Kelayakan Ekonomi Pembangunan Pusat Riset Biodiversitas

Zalfa Azahra
Halo, perkenalkan nama saya Zalfa Azahra. Saat ini saya aktif sebagai mahasiswa di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta progam studi Manajamen.
Konten dari Pengguna
3 Juli 2024 12:37 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zalfa Azahra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: Canva, foto: Zalfa Azahra
zoom-in-whitePerbesar
sumber: Canva, foto: Zalfa Azahra
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Papua, dengan kekayaan hayati yang melimpah, kini menjadi sorotan dalam wacana pembangunan Pusat Riset Biodiversitas. Rencana ambisius ini tidak hanya menjanjikan terobosan ilmiah, tetapi juga membawa potensi dampak ekonomi yang signifikan. Namun, di tengah berbagai tantangan ekonomi yang dihadapi Indonesia, kelayakan finansial proyek ini menjadi pertanyaan krusial yang perlu dijawab secara komprehensif.
ADVERTISEMENT
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, dalam konferensi pers di Jakarta kemarin, menegaskan komitmen pemerintah terhadap proyek ini. "Pusat Riset Biodiversitas di Papua bukan sekadar fasilitas penelitian. Ini adalah investasi strategis untuk masa depan ilmu pengetahuan Indonesia dan pelestarian keanekaragaman hayati dunia," ujarnya.

Biaya dan Skema Pendanaan

Berdasarkan dokumen perencanaan yang diperoleh dari Kementerian PPN/Bappenas, pembangunan Pusat Riset Biodiversitas diperkirakan membutuhkan dana sebesar Rp2,5 triliun. Angka ini mencakup biaya konstruksi, pengadaan peralatan, dan operasional untuk lima tahun pertama.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani, menjelaskan skema pendanaan yang direncanakan. "Kami mengalokasikan 40% dari APBN, sementara 35% diharapkan dari hibah internasional, dan 25% dari kemitraan dengan sektor swasta," jelasnya. Askolani menambahkan bahwa negosiasi dengan beberapa lembaga donor internasional sedang dalam tahap finalisasi.
ADVERTISEMENT
Namun, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati, memperingatkan tentang potensi risiko fiskal. "Dalam situasi ekonomi global yang tidak menentu, kita perlu ekstra hati-hati. Skema pendanaan harus didesain untuk meminimalkan beban utang negara," tegasnya.

Analisis Biaya-Manfaat

Tim peneliti dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah melakukan analisis biaya-manfaat yang komprehensif. Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, dalam paparan di hadapan Komisi VII DPR RI, menyampaikan hasil analisis tersebut.
"Kami menemukan rasio manfaat-biaya (BCR) sebesar 1,8. Artinya, setiap rupiah yang diinvestasikan berpotensi menghasilkan manfaat ekonomi sebesar Rp1,8," jelas Suharso. Ia merinci beberapa manfaat ekonomi yang diperhitungkan:
1. Potensi penemuan senyawa baru untuk industri farmasi, diperkirakan bernilai Rp500 miliar per tahun.
ADVERTISEMENT
2. Pengembangan varietas tanaman unggul, dengan potensi peningkatan produktivitas pertanian senilai Rp300 miliar per tahun.
3. Ekowisata ilmiah, diproyeksikan dapat menyumbang Rp200 miliar per tahun ke ekonomi lokal.
4. Penciptaan lapangan kerja baru, baik langsung maupun tidak langsung, senilai Rp150 miliar per tahun.
Prof. Dr. Bambang Brodjonegoro, ekonom dari Universitas Indonesia, dalam analisisnya menyatakan, "BCR di atas 1 memang mengindikasikan kelayakan ekonomi. Namun, kita perlu mempertimbangkan faktor-faktor non-kuantitatif seperti dampak sosial dan lingkungan dalam pengambilan keputusan final."

Multiplier Effect dan Dampak Ekonomi Regional

Pembangunan Pusat Riset Biodiversitas diproyeksikan akan memberikan efek multiplier yang signifikan bagi perekonomian Papua. Tim ekonom dari Universitas Cenderawasih, dipimpin oleh Dr. Maria Latumahina, telah melakukan analisis input-output yang menunjukkan potensi dampak ekonomi regional.
ADVERTISEMENT
"Setiap Rp1 miliar investasi di pusat riset ini berpotensi menghasilkan aktivitas ekonomi senilai Rp2,3 miliar di berbagai sektor," ungkap Dr. Latumahina. Ia menambahkan bahwa dampak positif akan dirasakan oleh sektor pendidikan, perhotelan, transportasi, dan jasa profesional.
Gubernur Papua, Lukas Enembe, menyambut positif proyeksi ini. "Kami melihat ini sebagai katalis untuk transformasi ekonomi Papua. Namun, kami juga akan memastikan bahwa manfaat ekonomi terdistribusi secara adil, terutama bagi masyarakat adat," tegasnya.

