Konten dari Pengguna

Konsep Diri Positif vs Negatif: Bagaimana Remaja Menghadapinya?

Zahra Salbiyah Aniqah Syach
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21 Desember 2024 0:35 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zahra Salbiyah Aniqah Syach tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi tangan seorang wanita yang menyentuh cermin (Sumber: https://www.istockphoto.com).
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tangan seorang wanita yang menyentuh cermin (Sumber: https://www.istockphoto.com).
ADVERTISEMENT
Konsep diri merupakan cara seseorang memahami dan menilai dirinya sendiri berdasarkan pengalaman, interaksi dengan lingkungan, dan evaluasi dari orang lain. Elizabeth B. Hurlock membagi konsep diri menjadi dua jenis, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Konsep diri positif terbentuk ketika seseorang merasa percaya diri, mampu menerima diri sendiri, dan mendapatkan dukungan dari lingkungan sosial. Sebaliknya, konsep diri negatif muncul ketika seseorang merendahkan diri sendiri, merasa tidak berharga, atau gagal memenuhi ekspektasi lingkungan. Untuk memahami lebih jauh bagaimana konsep diri positif dan negatif terbentuk, wawancara dilakukan dengan dua siswa kelas 12 SMA yang berbagi pandangan dan pengalamannya mengenai hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Konsep Diri Positif
Melalui wawancara tersebut, kedua responden sepakat bahwa keberhasilan dalam hidup menjadi salah satu faktor utama yang membentuk konsep diri positif. Keberhasilan membuat kedua responden merasa lebih percaya diri, memberikan motivasi untuk terus berkembang, dan memupuk pandangan positif terhadap diri sendiri. Sebaliknya, kegagalan menjadi tantangan yang tidak dapat dihindari, tetapi kedua responden tersebut memilih untuk menjadikannya pembelajaran yang berharga. Pengalaman positif memberinya semangat lebih besar untuk menghadapi berbagai tantangan hidup, sementara pengalaman buruk justru dianggap sebagai pengingat untuk tetap gigih dan tidak menyerah pada keadaan. Responden memahami bahwa setiap kegagalan memiliki pelajaran yang dapat memperkuat karakter dan meningkatkan kemampuannya dengan lebih baik.
Hasil wawancara menunjukkan bahwa dukungan sosial juga memberikan dampak positif dalam menghadapi tekanan dan tantangan. Salah satu responden menyatakan bahwa ketika mengalami keraguan terhadap diri sendiri, kehadiran keluarga dan teman yang memberikan dorongan moral dapat membantunya merasa lebih kuat dan siap menghadapi tantangan. Responden juga menekankan bahwa rasa percaya diri yang diperoleh dari dukungan tersebut bukan hanya membantunya dalam menghadapi kesulitan sehari-hari, tetapi juga dalam menghadapi kritik dan ekspektasi dari orang lain. Dukungan tersebut menjadi sumber energi yang memperkuat keyakinan diri, sehingga merasa lebih mampu mengatasi berbagai hambatan yang muncul.
ADVERTISEMENT
Ketika menghadapi kritik, para responden memilih untuk memilah kritik yang diterima. Kritik yang bersifat membangun dijadikan pelajaran untuk memperbaiki diri, sedangkan kritik yang tidak relevan diabaikan agar tidak memengaruhi pandangannya terhadap diri sendiri. Mereka juga menekankan pentingnya menjaga fokus pada hal-hal positif dalam hidup agar tetap memiliki pandangan yang baik tentang diri sendiri. Selain itu, responden juga menyebutkan bahwa kemampuan untuk menerima kritik dengan bijak berperan besar dalam membentuk konsep diri positif. Responden tersebut menjelaskan bahwa kritik yang konstruktif memberikannya kesempatan untuk berkembang dan memperbaiki kekurangan, sementara kritik yang tidak membangun dapat diabaikan untuk menjaga kesejahteraan emosional. Kedua responden sepakat bahwa dengan fokus pada hal-hal positif, dapat menjaga semangat dan motivasi untuk terus maju, tanpa terjebak dalam penilaian negatif yang dapat merusak rasa percaya dirinya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa kedua responden mampu mengelola pandangan terhadap diri sendiri dengan lebih sehat, terlepas dari pendapat orang lain.
ADVERTISEMENT
Dalam menyelesaikan konflik, kedua responden memiliki pendekatan yang hampir serupa, yaitu menahan emosi sebelum berdiskusi. Para responden cenderung memilih untuk diam dan menenangkan dirinya terlebih dahulu ketika sedang marah, kemudian berbicara dengan kepala dingin. Hal ini membantunya dalam menyelesaikan masalah tanpa membiarkan amarah menguasai dirinya sendiri. Responden juga menambahkan bahwa pendekatan ini memungkinkan untuk lebih objektif dalam melihat permasalahan dan mencari solusi yang lebih rasional. Responden menyadari bahwa emosi yang dikelola dengan baik akan memudahkan dalam berkomunikasi dan mencapai kesepakatan yang lebih baik dalam situasi konflik. Kedua responden merasa bahwa dengan mengedepankan ketenangan dan pemikiran yang jernih, dapat mempertahankan hubungan yang baik dengan orang lain dan menghindari keputusan impulsif yang dapat merugikan. Hal ini menunjukkan pentingnya kontrol diri dalam menghadapi tantangan sosial dan menjaga konsep diri yang positif.
