Telaah Atas Testimoni Petinggi Negeri: Benarkah Mereka Stroke dan Sembuh?

Zainal-Muttaqin
Ahli bedah saraf, Guru Besar Fakultas Kedokteran Undip.
Konten dari Pengguna
17 April 2022 10:07 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
58
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zainal-Muttaqin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Zainal Muttaqin (dokumen pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Zainal Muttaqin (dokumen pribadi)
ADVERTISEMENT
Tugas seorang dokter adalah berusaha menyembuhkan penyakit pada pasiennya. Tidak semua temuan kelainan pada pemeriksaan penunjang bisa dimaknai sebagai suatu penyakit, dan sebaliknya tidak semua penyakit bisa diketahui dari hasil pemeriksaan penunjangnya.
ADVERTISEMENT
Hal ini disebabkan adanya variasi normal yang selalu ada pada banyak struktur dan organ tubuh manusia. Contoh sederhana adalah letak dari usus buntu (appendix atau umbai cacing), pada 2/3 manusia usus buntu ini terletak dalam rongga perut, di belakang/ dibalik usus besar, tapi ada 1/3 manusia yang usus buntu nya terletak di rongga panggul berdekatan dengan saluran kemih, sehingga bila terjadi peradangan (sakit usus buntu) gejala dan tandanya akan lebih mirip infeksi saluran kemih.
Stroke, secara definisi kedokteran (https://www.mayoclinic.org.), adalah terjadinya gejala gangguan saraf otak akibat gangguan aliran darah di otak. Gejala-gejala ini antara lain kelemahan gerak atau rasa kebas/ ba’al pada separuh sisi tubuh, gangguan bicara atau kemampuan memahami pembicaraan orang, bisa bicara tapi pelo, gangguan perilaku, gangguan berbahasa dan gangguan lapangan penglihatan.
ADVERTISEMENT
Semua gejala ini terjadi akibat dari proses kerusakan dan/ atau kematian sejumlah sel-sel saraf di bagian otak tertentu. Sel-sel saraf ini mengalami gangguan, kerusakan sampai kematian disebabkan oleh terganggunya pasokan darah ke bagian otak terkait. Pada mulanya, gejala-gejala tersebut diatas bersifat hilang timbul, biasanya pulih kembali dalam tempo kurang dari 24 jam, yang dikenal sebagai transient ischemic attack (TIA) atau serangan “stroke sementara”.
Menurut ilmu kedokteran terkini, TIA adalah peringatan dini untuk stroke (https://www.ncbi.nlm.nih.gov ), tetapi hanya 30% dari pasien yang akhirnya benar-benar mengalami stroke dengan gejala-gejala yang menetap. Dengan kata lain, pada 70% dari pasien, gejala-gejala ini akan membaik dengan sendirinya, bukan karena pengobatan (misalnya karena diobati dengan DSA Dr. Terawan), meskipun masih mungkin terulang lagi.
ADVERTISEMENT
Bila telah benar-benar stroke, gejala- gejalanya akan menetap karena kerusakan dan kematian pada sel-sel saraf otaknya juga menetap. Sekalipun gangguan pasokan darah atau sumbatannya bisa dipulihkan, gejala-gejala stroke nya akan menetap dan tidak akan pulih, karena pada dasarnya gejala-gejala tersebut disebabkan kerusakan/ kematian sel-sel sarafnya, dan bukan karena sumbatan aliran darahnya. Perbaikan dan pemulihan dari gejala-gejala stroke tadi memerlukan waktu beberapa bulan sampai beberapa tahun dibantu proses terapi fisik dan terapi wicara.
Abdullah Machin (dokumentasi pribadi)
Selain melatih kekuatan otot yang lemah, proses perbaikan ini juga terkait dengan pertumbuhan cabang-cabang baru dari sel-sel saraf di sekitarnya yang selamat dari stroke. Proses perbaikan pasca stroke akan terjadi terjadi dalam waktu paling cepat 6-9 bulan (bukan instan, apalagi dalam waktu beberapa menit setelah dilakukan DSA, misalnya), dan data medis membuktikan bahwa 50% pasien stroke akan berakhir dengan gejala sisa/ cacat yang menetap, misalnya kelemahan separuh sisi tubuh, kesulitan bicara, dsb.
