Konten dari Pengguna

Menguak Sosial Budaya pada Novel Jangir Bali: Kajian Unsur Intrinsik

Zahra Salbiyah Aniqah Syach
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15 Juli 2024 13:44 WIB
·
waktu baca 11 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zahra Salbiyah Aniqah Syach tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
(Buku Novel Jangir Bali Karya Nur Sutan Iskandar (Sumber: https://ipusnas.id/).
zoom-in-whitePerbesar
(Buku Novel Jangir Bali Karya Nur Sutan Iskandar (Sumber: https://ipusnas.id/).
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Novel Jangir Bali merupakan karya Nur Sutan Iskandar yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1942. Narasi dalam novel ini menghadirkan berbagai latar sosial dan budaya masyarakat pada zaman itu. Novel ini menggambarkan masyarakat Bali yang memiliki tradisi dan kebudayaan yang beragam. Adat istiadatnya masih sangat kuat dalam kehidupan sehari-harinya, seperti adanya upacara keagamaan dan ritual-ritual yang dilakukan. Dalam novel ini menceritakan tentang seorang pemuda keturunan bangsawan Jawa, yaitu Raden Panji Susila yang mengalami berbagai rintangan dalam memperjuangkan cintanya dengan seorang perempuan bernama Putusasih. Raden Panji Susila atau biasa dipanggil Susila, ia adalah salah satu guru di sekolah Taman Siswa di Singaraja. Susila juga memiliki sahabat yang turut mengajar di sana, yaitu I Ngurah. Susila dan I Ngurah memiliki cita-cita yang sama, yakni memajukan pendidikan dan memperbaiki kondisi sosial, serta ekonomi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Melalui tulisan ini akan menganalisis latar sosial budaya dalam novel Jangir Bali dengan menggunakan teori Burhan Nurgiyantoro yang dijelaskan dalam bukunya berjudul Teori Pengkajian Fiksi. Dalam bukunya menjelaskan bahwa latar sosial budaya mengacu pada berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakannya. Hal ini mencakup tata cara kehidupan sehari-hari, seperti kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, kepercayaan, pandangan hidup, serta pola pikir dan cara bertindak. Selain itu, latar sosial budaya berhubungan pula dengan status sosial tokoh yang ada di dalam cerita, seperti golongan rendah, golongan menengah, dan golongan atas, serta berkaitan pula dengan penamaan tokoh yang memperkuat penggambaran budaya di daerah setempat.
1. Tradisi dan Kebudayaan
Novel ini diawali dengan menggambarkan tradisi dan kebudayaan masyarakat Bali, seperti pada kutipan berikut:
ADVERTISEMENT
Kutipan tersebut menggambarkan salah satu tradisi dan kebudayaan masyarakat Bali yang beragama Hindu. Masyarakat merayakan hari yang sangat dihormati dengan upacara tahunan sebagai bentuk pembersihan diri. Upacara ini dilakukan di tepi pantai dengan rangkaian untuk melepas nazar dan berkurban. Tradisi ini menunjukkan bahwa hubungan masyarakat Bali dan alam yang sangat kuat, seperti dengan laut yang dianggap sebagai tempat untuk menyucikan diri dan menghormati dewa air. Adanya tradisi ini tidak hanya menggambarkan masyarakat Bali yang menjunjung tinggi dalam aspek keagamaan, tetapi juga menunjukkan adanya keharmonisan dan saling bekerja sama antarmasyarakat dalam melaksanakan tradisi kebudayaannya. Dengan demikian, masyarakat Bali senantiasa menjaga keseimbangan antara aspek keagamaan dan sosial, serta mempertahankan warisan budaya yang telah mengakar dalam kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Kutipan lain ditemukan mengenai tradisi dan kebudayaan masyarakat Bali yang diceritakan dalam novel ini, sebagai berikut:
Melalui kutipan tersebut menggambarkan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Bali saat melangsungkan upacara kematian. Perempuan berbaris panjang membawa puja-pujaan, seperti buah-buahan dan makanan tradisional yang dihiasi bunga-bunga. Selain itu, terlihat pula perempuan lain yang membawa perhiasan dan barang-barang yang biasa dipakai oleh mayat tersebut ketika masa hidupnya. Upacara kematian dilakukan dengan membawa menara mayat berkeliling dan dilakukan sebanyak tiga kali. Ritual seperti ini dianggap sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada seseorang yang telah meninggal, serta mencerminkan kepercayaan mereka terhadap perjalanan roh menuju alam baka. Rangkaian upacara ini menunjukkan bahwa masyarakat Bali sangat menjunjung tinggi terhadap tradisi yang sudah dilakukan secara turun-temurun. Upacara pembakaran mayat di Bali merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang menggabungkan unsur spiritual, sosial, dan kebudayaan masyarakatnya.
