan teks lain yang ditemukan. Melalui pemikiran Hamidah dapat terlihat bahwa ia adalah sosok perempuan yang tidak mengikuti pandangan umum masyarakat pada masanya, terutama soal tujuan hidup perempuan. Sementara banyak orang beranggapan bahwa pernikahan adalah pencapaian tertinggi bagi perempuan, Hamidah justru memandang bahwa martabat dan harga diri jauh lebih penting. Ia menekankan bahwa hidup tanpa menanggung hina merupakan prioritas utamanya. Hal ini mencerminkan keteguhan prinsip dan keberanian melawan konstruksi sosial yang mengekang perempuan. Pikiran ini menunjukkan bahwa Hamidah adalah tokoh yang kritis, mandiri, dan memiliki nilai-nilai hidup yang kuat. Dengan begitu, dapat menjadikan dirinya berbeda dari perempuan lain di sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Pandangan Hamidah tersebut tidak hanya mencerminkan kepribadiannya yang kuat, tetapi juga menjadi kritik sosial terhadap budaya patriarki yang menempatkan pernikahan sebagai satu-satunya jalan menuju kehormatan bagi perempuan. Ia menolak untuk dijadikan objek dari harapan sosial semacam itu dan memilih untuk menjalani hidup dengan prinsip-prinsip yang ia yakini. Pemikirannya menjadi representasi dari nilai emansipasi perempuan yang menunjukkan bahwa perempuan memiliki hak untuk menentukan jalan hidupnya sendiri tanpa harus tunduk pada tekanan tradisi atau norma yang tidak relevan dengan harga diri dan kemanusiaan. Dalam konteks ini, Hamidah tampil sebagai tokoh yang progresif dan menjadi inspirasi bagi perempuan lain untuk memperjuangkan kehidupan yang lebih bermakna dan merdeka. Berikut ini kutipan teksnya:
ADVERTISEMENT
Penggambaran kepribadian tokoh Hamidah dalam kutipan lain yang ditemukan menunjukkan bahwa perbedaan pandangan antara dirinya dan saudaranya yang tinggal di Jakarta. Melalui narasi batinnya, Hamidah menunjukkan bahwa ia tidak menyukai gaya hidup yang tertutup dan eksklusif seperti yang dijalani oleh saudaranya. Ia justru memiliki kepribadian yang terbuka, ramah, dan senang berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Perbedaan ini menegaskan bahwa Hamidah adalah sosok yang menghargai keberagaman dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, serta kesetaraan sosial.
Hamidah memiliki kepribadian yang terbuka, tidak membatasi diri hanya pada kalangan tertentu, dan mampu menjalin hubungan baik dengan berbagai lapisan masyarakat. Ia menolak anggapan bahwa seseorang lebih tinggi derajatnya hanya karena status sosial atau pola pikir tertentu. Baginya, keterbukaan terhadap kritik dan hubungan sosial merupakan bentuk penghormatan dan pengakuan dari orang lain. Pikiran ini mencerminkan karakter Hamidah sebagai pribadi yang berpikiran luas, tidak cepat menghakimi, dan menghargai setiap manusia tanpa memandang latar belakangnya. Kepribadian ini membuatnya tampak lebih humanis dan matang dalam menilai realitas sosial di sekitarnya. Berikut ini kutipan teks yang ditemukan:
ADVERTISEMENT
Keteladanan Tokoh Hamidah sebagai Inspirasi bagi Perempuan Generasi Masa Kini
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pelukisan tokoh Hamidah melalui teknik cakapan, teknik tingkah laku, serta teknik pikiran dan perasaan, dapat disimpulkan bahwa ia merupakan representasi perempuan yang tegas, kritis, dan memiliki kesadaran akan hak serta martabat dirinya. Dalam konteks generasi saat ini, sosok Hamidah menjadi inspirasi bagi perempuan muda untuk tidak terjebak dalam konstruksi sosial yang membatasi ruang geraknya. Hamidah mengajarkan pentingnya keberanian dalam mengambil keputusan, meskipun hal tersebut berarti harus berhadapan dengan norma atau pandangan yang telah mengakar kuat. Ia menunjukkan bahwa menjadi perempuan tidak berarti harus tunduk pada ekspektasi lama, melainkan mampu menciptakan jalan sendiri yang penuh makna dan keberdayaan. Melalui tokoh Hamidah, generasi sekarang dapat belajar bahwa suara perempuan layak didengar, pilihan hidup perempuan patut dihormati, dan kehadiran perempuan di ruang publik adalah bentuk kemajuan yang positif. Namun demikian, kemajuan perempuan tidak harus menghilangkan nilai-nilai budaya. Perempuan tetap dapat berkembang dan menyesuaikan diri dengan relevansi zaman, sekaligus tetap menjaga prinsip kesopanan dan tidak menyimpang dari ajaran kehidupan yang menjadi dasar moral dan etika dalam bermasyarakat.