ADVERTISEMENT
TIA atau stroke sementara ini akan berulang pada 80% pasien, bahkan sebagian akan menjadi stroke yang menetap. Untuk mencegah serangan ulang kita mesti mencari tahu dan memastikan penyebabnya (https://www.webmd.com ).
Jadi, pencegahan stroke haruslah sesuai dengan penyebabnya, apakah penyakit kronis atau menahun seperti hipertensi atau kencing manis yang dalam jangka panjang akan merusak saluran darah yang kecil (small vessel disease), apakah penyakit gangguan irama jantung yang memudahkan terbentuknya bekuan/ gumpalan darah yang bisa berpindah terbawa aliran darah dan menyebabkan penyumbatan di otak.
Apakah memang terdapat sumbatan/ plak pada saluran darah besar yang memasok otak (large vessel disease), ataukah memang ada kelainan pembekuan darah (gangguan koagulasi) yang membuat darah jadi lebih mudah menggumpal. Dalam ilmu kedokteran modern, DSA punya peran pada diagnosis stroke yang terkait dengan large vessel disease (diameter lebih dari 0,1mm), tidak mungkin untuk melihat ada tidaknya small vessel disease, yang diameter terbesarnya saja kurang dari 0,1mm atau 100 Mikro Mili (https://www.sciencedirect.com ).
ADVERTISEMENT
Bagi yang benar-benar mengalami stroke, kerusakan dan kematian permanen sel-sel saraf otak ini masih bisa diminimalisir pada fase dini (beberapa jam pertama) dengan pemberian obat trombolitik (https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov ), bukan dicegah apalagi pada stroke yang sudah lama terjadi. Obat yang paling banyak dipakai, Alteplase, isinya r-TPA (menurut pedoman dari european stroke organization /ESO 2021, boleh diberikan paling lambat 6 jam pasca terjadinya stroke), atau fibrion, isinya streptokinase (menurut pedoman american heart association 2021/ AHA, boleh diberikan paling lambat 4,5 jam pasca terjadinya stroke.
Sedangkan heparin yang ditambahkan pada metode DSA Dr Terawan (atau oleh beliau disebut intra arterial heparin flushing / IAHF) belum pernah disebut-sebut dalam pedoman terapi stroke baik di Eropa maupun di Amerika , sebagaimana biasanya menjadi rujukan. Heparin terbukti tidak bisa meluruhkan bekuan darah yang sudah terbentuk, apalagi pada pasien stroke yang sudah lama.
ADVERTISEMENT
Selama ini heparin memang selalu digunakan pada saat prosedur DSA dan intervensi pembuluh darah lainnya (oleh spesialis radiologi, neurologi, bedah saraf, dan spesialis Jantung), tujuannya bukan untuk terapi tetapi mencegah risiko penggumpalan darah saat dilakukan tindakan tersebut baik di alat intervensi atau di pembuluh darah pasien saat tindakan berlangsung.
Stroke Foto: Thinkstock
Lagi pula tolok ukur keberhasilan terapi dan kesembuhan penyakit tentu tidak cukup dinilai hanya berdasarkan pengakuan subjektif/ perasaan pasien, tetapi haruslah berdasarkan kriteria objektif yang dapat dinilai dan diukur dengan metode-metode tertentu yang biasanya memakai pemeriksaan medis. Expert opinion (pendapat ahli) saja hanya menduduki kasta ke 7 (terbawah) sebagai bukti kebermanfaatan suatu obat atau tindakan medis (lihat gambar rujukan di bawah).
ADVERTISEMENT
Jadi, di dunia kedokteran modern saat ini, testimoni perorangan, dari seorang presiden sekalipun, merupakan perasaan subjektif yang secara ilmiah tidak dapat dipertanggungjawabkan dan benar-benar tidak punya tempat sebagai tolok ukur keberhasilan atau kegagalan terapi medis.