ADVERTISEMENT
Melalui kutipan tersebut menggambarkan bahwa pengaruh adat dan tradisi yang dilakukan secara turun-temurun sangatlah kuat. Tradisi upacara kematian yang dimulai dari menyimpan mayat di rumah, menguburkannya sementara, hingga akhirnya membakar mayat. Hal ini merupakan ritual dan tradisi yang dianggap penting bagi masyarakat Bali. Tradisi ini harus dilakukan oleh semua golongan masyarakat, baik kaya ataupun miskin, serta seluruh kasta, seperti Sudra, Satria, dan Brahmana. Masyarakat Bali sangat menjunjung tinggi terhadap nilai-nilai tradisional dan kepercayaan yang telah mengakar di lingkungan masyarakat. Selain itu, kutipan ini menunjukkan bahwa masyarakat Bali sangat mengagung-agungkan dewa-dewanya, bahkan hal itu lebih penting daripada harta benda maupun kehidupan duniawi. Masyarakat Bali memiliki kepercayaan bahwa semua hal yang dimiliki di dunia merupakan milik dewa-dewa. Kepercayaan ini menunjukkan bahwa masyarakat Bali sangat menghargai nilai-nilai spiritual, serta menjadikan tradisi dan kebudayaanya sebagai bagian penting dalam kehidupan sehari-hari. Tradisi ini merupakan identitas budaya masyarakat di sana yang menjaga keseimbangan antara nilai-nilai spiritual dan sosial.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Kutipan tersebut menggambarkan kepercayaan dan penghormatan masyarakat Bali terhadap Dewi Seri yang dianggap sebagai dewi kemakmuran dan dewi padi. Masyarakat Bali percaya bahwa Dewi Seri memiliki peranan penting dalam kegiatan pertanian. Setiap aktivitas yang berhubungan dengan pertanian, masyarakat selalu menyertainya dengan pelaksanaan upacara untuk menghormati Dewi Seri. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Bali sangat bergantung pada hasil pertanian dan percaya bahwa kemakmuran yang diperoleh berasal dari kehendak para dewa. Oleh karena itu, masyarakat di sana menganggap bahwa pelaksanaan upacara sangat penting untuk dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur dan penghormatan kepada Dewi Seri.
Kutipan ini menunjukkan pula terkait pandangan masyarakat Bali terhadap tanah dan sumber daya alam. Masyarakat di sana menganggap bahwa tanah dan sumber daya alam adalah milik dewa dan manusia hanya sebagai peminjam atau pengelolanya. Pandangan ini mencerminkan bahwa masyarakat Bali menunjukkan sikap yang selalu bersyukur dan menghormati, serta merawat kelestarian alam di sekitar mereka. Selain itu, kutipan ini juga menggambarkan terkait pentingnya upacara dan ritual-ritual adat dalam kehidupan sehari-hari. Sebelum memanen tanaman, masyarakat Bali senantiasa mengadakan upacara banten di sawah untuk menghormati Dewi Seri. Jika panen telah selesai dilakukan, patung Dewi Seri dibawa pulang bersama padi dan disimpan di dalam lumbung sebagai simbol keberkahan dan kemakmuran yang diperoleh dari Dewi Seri. Melalui hal ini mencerminkan kepercayaan masyarakat terkait pentingnya menjaga dan merawat lingkungan alam, serta menghormati terhadap dewa-dewa yang telah memberikan kemakmuran dan kesuburan tanah dalam aktivitas pertanian bagi masyarakat Bali. Dalam konteks sosial, adanya pelaksanaan upacara terhadap Dewi Seri dapat memperkuat solidaritas antarsesama. Seluruh anggota masyarakat saling bekerja sama untuk mempersiapkan pelaksanaan upacara dengan baik. Tradisi ini mengajarkan akan pentingnya nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong. Tradisi dan kebudayaan terhadap Dewi Seri mencerminkan bahwa masyarakat memiliki keseimbangan antara unsur spiritual dan kehidupan sosial. Dengan demikian, penghormatan terhadap Dewi Seri tidak hanya memperkuat hubungan manusia dengan alam. Akan tetapi, dapat mempererat hubungannya antarsesama manusia.
