Konten dari Pengguna

Kepergian Cinta Pertama Anak Perempuan

Zalimah Adilah
Mahasiswa di Universitas Pamulang, jurusan Sastra Indonesia.
22 Juni 2024 16:43 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zalimah Adilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi by Zalimah Adilah
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi by Zalimah Adilah
ADVERTISEMENT
Pagi yang cerah di Desa Sukamaju, terlihat seorang gadis cantik periang sedang menyapu halaman rumahnya. Dia adalah Arunika Dewangga, Nika adalah seorang anak tunggal dari pasangan suami istri Desi Ratnasari dan Dedi Dewangga.
ADVERTISEMENT
Kehidupan keluarga itu sangat sederhana, walaupun begitu mereka adalah keluarga yang harmonis. Ibu Desi adalah seorang ibu rumah tangga, sedangkan Pak Dedi seorang karyawan disebuah perusahaan di Jakarta.
Saat ini, Nika sedang menempuh pendidikan di bangku kelas 3 SMA.
"Nak... Ayo sarapan dulu." Panggil ibu Desi dari dalam rumah.
"Iya bu... Sebentar lagi aku selesai nyapunya." Jawab Nika, ia segera menyelesaikan pekerjaannya, setelahnya ia merapihkan sapu lidi yang ia pakai untuk menyapu halaman rumah.
"Selamat pag ibu, selamat pagi ayah.." Dengan ceria, Nika menyapa dengan semangat ayah dan ibunya yang sudah menunggu di ruang makan. Nika mencium kedua pipi ayah dan ibunya secara bergantian.
"Pagi sayang..." Jawab ayah dan ibu hampir bersamaan.
ADVERTISEMENT
Ibu menyiapkan nasi untuk ayah dan Nika terlebih dahulu. Nika sangat dimanja oleh kedua orangtuanya, meskipun begitu ia adalah anak yang mandiri. Nika tidak akan merepotkan orang lain dalam hal apapun.
"Selamat makan ayah, ibu" Ucap Nika. Mereka menghabiskan makanan mereka dengan tenang, hanya ada suara dentingan sendok dan piring yang saling bersahutan.
"Ayah sudah selesai, Nika cepat ya karena hari sudah semakin siang. Nanti kamu terlambat ke sekolah." Ucap Ayah kepada Nika.
Setiap hari, Nika selalu diantar oleh ayah untuk berangkat ke sekolah, karena kebetulan sekolah Nika dan tempat ayah bekerja satu arah. Dan pulang sekolah barulah Nika akan menaiki angkutan umum.
Setelah selesai sarapan, Nika dan Ayah pamit kepada Ibu untuk berangkat.
ADVERTISEMENT
Diperjalanan, Nika tidak hentinya tersenyum. Menghirup udara pagi, menikmati perjalanannya. Ayah tersenyum melihat wajah Nika yang selalu ceria seperti ini dari kaca spion. Walaupun hidup sederhana, tetapi ia tetap bersyukur karena ayah bisa membahagiakan keluarga kecilnya.
"Nika, ingat ya pesan ayah. Belajar yang rajin, jangan nakal, dan selalu kabari ayah jika ada apa-apa." Ucap Ayah setelah Nika sudah turun dari motor, tidak lupa ayah mencium kening Nika.
"Siap ayah.. Ayah juga hati-hati ya dijalan! Kabari Nika jika ayah sudah sampai di kantor." Nika mencium punggung tangan ayahnya sebelum masuk ke sekolah.
~~
Nika mengikuti pelajaran di kelas dengan baik, ia mendengarkan apa yang di jelaskan oleh guru matematia. Saat Nika sedang fokus, handphone Nika bergetar, pertanda ada panggilan masuk. Nika pun meminta izin kepada bu Tuti untuk mengangkat telponnya.
ADVERTISEMENT
"Assalamualaikum, halo ayah..." Ucap Nika ketika sambungan telpon itu sudah tersambung.
"Apa? Gak mungkin!!" Nika berteriak, ia tidak percaya dengan informasi yang baru saja ia dapat.
Nika menangis, dan itu mengundang para warga sekolah mengerubunginya. Salah satu teman dekat Nika pun menghampirinya.
"Nika... ada apa?" Tanya Sindi.
Nika berhambur memeluk tubuh Sindi, "A-ayah... Ayah kecelakaan." Tubuh Nika bergetar karena isakan tangisnya.
Sindi melerai pelukan Nika, "Kita ke rumah sakit sekarang ya, aku izin dulu sama bu Tuti."
Nika hanya mengangguk pelan, ia berharap ayah nya tidak terluka parah.
Setelah mendapatkan izin dari bu Tuti, Sindi dan Nika segera keluar dari area sekolah. Sindi sudah memesan taksi untuk mengantarkan mereka ke rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Sesampainya di rumah sakit, Sindi bertanya pada salah satu suster yang sedang berjaga disana. Setelah mendapatkan inormasi dimana ayah dilarikan, Nika dan Sindi bergegas menuju ruang ICU.
"Ibu..." Panggil Nika ketika melihat sang ibu yang sedang duduk di bangku tunggu.
Mereka saling berpelukan dan saling memberi kekuatan dengan dekapan hangat itu.
"Gimana keadaan ayah, bu?" Tanya Nika.
Ibu menggelengkan kepala, "Ibu belum tahu nak, dokter belum keluar sejak ibu datang." jawab Ibu.
Sindi yang melihat itu pun ikut menangis, ia mencoba memberi kekuatan untuk keduanya.
Setelah menunggu beberapa lama, Dokter pun keluar dari ruang ICU. Ibu dan Nika segera menghampiri dokter.
"Dokter... Bagaimana keadaan ayah saya? Ayah baik-baik saja kan? Lukanya tidak terlalu parah kan?" Tanya Nika dengan penuh harap.
ADVERTISEMENT
Dokter menghela nafas berat sebelum menjawab, "Sebelumnya, saya memohon maaf.. Saya sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi Tuhan berkehendak lain. Pak Dedi tidak dapat kami selamatkan akibat benturan kerasa di kepalanya. Saya turut berduka cita, semoga Tuhan menempatkan Alamarhum di sisi terbaik-Nya."
Bak tersambar petir, Nika tercekat, ia tak percaya dengan apa yang di bilang dokter. Nika berlari masuk ke dalam ruang ICU menghampiri sang ayah yang sudah tertutup kain putih. Ia memeluk tubuh ayahnya yang tidak akan bisa bangun lagi.
"Ayah... Ayah bangun... Kenapa ayah jahat sekali ninggali Nika dan Ibu? Ayah sudah janji akan menemani Nika sampai Nika punya anak. Kenapa sekarang ayah malah pergi?" Nika mengguncang tubuh ayahnya, berharap ada keajaiban dari sang Tuhan.
ADVERTISEMENT
Ibu hanya bisa menangis dalam pelukan Sindi, ia tak sanggup melihat Nika menangis karena sangat kehilangan.
1 minggu sudah berlalu, tidak ada lagi gurat kesedihan yang terlihat di wajah Nika. Ia mencoba mengikhlaskan kepergian sang ayah. Nika menjalani kehidupan seperti biasa dengan sang ibu. Nika berjanji, akan lebih memuliakan ibu, karena hanya ibu yang sekarang ia punya.