Piramida level "evidence based medicine" ; Tuft University, dipatenkan dengan BY-NC-SA (https://libguides.winona.edu )
Selanjutnya, berdasarkan pemahaman dasar sains dan kedokteran modern tentang stroke di atas, mari kita telaah bersama secara kritis, mengapa banyak petinggi negeri di Indonesia yang bertestimoni mengaku "sembuh" dari segala jenis stroke setelah pengobatan dengan IAHF. Sebelum kita bahas beberapa testimoni perorangan, beberapa hal yang bisa disimpulkan secara umum antara lain:
ADVERTISEMENT
Contoh testimoni pejabat dan kejanggalannya
• Testimoni dari Bp. Mahfud MD. (sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180405120239-20-288461/mahfud-md-cerita-kemanjuran-cuci-otak-ala-dokter-terawan)
Beliau bercerita periksa ke dr.Terawan pada tahun 2012 karena leher kaku saat menoleh. Pada foto tampak benjolan yang menyumbat aliran darah. Lalu dimasukkan kateter di pangkal paha. Begitu dimasukkan, sedikit demi sedikit sumbatan hilang. Selanjutnya kaku leher, sakit pinggang, dan sakit di kaki pun langsung hilang. Bagi tenaga medis/ perawat dan mahasiswa kedokteran- pun jelas tahu bahwa berdasarkan ilmu kedokteran keluhan yang disampaikan oleh Bp. Mahfud MD, tidak sedikitpun menggambarkan gejala/ tanda penyakit stroke, melainkan gejala/ tanda penjepitan saraf tulang belakang (di leher dan di pinggang).
Kesimpulan pertama adalah Bp. Mahfud MD. secara klinis medis bukan pasien stroke, dan kedua bahwa tindakan IAHF dr.Terawan adalah obat mujarab untuk gejala/ keluhan terkait penjepitan saraf tulang belakang. Padahal yang selama ini diklaim dr.Terawan mengenai metodenya adalah terapi untuk stroke.
ADVERTISEMENT
• Testimoni dari Bp. Yusril Ihza Mahendra/ YIM (sumber: https://www.inews.id/news/nasional/cerita-yusril-ditangani-dr-terawan-sembuh-dari-sumbatan-darah-di-otak )
Bp. YIM bercerita merasakan sakit kepala hebat dan harus dilarikan ke RS Puri Cinere. Menurut pengakuan beliau, dokter menyatakan bahwa beliau kekurangan oksigen, lalu beliau pulang meski masih terasa pusing.
“Sampai beberapa detik, saya merasa kehilangan keseimbangan, lalu sadar lagi”. Keesokan harinya, karena masih merasa pusing Bp.YIM memutuskan untuk ke RSPAD. Setelah diperiksa (oleh dr.Terawan), diketahui ada 2 saluran darah ke otak yang mengalami penyumbatan dan penyumbatan ini yang katanya menyebabkan asupan O2 ke otak minim.
Dua pembuluh darah ke otak yang tersumbat dibersihkan. Dia menyaksikan semua tindakan darurat tersebut melalui layar komputer “Hanya kira-kira 15 menit, darah dan oksigen ke otak normal kembali dan pusing kepala saya hilang sama sekali”. Kesimpulannya, keluhan Bp.YIM bisa jadi merupakan gejala awal stroke yang disebut TIA. Tapi pada sebagian besar stroke atau TIA, nyeri kepala ini hampir selalu disertai tanda-tanda stroke lainnya seperti kelemahan atau rasa kebas/ baal pada separoh bagian badan.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto saat Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, Jakarta, Senin (3/2). Foto: Helmi Afandi/kumparan
Keluhan ini membaik setelah dilakukan IAHF. Andaikata benar terjadi penyumbatan pada dua pembuluh darah otak pada Bp.YIM, berarti sudah terjadi stroke yang dalam beberapa menit saja pasti menyebabkan adanya sel otak yang rusak/ mati, apalagi tindakan IAHF dilakukan lebih dari 24 jam sejak keluhan nyeri kepala hebat itu terjadi. Jadi klaim diagnosa stroke ini terlihat aneh, tidak lazim dan patut diragukan karena Bp.YIM tidak pernah mengaku mengalami dan memperlihatkan gejala maupun tanda-tanda gangguan fungsi saraf otak pada umumnya sebelum dilakukan tindakan IAHF.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pedoman AHA maupun ESO sebagai acuan dunia untuk penatalaksanaan terapi stroke, terapi trombolytic (meluruhkan bekuan darah yang menyumbat) hanya diperbolehkan sebelum lewat 4,5 sampai 6 jam setelah terjadi gejala awal stroke, bila lewat batas waktu tersebut, justru resiko terjadinya perdarahan yg fatal amat tinggi.