ADVERTISEMENT
2. Status Sosial
Dalam novel menjelaskan pula terkait status sosial yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Bali, seperti yang tercermin dalam kutipan berikut:
Kutipan ini mengungkapkan terkait adanya perbedaan kasta antara Putusasih dengan Susila. Perbedaan kasta ini menimbulkan kecemburuan pada masyarakat terhadap Putusasih yang beruntung mendapatkan seorang pemuda dari golongan bangsawan. Reaksi masyarakat terkait hal tersebut mencerminkan bahwa status sosial masih sangat diyakini oleh masyarakat Bali. Selain itu, ketakutan dan peringatan yang disampaikan pada Putusasih menunjukkan bahwa status sosial memiliki pengaruh yang kuat dalam kehidupan. Ketidaksetaraan dalam hal kasta menjadi tantangan utama dalam menghilangkan stigma sosial yang telah mengakar dengan kuat.
ADVERTISEMENT
Kutipan tersebut mengungkapkan terkait pengaruh sistem kasta yang sangat kuat di lingkungan masyarakat Bali. Hal ini menciptakan perbedaan yang terlihat antarmasyarakat berdasarkan status sosialnya. Sistem kasta ini menjadi penghalang antarmasyarakat untuk saling berinteraksi. Status sosial yang telah lama mengakar ini, tidak hanya dipertahankan oleh tradisi setempat. Akan tetapi, didukung pula oleh institusi pendidikan yang dibangun oleh pemerintah. Masyarakat yang berpendidikan merasa lebih unggul daripada masyarakat yang tidak berpendidikan. Keadaan ini menimbulkan tantangan besar dalam membangun kesetaraan sosial dan menghilangkan stigma masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kutipan tersebut menggambarkan konflik yang terjadi antara R.P. Kusumowijoyo dengan Susila. R.P. Kusumowijoyo memiliki status sebagai seorang pejabat pajak atau amtenar. Ia merasa malu dan terancam oleh kegiatan yang dilakukan Susila, yakni menjadi seorang nasionalis yang bertujuan untuk memajukan pendidikan dan memperbaiki kondisi sosial ekonomi masyarakat. Menurut Kusumowijoyo, pekerjaan Susila dianggap merendahkan derajat keluarga. Sebagai pejabat pemerintah, ia merasa takut untuk berdekatan dengan seorang nasionalis, seperti Susila. Susila dianggap sebagai ancaman oleh pemerintah kolonial. Oleh karena itu, Kusumowijoyo lebih memilih untuk menjaga jarak terhadap Susila untuk melindungi posisinya dan status sosialnya sebagai pejabat pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa status sosial dapat mempengaruhi pandangan dan cara bertindak seseorang dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
3. Keadaan Sosial
Dalam novel menjelaskan pula terkait keadaan masyarakat di desa tempat tinggal Putusasih, yaitu di desa Sanjen, sebagai berikut:
Kutipan tersebut menggambarkan kehidupan sosial di desa Sanjen, yakni tempat tinggal Putusasih. Desa ini masih sangat tertinggal dalam hal pendidikan dan kesejahteraan hidup masyarakatnya. Perempuan di desa tersebut tidak mendapatkan pendidikan yang memadai, bahkan tidak ada yang mengerti untuk membaca maupun menulis, kecuali Putusasih. Kondisi sosial di desa ini menunjukkan bahwa pendidikan sangatlah terbatas, khususnya bagi kaum perempuan, sehingga banyak diantara mereka yang terperangkap pada kebodohan dan keterbelakangan. Keadaan ini memperjelas bahwa desa Sanjen menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan kualitas hidup dan pendidikan masyarakatnya. Hal ini perlu diatasi untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.
ADVERTISEMENT
4. Penamaan Tokoh
Dalam novel ini menggambarkan kehidupan sosial budaya masyarakat Bali yang didukung pula dengan penggunaan nama-nama tokohnya di dalam cerita tersebut, seperti I Ngurah, Nyoman Gede, Ida Nyoman, Punggawa Triwangsa, I Ketut, Wirada, Wantilan, dan Jilantik. Nama-nama tersebut tidak hanya mencerminkan identitas budaya secara khusus, tetapi juga memperkaya narasi dengan menyoroti struktur sosial dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Bali. Masing-masing nama memiliki makna dan kegunaan tertentu dalam konteks sosial dan budaya masyarakat Bali yang sering kali mencerminkan hierarki atau kedudukannya dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Iskandar, Nur Sutan. (1942). Jangir Bali. Jakarta: PT Balai Pustaka.
Nurgiyantoro, Burhan. (2018). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
ADVERTISEMENT