Konten dari Pengguna

Menelusuri Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Atheis dengan Teknik Dramatik

Zahra Salbiyah Aniqah Syach
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26 Mei 2024 15:30 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zahra Salbiyah Aniqah Syach tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi tumpukan buku-buku lama. (Sumber: https://www.istockphoto.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tumpukan buku-buku lama. (Sumber: https://www.istockphoto.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Novel Atheis merupakan karya Achdiat K. Mihardja yang diterbitkan pada tahun 1949. Novel ini membahas mengenai tokoh utama, yakni Hasan yang mengalami kegoyahan dalam keimanannya. Hasan dibesarkan dalam keluarga yang taat akan agama. Namun, adanya pengaruh yang kuat dari teman-temannya dapat mengubah pandangan Hasan terhadap hidupnya, serta menjadikan Hasan sebagai pribadi yang tidak mengenal tuhannya. Novel ini menjelaskan secara rinci sosok tokoh utamanya yang tidak memiliki pendirian kuat terhadap hidupnya.
ADVERTISEMENT
Tulisan ini akan membahas mengenai teknik pelukisan tokoh yang terdapat dalam novel Atheis. Melalui bukunya Burhan Nurgiyantoro yang berjudul Teori Pengkajian Fiksi dijelaskan bahwa terdapat dua macam teknik pelukisan tokoh dalam sebuah karya fiksi, yakni teknik ekspositori dan teknik dramatik. Namun, dalam tulisan ini hanya akan memfokuskan pengkajian terhadap teknik dramatik. Dijelaskan pula dalam buku tersebut bahwa teknik dramatik merupakan penggambaran tokoh yang tidak secara langsung disampaikan oleh pengarang. Dengan kata lain, pengarang mendeskripsikan sikap dan karakter para tokoh melalui percakapan tokoh-tokohnya maupun tindakan yang dilakukan. Wujud penggambaran teknik dramatik yang akan dibahas dalam tulisan ini, yakni teknik cakapan, teknik tingkah laku, serta teknik pikiran dan perasaan.
Teknik Cakapan
ADVERTISEMENT
Teknik cakapan merupakan teknik penggambaran karakter tokoh melalui percakapan yang disampaikan oleh para tokoh. Melalui percakapan yang disajikan pembaca akan mengkaji karakter tokoh tersebut dengan pandangan pribadinya. Dengan begitu, pembaca akan memahami karakter tokoh dalam sebuah cerita yang disajikan. Dalam novel ini dapat ditemukan percakapan yang menggambarkan karakter tokoh utamanya, sebagai berikut:
“Ayah bolehkah saya turut pula memeluk ilmu yang Ayah dan Ibu anuti?”
“Nah, anakku, syukurlah engkau sudah ada niat yang suci begitu. Sesungguhnya dengan niatmu yang suci itu, telah hilanglah segala rasa kekuatiran yang selama ini kadang-kadang suka menekan dalam hatiku, ialah kekuatiran kalua-kalau dalam menempuh jalan hidup yang penuh dengan godaan dan bencana ini engkau akan tidak tahan, oleh karena engkau belum mempunyai senjata yang kuat…”
ADVERTISEMENT
Melalui percakapan Hasan dan kedua orang tuanya menggambarkan bahwa ia adalah sosok yang taat pada ajaran agamanya. Di kampungnya, Hasan terkenal sebagai pemuda yang saleh dan patuh terhadap perintah kedua orang tuanya. Menginjak usia dewasa, ia ingin lebih memperdalam ajaran agama yang selama ini telah diajarkan oleh Ayah dan Ibunya.
Dalam percakapan lain dapat ditemukan mengenai sosok pribadi Hasan yang mulai mengalami perubahan terhadap hidupnya
“Kau sembahyang juga, Bung?” ujarnya sejurus kemudian.
Terasa suara ejekan pahit tajam menusuk hatiku.
"Aku sembahyang sekedar jangan menyinggung hati orang tuaku saja."
"Aneh," sahutnya, menyisir terus.
“Aneh? Kenapa aneh?"
Anwar tidak menjawab. Menyisir terus. Bersiul terus.
"Tidakkah engkau main sandiwara dengan dirimu sendiri, Bung?"
ADVERTISEMENT
"Main sandiwara?"
