Fatherless: Indonesia, Benarkah Negara Kekurangan Figur Ayah?

Zahwa Novia Regina R
Mahasiswa Universitas Airlangga
Konten dari Pengguna
13 Mei 2024 9:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zahwa Novia Regina R tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi fatherless (Sumber : https//www.canva.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi fatherless (Sumber : https//www.canva.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Belakangan ini, Indonesia dihebohkan dengan sebutan sebagai "negara kekurangan figur ayah" atau fatherless country. Istilah ini sering dibahasakan sebagai "father absence" (ketiadaan ayah) atau "lack of paternal involvement" (kurangnya keterlibatan ayah). Menurut Dr. Judith Wallerstein (Psikolog klinis, California Institute of Technology), mendefinisikan "fatherless" sebagai situasi di mana anak kehilangan figur ayah permanen, baik karena kematian, perceraian, atau ayah yang tidak pernah tinggal bersama anak. kehilangan figur seorang ayah ini dapat memberikan dampak emosional yang mendalam bagi anak, seperti kesedihan, kemarahan, dan kebingungan.
ADVERTISEMENT
Menurut data UNICEF tahun 2021, terdapat sekitar 20,9% anak-anak di Indonesia tumbuh tanpa kehadiran sosok ataupun peran ayah, baik karena perceraian, kematian, ataupun ayah bekerja jauh. Ini berarti dari 30,83 juta anak usia dini di Indonesia, sekitar 2.999.577 anak, kehilangan sosok ayah. Survei BPS pada tahun 2021, menemukan hanya 37,17% anak - anak usia 0 - 5 tahun yang diasuh oleh ayah dan ibu kandungnya secara bersamaan.
Data BPS menunjukkan bahwa perceraian di Indonesia mengalami peningkatan yang konsisten selama 5 tahun terakhir. Pada tahun 2022, tercatat 516.334 kasus perceraian, meningkat 10,2% dibandingkan tahun 2021. Hal ini mengakibatkan banyak anak kehilangan figur ayah dalam hidup merreka. Selain itu, budaya patriarki yang masih lumayan kental di masyarakat Indonesia menempatkan peran ayah sebagai pencari nafkah utama, sehingga keterlibatan mereka dalam pengasuhan anak seringkali dikesampingkan.
ADVERTISEMENT
Fenomena "fatherless country" ini memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan anak. Ketiadaan figur ayah dapat menyebabkan berbagai masalah psikologis dan emosional. Anak - anak yang tumbuh tanpa figur ayah lebih rentan mengalami depresi, kecemasan, dan masalah kesehatan mental lainnya. Selain itu, anak - anak tanpa figur ayah lebih berisiko terlibat dalam perilaku antisosial, kriminal, cenderung akan memiliki prestasi akademik yang lebih rendah dan kesulitan dalam membangun hubungan interpersonal yang sehat.
Ayah bukan hanya pencari nafkah, tetapi juga sosok penting yang memberikan kasih sayang, bimbingan, dan panutan bagi anak - anak. Kehadiran ayah dalam pengasuhan anak dapat bermanfaat untuk membangun ikatan emosional yang kuat, mendorong kecerdasan dan kemampuan anak dengan memberikan dukungan dan kesempatan untuk mengeksplorasi potensi mereka. Peran ayah juga penting dalam membantu anak mengatasi rasa cemas, ketakutan, serta menumbuhkan resiliensi dalam menghadapi kesulitan.
ADVERTISEMENT
Mengatasi fenomenan "fatherless country" membutuhkan upaya bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat. Perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya peran ayah dalam pengasuhan anak. Edukasi ini dapat dilakukan melalui berbagai media seperti, sosialisasi dan seminar. Selain itu, pemerintah juga perlu mengeluarkan kebijakan yang mendukung keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak.
Zahwa Novia Regina Ramadhana, Mahasiswa Univeritas Airlangga.