ADVERTISEMENT
Dalam dunia yang masih sering dilingkupi oleh budaya patriarki, tokoh seperti Hamidah menjadi simbol perlawanan terhadap sistem yang kerap menempatkan perempuan pada posisi kurang dihargai atau dianggap sebelah mata. Ia hadir sebagai gambaran perempuan yang tidak hanya menolak untuk dibungkam, tetapi juga berani mengemukakan pendapat dan berdiri teguh pada prinsipnya. Melalui karakter Hamidah, terlihat bahwa perempuan memiliki kapasitas intelektual, emosional, dan sosial yang setara untuk berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat. Suara perempuan bukanlah sesuatu yang harus diabaikan atau diragukan, melainkan perlu dihargai sebagai bagian dari pembangunan yang adil dan berkelanjutan. Generasi masa kini perlu memahami bahwa perjuangan melawan ketidaksetaraan gender tidak hanya menjadi tanggung jawab perempuan saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama demi terciptanya ruang yang aman, setara, inklusif, dan saling menghormati.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, sosok Hamidah juga mengajarkan pentingnya pendidikan dan kesadaran diri sebagai landasan dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. Pendidikan bukan sekadar tentang pencapaian akademik, tetapi juga sebagai sarana untuk membentuk cara berpikir kritis dan kemampuan untuk memahami dinamika sosial dengan bijaksana. Hamidah menunjukkan bahwa perempuan yang terdidik memiliki keberanian untuk menggugat ketimpangan, serta mampu menjadi agen perubahan dalam lingkungan sekitarnya. Dalam konteks ini, perempuan muda masa kini perlu menyadari bahwa kekuatan untuk berkembang dimulai dari diri sendiri, dari keberanian untuk bermimpi, belajar, bersuara, dan bertindak. Dengan demikian, sosok Hamidah bukan hanya menjadi simbol perlawanan, tetapi juga representasi harapan akan masa depan yang lebih setara dan manusiawi bagi semua gender.
Hamidah juga mengajarkan pentingnya konsistensi dalam memperjuangkan prinsip. Ia tidak mudah goyah oleh tekanan sosial maupun pandangan yang berseberangan dengan prinsip-prinsipnya. Keteguhan sikap inilah yang menjadi pelajaran penting bagi generasi masa kini bahwa perubahan tidak akan lahir dari sosok yang mudah menyerah, melainkan dari individu yang sabar, gigih, dan konsisten dalam perjuangan. Hamidah juga menunjukkan bahwa menjadi perempuan bukan halangan untuk bersuara dan mengambil peran penting dalam menentukan arah hidup. Ia mengajak perempuan untuk tidak merasa kecil di hadapan tradisi yang membatasi, tetapi justru menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai pijakan untuk tumbuh dan membuktikan kemampuan. Melalui Hamidah, dapat dipelajari bahwa menjadi diri sendiri dengan keberanian dan keyakinan adalah bentuk perjuangan yang paling tulus dan bermakna. Dengan demikian, Hamidah bukan hanya menjadi tokoh fiktif dalam sebuah cerita, melainkan representasi nyata dari semangat perempuan yang tak takut menghadapi tantangan zaman. Ia menjadi cermin bahwa perubahan sosial dimulai dari individu yang berani berpikir merdeka, bersuara, dan tetap berpijak pada nilai yang diyakininya.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Hamidah. (2011). Kehilangan Mestika. Jakarta: PT. Balai Pustaka (Persero).
Nurgiyantoro, Burhan. (2018). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.