• Testimoni Bp. Dahlan Iskan / DI (sumber: https://dahlaniskan.wordpress.com/2013/02/18/membersihkan-gorong-gorong-buntu-di-otak/)
Bp.DI bercerita bahwa cuci otak (DSA-IAHF) yang dilakukannya sekedar mencoba, ingin mengetahui bagaimana rasanya, walaupun secara medis tidak jelas indikasinya. Jadi jelas bahwa Bp.DI tidak pernah memiliki gejal maupun tanda-tanda mengalami stroke dan dilakukan tindakan IAHF oleh dr.Terawan tanpa dasar/ indikasi yang jelas. Testimoni Bp.DI bukan testimoni tindakan cuci otak sebagai pengobatan stroke, lalu untuk apa ? Pertanyaannya, apakah etis seorang dokter melakukan tindakan pengobatan tanpa dasar/ indikasi medis yang jelas ?
ADVERTISEMENT
Yang kedua, ada yang menarik dari testimoni Bp.DI terkait (dalam artikel yang sama) terkait lambang lexus vs mercy (lexus menggambarkan pembuluh darah balik di otak yang mengalami penyumbatan, dan merci menggambarkan penyumbatan yang sudah terbuka, katanya). Bp.DI memang awam dan tidak pernah mengenyam pendidikan dokter, jadi wajar kalau beliau tidak paham tentang apa yang dikenal sebagai variasi normal (suatu perbedaan/ kelainan anatomi tetapi bukan suatu penyakit)
potongan gambar "lexus" dan "mercy" pada DSA. dokumentasi pribadi
Secara keilmuan, pemahaman mengenai "lexus" dan "mercy" dari Bp.DI tidak sepenuhnya benar. Prof. Hasan Machfoed (http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2013/02/19/membersihkan-gorong-gorong..), dalam unggahannya menjelaskan bahwa pada simbol "lexus", pembuluh darah belum penuh terisi kontras. Bila penuh terisi kontras makan akan berubah bentuk jadi symbol "mercy". Jadi tidak ada/ tidak pernah terjadi penyumbatan pembuluh darah, yang ada adalah perbedaan fase pengisisn zat kontras/ perbedaan waktu pengisian kontras pada pembuluh darah Vena.
ADVERTISEMENT
Perlu diketahui bahwa variasi normal/ perbedaan anatomi pembuluh darah di otak (bukan suatu penyakit, tapi kelainan yang ada sejak lahir dan sampai kapanpun tidak pernah menyebabkan gejala penyakit). Dari referensi keilmuan terkini terbukti bahwa anatomi pembuluh vena di otak yang simetris sesuai symbol mercy hanya dimiliki oleh 31-67% manusia dan sebaliknya variasi anatomi yang tidak simetris sesuai dengan symbol Lexus normalnya ditemukan pada 23-69% manusia. Bukan akibat dari penyumbatan atau stroke, memang asli/ bawaan lahir seperti itu dan bukan merupakan penyakit.(Goyal G dkk./Neurointervention/2016;11:92-98, dan Alper F dkk./Cerebrovasc Dis./2004;18:236-239 ).
Gambaran simbol "lexus" yang merupakan variasi normal pembuluh vena otak dari MR-Angiografi. (dokumentasi pribadi)
Jadi informasi kepada publik dan pasien bahwa gambaran pembuluh vena otak yang tidak simetris sesuai simbol lexus sebagai suatu stroke/ penyumbatan pembuluh darah adalah sebuah kekeliruan. Bila benar terjadi penyumbatan pada pembuluh vena besar (atau disebut thrombosis sinus transversus) seperti itu, maka bisa dipastikan pasien akan mengalami gejala stroke yang berat berupa koma/ tidak sadar dan atau kejang-kejang karena akan terjadi perdarahan masif di banyak tempat di kedua belahan otak.
ADVERTISEMENT
Sekali lagi, jika dirunut, testimoni-testimoni pejabat publik dan petinggi negeri mengenai keberhasilan metode pengobatan IAHF/cuci otak ala dr.Terawan hampir semuanya janggal dan tidak lazim.
Ditulis oleh Zainal Muttaqin, MD., Ph.D., Guru Besar Fakultas Kedokteran Undip; dan Abdullah Machin, DR., dr., Spesialis Saraf Konsultan di Universitas Airlangga
(Zainal Muttaqin dan Abdullah Machin)