Konten dari Pengguna

Assimi Goita: Figur Militer Pemimpin Kudeta Mali

Zaki Anshaari Hasibuan
Mahasiswa Sarjana Ilmu Administrasi Negara Universitas Indonesia (UI)
18 Desember 2021 11:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zaki Anshaari Hasibuan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
www.kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
www.kumparan.com
ADVERTISEMENT
Beberapa dari kita mungkin pernah mendengar sebuah ungkapan, "History repeats itself, first as tragedy, second as farce." Ungkapan tersebut merupakan sebuah ungkapan dari seorang filsuf Jerman Karl Marx yang nampaknya terjadi dan dialami kembali oleh sebuah negara di Afrika Barat, Mali. Sejarah kembali terulang, Mali Kembali menghadapi kudeta pada 24 Mei 2021. Kali ini kudeta memaksa Presiden Bah Ndaw dan Perdana Menteri Moctar Ouane agar turun dari kepemimpinan untuk kemudian digantikan oleh figur militer yang merupakan wakil presiden Mali, Kolonel Assimi Goita.
ADVERTISEMENT

Kudeta? Seperti Biasa!

www.kumparan.com
Mali memiliki catatan panjang mengenai kudeta. Sejak 1960, setelah memperoleh kemerdekaan dari Prancis setidaknya telah terjadi lima kudeta dalam kurun waktu tersebut. Tercatat hanya ada sekali transisi damai dari satu presiden yang terpilih secara demokratis ke presiden lainnya. Secara umum kultur pemerintahan Mali selalu didominasi oleh figur pemimpin military dictator atau diktator militer, tidak mengherankan bahwa tindakan saling menggulingkan kekuasaan merupakan perihal yang mengakar dalam perpolitikan mali.
Dalam kudeta kali ini, tentara memutuskan untuk mengambil alih negara secara paksa dan menahan dua figur pemerintah tersebut untuk kemudian melantik Kolonel Assimi Goita menjadi Presiden sementaran dan mengangkat Choguel Kokalla Maiga sebagai Perdana Menteri.
Kemudian bagaimana nasib masyarakat Mali? Berlangsungnya kudeta ini membawa Mali kembali ke dalam krisis keamanan, politik, kemanusiaan dan ekonomi yang merusak kesejahteraan warga Mali. Pencopotan paksa presiden dan perdana menteri oleh para pemimpin junta menjadi pertanda buruk bagi stabilitas negara dan keamanan hampir 20 juta warga negara.
ADVERTISEMENT

Mengenal Goita, Figur Militer Penghimpun Massa

Mungkin kalian bertanya-tanya, siapakah sosok militer Mali yang menjelma menjadi penguasa itu? Ia adalah Assimi Goita, akrab disapa "Aso" oleh kerabat-kerabatnya yang merupakan seorang figur militer yang disegani. Goita mengikuti jejak ayahnya yang juga seorang perwira militer Mali, Ia mendaftarkan diri ke Akademi Militer Mali kemudian ditugaskan ke Mali utara pada tahun 2002 di Gao, Kidal, Ménaka, Tessalit dan Timbuktu, dan secara khusus berperang melawan penjajah juga teroris dari 'Aljazair.
Serius, ulet, profesional, dan selalu bicara tegas merupakan kepribadian Goita yang kerap tergambar dari dirinya. Kepemimpin serta pengalamannya sebagai seorang militer telah mendapat berbagai pengakuan dari masyarakat Mali. Goita merupakan figur pimpinan militer yang disegani, mendapat beragam hormat dari berbagai lapisan masyarkat, serta memiliki kemampuan untuk menghimpun dan mengerahkan massa untuk mendukung dia. Kemampuan Goita mencerminkan bahwa Ia merupakan seorang charismatic leader atau pemimpin karismatik yang memanfaatkan keterampilan komunikasi, persuasif, dan kekuasaanya untuk mempengaruhi orang banyak.
ADVERTISEMENT
Dari segi karir, Assimi Goita menorehkan sejumlah catatan cemerlang dalam dunia militer. Pada tahun 2014, Goita bergabung dengan pasukan khusus dan tahun berikutnya menjadi komandan operasi khusus kementerian pertahanan setelah menangani serangan terhadap Hotel Radisson Blu di Bamako. Pada 2018 Goita diangkat menjadi Komandan Pasukan Khusus Mali dan memimpin operasi di Mali Utara dan Tengah, serta di Darfur dalam operasi eksternal. Itulah pencapaian Goita yang semakin mengharumkan namanya di masyarakat Mali, Ia berkembang di lingkungan achievement oriented leadership yang mengedepankan prestasi serta pencapaian.

