Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.104.0
Konten dari Pengguna
Politik Bukan Hanya Soal Kekuasaan, Tapi Juga Soal Manajemen Persepsi
11 Mei 2025 14:04 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Zaky Nurdava Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Selama ini politik identik dengan kekuasaan. Kita membayangkan para politisi berebut kursi, mempertahankan pengaruh, dan membentuk aliansi demi mengendalikan keputusan publik. Namun, kekuasaan tidak pernah berdiri sendiri. Ia bertumpu pada satu fondasi penting yang kerap luput dilihat: persepsi. Tanpa persepsi yang tepat, kekuasaan bisa runtuh sewaktu-waktu, bahkan sebelum benar-benar terbentuk. Karena dalam politik, yang tampak seringkali lebih menentukan dari yang nyata.
ADVERTISEMENT
Persepsi: Aset yang Tak Tertulis
Dalam dunia manajemen, reputasi adalah aset yang tak berwujud namun sangat bernilai. Sama halnya di politik, persepsi adalah modal sosial yang bisa membuka jalan ke jabatan dan legitimasi. Ia tidak selalu rasional, tapi dampaknya nyata. Publik tidak selalu memilih berdasarkan data atau kinerja. Mereka memilih berdasarkan narasi, citra, dan keyakinan yang dibentuk dari apa yang mereka lihat, dengar, dan rasakan. Maka wajar jika para politisi modern menginvestasikan banyak waktu dan sumber daya untuk mengelola persepsi publik terhadap dirinya.
Politisi sebagai Manajer Citra
Seorang politisi hari ini bukan hanya pembuat kebijakan. Ia adalah manajer dari citra pribadinya, penjaga reputasi timnya, sekaligus arsitek dari narasi yang ingin dibentuk. Dalam setiap langkah, ia harus memikirkan dampaknya terhadap opini publik. Satu pernyataan bisa viral dan mengubah jalan kampanye. Satu ekspresi di debat bisa menjadi bahan meme yang menyebar luas, lalu menciptakan kesan tertentu—entah simpatik, canggung, atau arogan. Setiap detail kecil menjadi bagian dari citra besar yang tak bisa diabaikan.
ADVERTISEMENT
Krisis adalah Ujian Manajemen Persepsi
Tidak ada politisi yang bebas dari krisis. Skandal, kebijakan yang tidak populer, atau sekadar salah ucap, bisa berubah menjadi bencana dalam hitungan jam. Namun yang membedakan antara politisi yang tenggelam dan yang selamat adalah kemampuannya mengelola persepsi di tengah krisis. Apakah ia hadir di depan publik dengan kepala tegak? Apakah ia menjawab dengan jujur, atau malah menyalahkan orang lain? Dalam banyak kasus, bukan isi masalahnya yang menentukan nasib seorang tokoh, tetapi cara ia menjelaskan dan memperbaiki kesan yang tercipta.
Narasi Politik adalah Produk Manajemen
Setiap politisi membawa cerita. Ada yang menampilkan diri sebagai sosok sederhana dari kampung, ada yang membangun citra profesional dengan pendidikan luar negeri, dan ada pula yang mengangkat kisah perjuangan sejak muda. Narasi ini bukan sekadar cerita; ia adalah strategi. Dalam dunia politik, membangun narasi sama pentingnya dengan menyusun kebijakan. Karena narasi adalah cara paling efektif untuk menanamkan persepsi ke dalam benak publik, dengan emosi sebagai jembatannya.
ADVERTISEMENT
Kekuasaan Tidak Pernah Berdiri Sendiri
Politik memang tentang kekuasaan, tapi kekuasaan yang tidak dibangun di atas kepercayaan akan rapuh. Dan kepercayaan, dalam dunia modern yang serba visual dan cepat ini, dibentuk melalui persepsi. Maka, siapa pun yang terjun ke dunia politik harus menyadari bahwa tugasnya bukan hanya mengatur kebijakan dan membentuk koalisi, tetapi juga mengelola makna. Mengelola bagaimana dirinya dilihat, diingat, dan dipercaya. Karena pada akhirnya, politik adalah seni memimpin pikiran dan perasaan manusia—bukan dengan kekuatan mutlak, tetapi dengan pengaruh yang terjaga melalui persepsi yang cermat.