Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Angka Pernikahan Turun, Keputusan Nikah Kini Lebih Mindful
9 April 2024 11:21 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Zahrah Muthmainnah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Angka pernikahan di Indonesia tahun 2023 lalu menyentuh posisi terendah selama 10 tahun terakhir ini. Jumlahnya hanya 1.577.255, itu berarti menurun sekitar 128.000 pernikahan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Saya pribadi memandang angka ini punya representasi dan kabar baik buat kita semua.
Tren Ini Terjadi di Beberapa Negara Maju di Asia
ADVERTISEMENT
Tren penurunan angka pernikahan ini tidak hanya terjadi di negara kita. Sebelumnya, Jepang juga mengumumkan berada dalam krisis populasi dengan penurunan jumlah kelahiran dan pernikahan pada beberapa tahun terakhir.
Padahal kalau kita lihat, pemerintah Jepang tampak memanjakan rakyatnya dengan menghadirkan sosialisasi pentingnya membangun rumah tangga, pentingnya punya work life balance yang baik, bahkan menyediakan layanan perjodohan bagi warganya untuk meningkatkan angka pernikahan dan kelahiran. Tapi tetap saja, angka pernikahan di negeri kelahiran Nobita tersebut hanya menyentuh 489.281 di tahun 2023, turun 30.000 dibanding tahun sebelumnya.
Sementara itu, di Korea Selatan, angka pernikahan mengalami penurunan hingga 40% selama 10 tahun terakhir ini. Jumlah pernikahan sebanyak 193.673 di tahun 2023 merupakan nominal yang cukup anjlok jika dibandingkan dengan 322.807 pernikahan pada tahun 2013.
ADVERTISEMENT
Sekarang kita tengok tetangga kita, Singapura. Walau berdasarkan data jumlah pernikahan pada tahun 2022 mengalami peningkatan dibanding tahun 2021, rata-rata jumlah tahunan pernikahan warga Singapura lima tahun terakhir masih lebih rendah dibanding lima tahun sebelumnya.
Apa ini tandanya pola pikir warga kita sudah menyerupai warga negara-negara maju di Asia?
Pergeseran Nilai dan Prioritas
Fenomena berkurangnya angka pernikahan selama 10 tahun terakhir dipengaruhi oleh pola pikir Gen Z yang memandang pernikahan bukan lagi sebagai status sosial atau sekedar ikatan legal antar dua orang yang berlawanan jenis. Gen Z memandang pernikahan sebagai hubungan bermitra yang sehat, berkelanjutan, dan diimplementasikan dalam berbagai bentuk.
Mereka juga cenderung melakukan pernikahan di usia yang lebih matang dan menggunakan waktu mereka untuk lebih mengenal diri sendiri, mengenal value dan beliefs yang mereka bawa, memfokuskan diri untuk mencapai posisi karier atau pendidikan tertentu, sebelum pada akhirnya mengikatkan diri pada komitmen pernikahan.
ADVERTISEMENT
Selain nilai yang berubah, perubahan prioritas juga memiliki andil dalam berkurangnya angka pernikahan. Arus globalisasi masa kini membuat prioritas saat ini bukan lagi hanya sandang, pangan, dan papan; namun juga pendidikan, dan hiburan. Healing, hangout, nonton konser musik, dan pergi ke festival secara tidak langsung sudah menjadi kebutuhan dan nafas generasi masa kini.
Kebutuhan pernikahan dan kehidupan after marriage yang butuh biaya gak sedikit juga membuat beberapa orang menunda pernikahan mereka sebelum tercapainya kondisi finansial yang cukup stabil.
Seperti salah satu teman perempuan saya, sebut saja Bunga. Walau usianya sudah menginjak 27 tahun, namun sampai saat ini ia belum menempatkan pernikahan sebagai prioritas utama.
ADVERTISEMENT
Lunturnya Patriarki dan Trauma Toxic Relationship
Menurunnya jumlah pernikahan juga disebabkan oleh modernisasi dan melunturnya unsur patriarki. Yah walau kondisi ini belum bisa dikatakan yang paling ideal, saat ini di Indonesia, posisi perempuan dalam hierarki dan lingkungan pekerjaan sudah jauh lebih diperhitungkan. Perempuan kini memiliki lebih banyak pilihan, termasuk kebebasan dalam berkarya dan berkarier, sehingga ketergantungan perempuan terhadap laki-laki juga menurun.
Selain itu maraknya informasi perilaku KDRT dan perselingkuhan serta potret tidak ideal rumah tangga lainnya membuat orang kini lebih berhati-hati dalam memilih pasangan, apalagi sampai menjadikannya teman hidup.
Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada, Derajad Sulistyo Widhyharto, bersama peneliti lainnya melakukan riset berjudul “Krisis Keluarga dalam Perkembangan Otonomi Perempuan”. Hasil riset tersebut menunjukkan bahwa perempuan semakin ingin mandiri dan diakui. Hal ini dipengaruhi oleh cukup besarnya rasa tidak percaya perempuan apabila menyerahkan hidupnya kepada institusi keluarga, melihat realita banyaknya pemberitaan mengenai kasus KDRT di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kita usahakan Rumah Tangga Ideal Itu
Dewasa ini, standar pernikahan juga dirasa semakin kompleks. Standar ideal yang dibangun di kepala masing-masing inilah yang membuat keputusan pernikahan lebih dipikirkan secara mindful. Istilahnya, lebih baik terlambat menikah dengan orang yang tepat, daripada cepat menikah namun dengan orang yang salah.
Kebiasaan baik ini akan membuat kita tidak lagi terseret atau merasa dituntut oleh berbagai ekspektasi sosial. Walaupun langkah ini tidak bisa jadi jaminan hubungan rumah tangga akan selalu berjalan sesuai harapan, minimal ini jadi tindakan preventif dari hal-hal yang kita tidak inginkan terjadi dan usaha kita mewujudkan rumah tangga yang ideal.