Pimpinan Junta, Seorang Strongman

Lantas bagaimana Assimi Goita mengawali karirnya dalam perpolitikan? Goita mengawali karirnya sebagai pemimpin Komite Nasional untuk Keselamatan Rakyat Mali, sebuah kelompok pemberontak yang menggulingkan Ibrahim Boubacar Keita dalam kudeta Mali 2020. Pada tanggal 21 September ia diangkat menjadi wakil presiden dengan Bah Ndaw sebagai presiden. Sedari awal Goita memimpin menjadi eksekutif pemerintahan di Mali, Ia telah menjadikan kekuasaan pemerintah dengan terpusat. Keras, menindas dan absolut terhadap segala pembuatan kebijakan adalah karakteristik kepemimpinan Goita. Ciri-ciri tersebut merupakan indikasi bahwa Goita merupakan seorang pemimpin autocratic atau otokratis.
ADVERTISEMENT
Dengan kita melihat bagaimana seorang Assimi Goita selaku pimpinan militer dan wakil presiden melakukan kudeta terhadap presiden dengan memanfaatkan kekuatan angkatan bersenjata Mali, kita dapat melihat bahwa apa yang dilakukan oleh Goita merupakan upaya mendirikan pemerintahan junta. Goita menggunakan paksaan untuk menggulingkan kekuasaan sipil dan menggantikannya dengan kekuasaan militer. Lantas apa yang dimaksud dengan junta? Menurut McLean dan McMillan, junta merupakan dewan militer yang memerintah suatu negara setelah kudeta, sebelum pemerintahan konstitusional dipulihkan.
Lebih lanjut, figur Assimi Goita sebagai pemimpin, tidak dapat kita kategorikan sebagai cerminan pemimpin yang mengedepankan nilai-nilai demokratis. Doktrin militer yang dianutnya menimbulkan kekuatan terpusat yang otoriter. Militerisme dan otoritarianisme Goita merupkan perwujudan kepemimpinan strongman atau orang kuat dalam pemerintahan. Lai dan Slater mendefinisikan strongman sebagai bentuk pemerintahan otoriter yang ditandai dengan kediktatoran militer otokratis.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya kita perlu merefleksikan kembali bahwa hadirnya strongman dan junta memiliki potensi keterlibatan pelanggaran hak asasi manusia. Tokoh-tokoh strongman militer cenderung lebih agresif, sehingga lebih mungkin menyebabkan konflik melibatkan senjata. Pemerintahan strongman yang dipimpin oleh militer lebih mungkin menimbulkan pemberontakan, gejolak, dan dominasi rezim militer. Kita dapat memahami bahwa hadirnya tokoh-tokoh strongman serta pemerintahan junta merupakan indikasi matinya demokrasi di sebuah negara. Pada akhirnya kepemimpinan junta dan strongman yang dibangun Goita akan sampai pada military dictatorship, tentunya kita sangat berharap hal buruk tersebut tidak terjadi terhadap seluruh saudara kita di manapun berada.

Referensi:

Council on Foreign Relations. (2015). Destabilization of Mali | Global Conflict Tracker. Global Conflict Tracker. https://www.cfr.org/global-conflict-tracker/conflict/destabilization-mali
ADVERTISEMENT
Lai, B., & Slater, D. (2006). Institutions of the Offensive: Domestic Sources of Dispute Initiation in Authoritarian Regimes, 1950-1992. American Journal of Political Science, 50(1), 113–126. http://www.jstor.org/stable/3694260
McLean, I., & McMillan, A. (2009). The Concise Oxford Dictionary of Politics. : Oxford University Press. Retrieved 17 Dec. 2021, from https://www.oxfordreference.com/view/10.1093/acref/9780199207800.001.0001/acref-9780199207800.
Swaemor. (2021, June 29). Pressure mounts on Mali after military coup. The Organization for World Peace. Retrieved December 16, 2021, from https://theowp.org/pressure-mounts-on-mali-after-military-coup/
Weeks, J. L. (2012). Strongmen and straw men: Authoritarian regimes and the initiation of international conflict. American Political Science Review, 106(2), 326–347. https://doi.org/10.1017/s0003055412000111