Konten dari Pengguna

Coretax Rp1,3 Triliun: Modernisasi Pajak atau Sumber Masalah Baru?

Zainul Arifin
Mahasiswa - Politeknik Keuangan Negara STAN
5 Februari 2025 15:03 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zainul Arifin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Aplikasi perpajakan baru Coretax milik DJP yang bermasalah saat baru saja diluncurkan (Sumber: M.Gunsyah / Shutterstock.com)
zoom-in-whitePerbesar
Aplikasi perpajakan baru Coretax milik DJP yang bermasalah saat baru saja diluncurkan (Sumber: M.Gunsyah / Shutterstock.com)
ADVERTISEMENT
Pada 1 Januari 2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) meluncurkan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) sebagai bagian dari upaya modernisasi perpajakan di Indonesia. Sistem ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam administrasi perpajakan, sekaligus mendorong kepatuhan wajib pajak. Namun, sejak peluncurannya, Coretax menghadapi berbagai kendala teknis yang menghambat kelancaran proses perpajakan.
ADVERTISEMENT
Berbagai masalah dilaporkan oleh wajib pajak, seperti kesulitan login, error dalam penerbitan faktur pajak, dan ketidakcocokan data antara Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Keluhan-keluhan ini tidak hanya datang dari masyarakat umum, tetapi juga dari pelaku usaha yang merasa terganggu dalam menjalankan operasional bisnis mereka.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, menyampaikan keprihatinannya terhadap situasi ini. "Ini perlu menjadi perhatian serius karena berdampak langsung pada proses bisnis, seperti pelaporan pajak, pengajuan dokumen, dan perhitungan kewajiban pajak yang tepat waktu," ujarnya kepada Reuters (14/01/2025). Hal ini menegaskan bahwa permasalahan teknis pada Coretax tidak hanya berdampak pada individu wajib pajak, tetapi juga memiliki efek domino yang signifikan terhadap ekosistem bisnis secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT

Permintaan Maaf di Tengah Kritik

Menanggapi situasi ini, DJP menyampaikan permohonan maaf resmi kepada para wajib pajak melalui Keterangan Tertulis Nomor KT-02/2025, "Kami dengan segala kerendahan hati menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh wajib pajak atas terdapatnya kendala-kendala yang terjadi dalam penggunaan fitur-fitur layanan Coretax DJP yang menyebabkan terjadinya ketidaknyamanan dan keterlambatan layanan administrasi perpajakan." Pernyataan ini menunjukkan bahwa DJP menyadari dampak dari gangguan teknis tersebut dan berkomitmen untuk memperbaiki sistem guna memastikan layanan yang lebih baik di masa mendatang.
Namun, banyak pihak menilai bahwa implementasi Coretax terkesan tergesa-gesa demi memenuhi target waktu, tanpa mempertimbangkan kesiapan infrastruktur dan sumber daya manusia yang memadai.
Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Institusi yang baru saja merilis Aplikasi Coretax (Sumber: Ekie E Sularso / Shutterstock.com)

Landasan Hukum yang Kuat, Implementasi yang Terganggu

Implementasi Coretax ini sendiri didasarkan pada sejumlah landasan hukum penting. Pertama, Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan, yang memberikan mandat kepada DJP untuk memodernisasi administrasi perpajakan guna meningkatkan efisiensi dan kepatuhan wajib pajak. Kedua, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 yang merinci tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan melalui Coretax, termasuk pendaftaran wajib pajak, pemadanan NIK dengan NPWP, serta pengelolaan data yang lebih terintegrasi untuk mendukung transparansi dan kemudahan akses. Ketiga, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 456 Tahun 2024, yang menetapkan bahwa Coretax mulai berlaku pada 1 Januari 2025 dan memberikan tanggung jawab kepada DJP untuk memastikan sistem berjalan stabil dan aman.
ADVERTISEMENT

Harapan Besar yang Terganjal Masalah Teknis

Sebagai langkah besar dalam reformasi perpajakan, Coretax dirancang untuk menciptakan sistem yang lebih efisien, transparan, dan akuntabel. Namun, gangguan teknis seperti kesulitan login dan error dalam sistem menunjukkan bahwa Coretax belum sepenuhnya siap digunakan. Proyek ini melibatkan konsorsium internasional LG CNS Qualysoft dengan nilai kontrak sekitar Rp1,3 triliun, serta diawasi oleh PwC Indonesia sebagai konsultan pengadaan. Dengan investasi sebesar itu dan keterlibatan pihak-pihak yang berpengalaman, ekspektasi publik terhadap keberhasilan sistem ini sangat tinggi.
Sayangnya, kendala teknis yang muncul justru mengindikasikan adanya celah dalam perencanaan, pengawasan, atau pelaksanaannya. Masalah ini juga berpotensi melanggar prinsip UU KUP, khususnya hak wajib pajak untuk mendapatkan layanan yang baik dan mudah. Meski Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 456 Tahun 2024 memberikan panduan teknis, stabilitas sistem masih menjadi kendala besar yang memengaruhi kepercayaan wajib pajak.
ADVERTISEMENT
Dengan investasi triliunan rupiah, pemerintah seharusnya memastikan pengujian sistem secara menyeluruh sebelum peluncuran. Evaluasi kinerja sistem dan respons cepat terhadap keluhan wajib pajak harus menjadi prioritas agar Coretax benar-benar mendukung modernisasi perpajakan di Indonesia, bukan menjadi beban baru bagi masyarakat dan pelaku usaha.
Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 456 Tahun 2024 tentang Implementasi Sistem Inti Administrasi Perpajakan
KT-02/2025 terkait Implementasi Coretax