ADVERTISEMENT
Saat diminta untuk mengungkapkan kekuatan dan kelemahan diri, para responden merasa memiliki sifat disiplin, kesabaran, dan rasa tanggung jawab sebagai kelebihan diri. Di sisi lain, responden juga menyadari beberapa kelemahan, seperti kesulitan berbicara di depan umum dan kecenderungan untuk terlalu banyak berpikir. Meskipun demikian, kedua responden tersebut berusaha untuk menerima kekurangannya secara bertahap dan merasa semakin puas dengan apa yang telah dicapainya, serta apa yang ada dalam dirinya saat ini. Meskipun keduanya menyadari adanya kelemahan dalam dirinya sendiri, kedua responden menunjukkan sikap yang positif dalam menghadapi tantangan tersebut. Para responden berusaha untuk terus berkembang dan memperbaiki diri, tanpa membiarkan kekurangan tersebut menghalangi langkahnya. Salah satu responden bahkan menyebutkan bahwa ia mencoba untuk mengubah kelemahan menjadi peluang untuk belajar dan berkembang, seperti berlatih berbicara di depan umum dan mencoba mengatasi kecenderungan overthinking dengan cara lebih fokus pada hal-hal yang bisa dikendalikannya. Hal ini menunjukkan tekadnya untuk terus memperbaiki konsep diri dan mencapai potensi terbaik yang dimiliki.
ADVERTISEMENT
Konsep Diri Negatif
Berbicara mengenai konsep diri negatif, kedua responden mengakui bahwa pengalaman buruk dan kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain menjadi penyebab utama kurangnya rasa percaya diri. Salah satu responden bahkan menyebutkan bahwa kritik atau keraguan dari keluarga, seperti pertanyaan “Apakah kamu benar-benar bisa?” dapat membuatnya merasa tidak yakin dengan kemampuannya sendiri. Meski demikian, kedua responden belajar untuk tidak terlalu mengambil hati terhadap pendapat negatif dari orang lain.
Kedua responden juga menyatakan bahwa terkadang merasa tertekan oleh ekspektasi yang tinggi, baik dari keluarga maupun lingkungan sekitar. Meskipun hal tersebut dapat memengaruhi pandangannya terhadap diri sendiri, namun kedua responden berusaha untuk tidak membiarkan tekanan tersebut meruntuhkan rasa percaya dirinya. Salah satu responden mengungkapkan bahwa ia mulai berfokus pada pencapaian-pencapaian kecil yang bisa diraih, daripada terus membandingkan dirinya dengan standar orang lain. Dengan cara ini, kedua responden semakin belajar untuk menerima diri sendiri dan menghargai setiap langkah kecil dalam proses menuju perkembangan pribadi.
ADVERTISEMENT
Ketika menghadapi kegagalan, perasaan sedih adalah hal yang wajar, tetapi kedua responden mencoba untuk tidak terlalu larut dalam kesedihan. Para responden berusaha melihat kegagalan sebagai bagian dari pembelajaran dan menyadari bahwa setiap manusia pasti pernah mengalami kegagalan. Hal ini membantu untuk menjaga pandangan positif terhadap kemampuan pribadi. Meskipun kegagalan dapat membuatnya merasa kecewa, kedua responden menyadari bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya. Kedua responden mulai melihat kegagalan sebagai kesempatan untuk tumbuh dan memperbaiki diri. Salah satu responden menyatakan bahwa setelah mengalami kegagalan, ia sering merenung dan mencari tahu apa yang bisa diperbaiki agar bisa mencapai hasil yang lebih baik di masa depan. Hal ini menunjukkan bahwa kedua responden tidak hanya menerima kegagalan sebagai kenyataan, tetapi juga menjadikannya sebagai batu loncatan untuk mencapai tujuan hidupnya yang diiringi dengan semangat dan keyakinan pada kemampuan diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Meskipun salah satu responden mengakui bahwa kegagalan di masa lalu dapat membatasi keyakinannya terhadap diri sendiri, namun responden tersebut belajar bahwa masa lalu hanyalah bagian kecil dari kehidupan. Kesalahan yang pernah terjadi tidak seharusnya menjadi penghalang untuk terus melangkah maju. Selain itu, tekanan dari ekspektasi orang lain, seperti pelatih atau guru, dapat menjadi beban berat bagi responden. Namun, kini kedua responden memilih untuk fokus pada hal yang dapat dikendalikannya dan berusaha membahagiakan diri sendiri daripada terus berusaha memenuhi harapan orang lain. Kedua responden juga mengungkapkan bahwa seiring berjalannya waktu, dapat memahami bahwa kebahagiaan dan kepuasan diri tidak dapat bergantung sepenuhnya pada penilaian atau harapan orang lain. Kedua responden belajar untuk menyeimbangkan antara upaya memenuhi harapan eksternal dan menjaga kesejahteraan pribadinya.
ADVERTISEMENT
Melalui wawancara ini dapat disimpulkan bahwa konsep diri positif terbentuk melalui keberhasilan, dukungan sosial, kemampuan menerima kritik secara konstruktif, dan usaha untuk menerima diri sendiri. Sebaliknya, konsep diri negatif sering kali dipengaruhi oleh pengalaman buruk, kritik negatif, perbandingan sosial, dan tekanan dari lingkungan. Proses membangun konsep diri adalah perjalanan yang membutuhkan kesadaran dan usaha untuk terus memperbaiki diri. Dengan demikian, setiap individu diharapkan dapat mengembangkan konsep diri yang lebih positif demi kesejahteraan psikologisnya.