Risiko dan Strategi Mitigasi

Meski prospeknya menjanjikan, proyek ini tidak lepas dari berbagai risiko. Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, Amalia Adininggar Widyasanti, dalam forum diskusi dengan para ekonom di Jakarta, memaparkan beberapa risiko utama:
1. Fluktuasi nilai tukar yang dapat mempengaruhi biaya impor peralatan.
ADVERTISEMENT
2. Ketidakpastian pendanaan internasional akibat dinamika geopolitik global.
3. Potensi pembengkakan biaya konstruksi.
Untuk memitigasi risiko-risiko tersebut, tim perencana mengusulkan beberapa strategi. "Kami akan menerapkan mekanisme lindung nilai (hedging) untuk memitigasi risiko nilai tukar. Selain itu, kontrak dengan mitra internasional akan dirancang dengan klausul yang melindungi kepentingan Indonesia," jelas Widyasanti.
Terkait risiko pembengkakan biaya, diusulkan pendekatan pembangunan bertahap. "Kami akan memulai dengan fasilitas inti dan melakukan ekspansi secara gradual sesuai dengan ketersediaan dana dan kebutuhan riset," tambahnya.

Keberlanjutan Finansial

Aspek krusial lainnya adalah keberlanjutan finansial pusat riset pasca-pembangunan. Dr. Tri Mumpuni, ahli manajemen riset yang terlibat dalam tim perencanaan, menekankan pentingnya diversifikasi sumber pendapatan.
"Selain anggaran pemerintah, pusat riset harus mampu menghasilkan pendapatan mandiri melalui komersialisasi hasil riset, layanan konsultasi, dan kerjasama industri," ujar Dr. Mumpuni. Ia menambahkan bahwa rencana strategis mencakup pembentukan unit bisnis yang akan mengelola hak kekayaan intelektual dan menjalin kemitraan dengan industri farmasi, agribisnis, dan bioteknologi.
ADVERTISEMENT
Proyeksi yang dilakukan oleh tim ekonom menunjukkan bahwa dalam jangka waktu 10 tahun, pusat riset dapat mencapai tingkat kemandirian finansial sebesar 60%. "Ini adalah target yang menantang namun realistis jika kita dapat mengoptimalkan potensi komersialisasi hasil riset," tambah Dr. Mumpuni.

Dampak terhadap Konservasi dan Ekonomi Hijau

Di luar perhitungan finansial langsung, pembangunan Pusat Riset Biodiversitas diharapkan memberikan kontribusi signifikan terhadap upaya konservasi dan pengembangan ekonomi hijau. Dr. Emil Salim, tokoh lingkungan senior, dalam sebuah wawancara eksklusif menekankan nilai jangka panjang dari investasi ini.
"Nilai ekonomi sejati dari pusat riset ini terletak pada perannya dalam menjaga keseimbangan ekosistem yang tak ternilai harganya. Ini adalah investasi untuk generasi mendatang," ujar Dr. Salim. Ia menambahkan bahwa peningkatan pemahaman tentang biodiversitas Papua dapat mendorong kebijakan konservasi yang lebih efektif dan pengembangan model bisnis ramah lingkungan.
ADVERTISEMENT

Kesimpulan dan Langkah Ke Depan

Setelah mempertimbangkan berbagai aspek, tim evaluasi independen yang dipimpin oleh Dr. Kuntoro Mangkusubroto menyimpulkan bahwa pembangunan Pusat Riset Biodiversitas di Papua menunjukkan prospek kelayakan ekonomi yang positif. "Proyek ini layak secara ekonomi, namun kesuksesannya akan sangat bergantung pada eksekusi yang tepat dan dukungan berkelanjutan dari berbagai pihak," ujar Dr. Mangkusubroto.
Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, dalam pernyataan resminya menggarisbawahi langkah-langkah selanjutnya. "Kami akan segera memfinalisasi desain teknis, melanjutkan negosiasi dengan mitra pendanaan internasional, dan yang terpenting, melibatkan secara aktif masyarakat lokal dalam proses perencanaan," jelasnya.
Pemerintah menargetkan untuk memulai tahap konstruksi pada awal tahun depan, dengan target operasional penuh dalam waktu lima tahun. Dengan pendekatan yang cermat dan kolaboratif, Pusat Riset Biodiversitas Papua diharapkan tidak hanya menjadi landmark ilmiah, tetapi juga katalis bagi pembangunan berkelanjutan dan penguatan ekonomi berbasis pengetahuan di Indonesia Timur.
ADVERTISEMENT