Konten dari Pengguna

Mengelola Emosi Negatif ala Konsep Stoisisme

Zahra Nurhaliza
student of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18 Januari 2023 19:11 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zahra Nurhaliza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Emosi adalah luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat. Ia, begitu menurut KBBI, bisa diartikan juga sebagai sebuah keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan). Ia biasanya ditandai dengan sebuah perasaan yang kuat, yang mendorong pengejawantahannya menjadi sebuah tingkah laku.
ADVERTISEMENT
Apabila emosi itu sangat kuat, akan terjadi sejumlah gangguan terhadap fungsi intelektual, tingkat disasosiasi, bahkan kecenderungan untuk melakukan tindakan yang tidak terpuji. Emosi biasanya datang ketika kita mendapatkan perubahan situasi tiba-tiba, yang terjadi pada diri kita atau sekitar kita baik itu positif maupun negatif.
Dari segi efek, emosi terbagi menjadi dua: emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif adalah emosi yang selalu diinginkan oleh semua orang, seperti bahagia, senang, gembira, rasa cinta, dan sejenisnya. Sebaliknya, emosi negatif adalah emosi yang tidak diharapkan terjadi pada diri seseorang, seperti sedih, marah, dan sebagainya.
Namun, emosi negatif ini ternyata yang lebih banyak menimpa kehidupan manusia, kebanyakan diakibatkan oleh konflik dan stres. Karenanya setiap individu perlu memiliki pengendalian emosi diri yang baik. Sebab, ketika suatu individu tidak bisa mengendalikan emosi diri, terutama yang negatif, ia akan mengalami berbagai konflik dan kesulitan dalam menjalankan hidup.
ADVERTISEMENT
Tulisan ini akan memberikan tip pengendalian emosi dengan stoisisme, agar hidup terbebas dari emosi negatif dan mendapatkan hidup yang tenteram.
www.pexels.com

Stoisisme dan Emosi Negatif

Henry Manampiring dalam bukunya Filosofi Teras menjelaskan bahwa stoisisme bisa menjadi panduan bagi kita hidup bahagia dan terbebas dari emosi negatif. Ia bilang, kita harus bisa hidup selaras dengan alam. Maksudnya, alam sudah memberikan kita nalar yang membedakan kita dengan binatang, jadi kita harus menggunakan nalar tersebut. Saat kita tidak menggunakan nalar maka kita tidak ada bedanya dengan binatang.
Contohnya ketika kita sedang berada dalam kondisi yang membuat kita marah, hingga rasanya sangat ingin mencaci maki orang/keadaan yang membuat kita jengkel. Kita yang merasa dizalimi, dihina kemudian merasakan emosi negatif muncul.
ADVERTISEMENT
Padahal bisa saja kita belum tahu apa alasan orang tersebut melakukan hal yang membuat kita marah; jangan-jangan ada justifikasi mengapa ia melakukan hal tersebut. Dalam situasi ini kita kerap tidak menggunakan nalar dan hanya mengikuti hawa nafsu.
Apakah hal itu akan membawa hasil yang positif? Tentu tidak. Inilah yang dimaksud stoisisme agar kita hidup selaras dengan alam, yaitu, sebisa mungkin di situasi apa pun, kita tidak kehilangan nalar dan berlaku seperti binatang yang lebih mementingkan insting.
www.pexels.com
Karenanya, apabila kita sedang berada dalam situasi tersebut, yang harus dilakukan sebelum mengungkapkan emosi negatif adalah dengan tidak tergesa-gesa menilai, apalagi bertindak gegabah tanpa dianalisis terlebih dahulu.
Tentu, refleks berdasarkan emosi bisa saja langsung dilakukan tanpa pikir panjang. Hal itu sangat wajar dan manusiawi. Namun, persoalan apakah kita akan membiarkan takluk pada emosi; atau kita bisa memilih untuk menggantinya dengan pikiran yang rasional yang lebih positif, adalah hal yang berbeda dan bisa dilatih.
ADVERTISEMENT
Ada banyak hal dalam hidup kita yang bisa kita kendalikan; seperti opini kita tentang sesuatu, keinginan, tujuan, dan segala hal yang masuk dalam kategori pikiran dan tindakan kita. Namun, lebih banyak hal yang tidak bisa kita kendalikan, seperti tindakan orang lain, opini orang lain, popularitas kita, cuaca, bencana, dan sebagainya.
Stoisisme mengajarkan kita bahwa kebahagiaan sejati hanya akan datang dari apa yang ada di bawah kendali kita. Sebaliknya, kita tidak bisa menggantungkan kebahagiaan kepada hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan. Coba, bagaimana kita bisa benar-benar bahagia jika bagus-tidaknya hal tersebut tidak sepenuhnya tergantung kita?
Kesimpulannya, jika kita ingin hidup bahagia dan terbebas dari emosi negatif, maka kita harus menggunakan nalar kita dalam menghadapi situasi dalam hidup, dan berfokus kepada hal-hal yang sepenuhnya berada di bawah kendali kita. Hanya dengan cara itulah kita akan merasa bahagia. Sebaliknya, jika kita fokus terhadap hal-hal di luar kendali kita, maka yang akan kita temui hanya penderitaan.
ADVERTISEMENT