Konten dari Pengguna

Stempel Hantu Maut Batu Hitam Andesit di Museum Nasional Proklamasi

zalfa alya ariqah
Mahasiswi UHAMKA Jurusan Ilmu Komunikasi
20 Juni 2022 15:13 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari zalfa alya ariqah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Stempel Hantu Maut yang terbuat dari Batu Hitam Andesit di Museum Nasional Proklamasi, Selasa (7/6). Dokumentasi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Stempel Hantu Maut yang terbuat dari Batu Hitam Andesit di Museum Nasional Proklamasi, Selasa (7/6). Dokumentasi Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jakarta - Pagi hari dengan langit cerah berawan pada 7 Juni 2022 saya menerjang hiruk pikuk ibukota untuk bertemu Ibu Indri serta sebagian teman kelas menulis feature di salah satu tempat bersejarah yang letaknya di pusat kota Jakarta.
ADVERTISEMENT
Museum Nasional Perumusan Naskah Proklamasi, bangunan bersejarah di Jalan Imam Bonjol 1, Menteng, Jakarta Pusat dibangun pada 1927, bangunan ini merupakan salah satu dari empat rumah tinggal besar di sekitar Taman Suropati, dan bangunan Cagar Budaya peringkat Nasional Kepmendikbud Nomor.253/M/2013 tanggal 27 Desember 2013.
Dahulu bangunan ini merupakan tempat tinggal Laksamana Muda Tadashi Maeda yaitu seorang perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang.
Laksamana Muda Tadashi Maeda sangat berperan penting dalam kemerdekaan Indonesia, karena rumahnya dijadikan untuk tempat perumusan naskah proklamasi indonesia.
Sesampainya di Museum Nasional Perumusan Naskah Proklamasi kami disambut serta didampingi oleh salah satu staff yaitu Ari Suryanto sebagai edukator atau pembimbing selama di museum untuk menjelaskan tentang sejarah gedung, apa saja yang terdapat di dalam gedung, fungsi pada setiap ruangan, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Museum Perumusan Naskah Proklamasi menyimpan berbagai koleksi bersejarah, seperti duplikat tulisan tangan teks proklamasi Bung Karno, alat ketik, Koran Asia Raya, dan lain-lain.
Ruang Dapur dijadikan tempat untuk menonton film dokumentasi sejarah proklamasi 1942-1945.
Di lantai 2 terdapat beberapa ruangan, salah satunya yaitu Ruang mempertahankan Kemerdekaan yang di dalamnya terdapat salah satu koleksi yang menarik perhatian saya yaitu sebuah stempel.
Stempel yang berbentuk segi tiga dengan tulisan Stempel Hantu Maut 'Stempel yang digunakan oleh Pasukan Hantu Maut di Yogyakarta pada saat perjuangan mempertahankan kemerdekaan.'
Stempel ini berbentuk segi tiga, bahan batu andesit berwarna hitam, pada bagian bawah cap terdapat tulisan "Pasukan Hantu Maut" di setiap sudut terdapat tanda bintang
Ukuran PxL : 12 cm x 4 cm.
ADVERTISEMENT
Waktu Perolehan: 16 November 1998
“Pasukan hantu maut itu istilah ya, kalau sekarang kan kita komunikasi bisa melalui whatsapp identitas pengirimnya ketahuan, pengirimnya siapa, diterima oleh siapa,” kata Ari.
“Pada saat itu berkomunikasi itu belum tentu si penerima pesan itu yang menerima pesan. Bisa saja suratnya di bawa oleh kurir kemudian kurirnya ditangkap, suratnya dikasih ke orang, disita oleh jepang ataupun yang lain tentara belanda,” lanjut Ari.
“Jadi mereka butuh suatu alat yang bisa mengidentifikasi bahwa itu benar-benar dari tokoh yang ngirim. Caranya menggunakan stempel, stempelnya ada sepasang yaitu satu di pegang si pengirim surat dan satunya lagi di pegang si penerima surat. Jadi ketika dikirim surat ada stempelnya dicocokan pas atau tidak. Kenapa namanya stempel hantu maut, hantu maut itu istilah pasukan, mereka sering melakukan penyerangan terhadap tentara Belanda. Mereka seperti hantu tidak terlihat, hantu yang membawa maut," jelas Ari.
ADVERTISEMENT
Pasukan Hantu Maut adalah pasukan gerilyawan Republik Indonesia yang berasal dari pemuda Kampung Pujokusuman di Yogyakarta. Pasukan ini ditugaskan untuk melawan tentara Belanda yang menguasai Yogyakarta sejak Agresi Militer Belanda Kedua 19 Desember 1948. GBPH Poedjokoesoemo yang merupakan putra Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, menggagas pembentukan pasukan ini, yang berperan melakukan gangguan-gangguan terhadap kedudukan Belanda di Yogyakarta selama Jenderal Soedirman melakukan perang gerilya.