"Ya! Main sandiwara!" jawabnya sambil berputar 180 derajat ke arahku. "Dalam lingkungan pergaulan dengan Bung Rusli, Kartini dan kawan-kawan lain tidak pernah sembahyang. Tapi sekarang, dengan mendadak kau tiba-tiba menjadi orang alim. Menjadi saleh, oleh karena kau berada dalam lingkungan orang-orang alim. Mana pendirianmu? Itulah yang kunamakan sandiwara dengan diri sendiri…”
Percakapan antara Hasan dan Anwar memberikan pandangan pada pembaca bahwa Hasan tidak memiliki pendirian yang kuat terhadap dirinya sendiri. Ia mudah sekali terbawa arus oleh lingkungan sekitarnya. Hasan dibesarkan dengan keluarga yang taat akan agama. Namun, sejak ia berteman dengan Rusli, Kartini, dan Anwar memberikan perubahan akan pandangannya terhadap tuhan. Hasan memiliki pribadi yang tidak tegas dalam memilih jalan hidupnya, sehingga keimanan dalam dirinya mudah tergoyahkan.
ADVERTISEMENT
Teknik Tingkah Laku
Teknik tingkah laku membahas mengenai penggambaran karakter tokoh melalui tindakan dan tingkah laku yang dilakukan oleh tokoh didalam sebuah cerita. Melalui tindakan yang dilakukan oleh tokoh, maka pembaca dapat menginterpretasikan karakter dari tokoh-tokoh yang disajikan. Dalam novel Atheis tersebut dapat ditemukan narasi yang menggambarkan tindakan Hasan, sehingga memperlihatkan karakternya.
Baru saja pintu itu setengah terbuka, aku sudah menubruk ke dalam seperti seekor harimau yang sudah lapar mau menyergap mangsanya. Tar! Tar! Kutempeleng Kartini.
"Aduh!" pekiknya, sambil menutup pipinya yang kanan dengan tangannya. Kujambak rambutnya! Kurentakkan dia dengan sekuat tenaga, sehingga ia jatuh tersungkur ke lantai. Kepalanya berden-tar kepada daun pintu. Menjerit-jerit minta ampun!
Seluruh badanku bergetar! Seluruh badanku panas! Panas terbakar api amarah! Api amarah yang menjolak-jolak ke luar dengan sinar mataku, dengan suaraku membentak-bentak, berkaok-kaok.
ADVERTISEMENT
Melalui penggalan narasi yang diceritakan, pembaca dapat memahami kepribadian Hasan yang sangat keras dan temperamen. Hasan kesulitan untuk mengendalikan amarahnya, sehingga menimbulkan tindakan yang agresif terhadap istrinya. Hal ini sangat berbeda dengan Hasan yang dahulu. Ketidakpercayaan pada tuhan menjadikan Hasan sebagai sosok pribadi yang sangat berbeda. Hasan benar-benar telah kehilangan arah dalam hidupnya.
Teknik Pikiran dan Perasaan
Teknik pikiran dan perasaan merupakan teknik penggambaran karakter tokoh melalui pikiran dan perasaan yang dialami oleh tokoh. Melalui pikiran dan perasaan, maka akan direalisasikan melalui tingkah laku secara verbal maupun nonverbal. Pikiran dan perasaan yang dilakukan oleh tokoh dalam sebuah cerita dapat menyiratkan karakter dari tokoh tersebut. Dalam novel Atheis dapat ditemukan, sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Tiba-tiba aku tidak bisa berpikir lagi. Terdiam seolah-olah pikiran dengan sekonyong-konyong, seperti film yang sudah tua putus di tengah-tengah cerita. Gelap di dalam kepalaku, seperti dalam ruangan bioskop, selama film itu putus.
Aku makin gugup. Timbul lagi bermacam-macam pikiran. Simpang siur, kacau. Kuramas-ramas kepala dengan kedua belah tangan mengusai-usai rambut, lantas menjambaknya, selaku orang yang sakit kepala, atau selaku pengarang yang kehilangan inspirasi, mendehem-dehem, seolah-olah ada yang gatal dalam kerongkongan.
Terbayang-bayang lagi dalam hayalan Kartini bersama Anwar. Bersama si Anwar pada malam ini, pada saat aku sedang duduk menunggu-nunggu…
Aku gelisah. Mau membunuh hayal yang mendesak-desak ke muka mata batinku itu.
Melalui penggalan narasi tersebut dapat digambarkan terkait pribadi Hasan yang mengalami kecemasan dan kebingungan terhadap istrinya yang tidak kunjung pulang ke rumah. Pikirannya yang kacau membuat Hasan tidak bisa berpikir secara jernih, sehingga keadaan emosionalnya semakin terganggu dan membuatnya tidak tenang. Kekacauan pikirannya membuat Hasan dipenuhi oleh rasa cemburu. Pikiran dan perasaan Hasan yang semakin gelisah mempengaruhi perilakunya.
ADVERTISEMENT
DAFTAR PUSTAKA
Mihardja, Achdiat K. (1949). Atheis. Jakarta: Balai Pustaka.
Nurgiyantoro, Burhan. (2018). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.