Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Salat: Suatu Cara untuk Menggapai Ketenangan Jiwa
26 Maret 2022 6:47 WIB
Tulisan dari Diana Zanuba tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Salat merupakan rukun islam yang kedua. Ini berarti, salat merupakan hal penting kedua yang harus dilakukan oleh setiap muslim setelah terucapnya dua kalimat syahadat. Betapa pentingnya “salat”, sehingga salat pun dikatakan sebagai tiang agama.
ADVERTISEMENT
الصَّلاةُ عِمادُ الدِّينِ مَنْ أقَامَها فَقدْ أقَامَ الدِّينَ وَمنْ هَدمَها فَقَد هَدَمَ الدِّين
“Salat itu adalah tiang agama (Islam), maka barangsiapa mendirikannya, sungguh ia telah menegakkan agama (Islam) itu; dan barang siapa merobohkannya, sungguh ia telah merobohkan agama (Islam) itu” (HR al-Baihaqi)
Lalu, apa definisi salat?
Dalam kitab Fathul Qarib, salat didefinisikan sebagai do’a. Sedangkan Rofi’i mengemukakan definisi salat pada pengertian syara’ ialah, segala ucapan dan perbuatan yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam (taslim), sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan syara’.
Disebutkan bahwa salat merupakan do’a, mengapa demikian? Karena, esensi dari salat itu sendiri merupakan do’a seorang hamba kepada Tuhannya. Setiap apa yang diucapkan dalam salat, tidak lain ialah dzikir, ayat-ayat suci Al-Qur’an, munajat, dan muhawarah (dialog). Semua ini merupakan ucapan-ucapan yang bermakna do’a, dan di antara setiap gerakan maupun bacaan salat ialah suatu bentuk pengagungan dan penghambaan seseorang terhadap Sang Pencipta.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, dikatakan pula bahwa salat merupakan dialog antara seorang hamba dengan Tuhannya. Bagaimana tidak? Di antara ibadah lain, salat merupakan ibadah yang membawa seseorang sangat dekat kepada Sang Pencipta. Ketika seseorang salat, maka telah terjalin hubungan yang sangat dekat dengan Tuhannya, berupa dialog. Ya, dialog yang berlaku saling berhadapan antara seorang hamba dan Sang Pencipta. Di dalam salat, seorang hamba akan meminta agar jiwanya disucikan, sebagaimana yang diketahui bahwasanya salat merupakan bentuk penyerahan segenap diri seorang hamba dan permohonan hidayah-Nya.
قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ
“Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam.” (Q.S. Al-An’am: 162)
Ayat di atas menunjukkan suatu bentuk penyerahan diri seorang hamba agar disucikan jiwanya. Adapun sebetulnya kesucian yang dimaksud ialah kesucian jiwa dari hal-hal selain Allah di dalam salatnya. Namun, hal ini tidak dapat dilakukan jika seseorang tidak menghadirkan hatinya secara penuh ketika melaksanakan salat. Karena, kebanyakan di antara setiap manusia itu tak secara totalitas dalam menghadirkan sepenuh hatinya ketika salat. Maka, yang didapatkan hanyalah rasa lelahnya saja. Hal ini tertulis dalam sebuah kitab karya Imam al-Ghazali yakni Ihya Ulumuddin, disebutkan sebuah sabda Rasulullah SAW. yang berbunyi: “Berapa banyak orang yang melakukan qiyam (shalat) namun ia hanyalah mendapat lelah dan kepayahan.”
ADVERTISEMENT
Seandainya setiap orang mengetahui fadhilah salat, mungkin setiap dari kita akan sangat bersungguh-sungguh dalam melaksanakannya. Ketika seseorang melakukan salat dengan benar dan bersungguh-sungguh, maka akan terasa dan nampak bahwa salat memberikan pengaruh positif terhadap akal, jasmani (fisik), dan juga jiwanya (psikis).
Diawali melakukan thaharah (bersuci) dengan berwudhu. Di mana, hal ini mengajarkan manusia tentang kebersihan. Lebih dari itu, seseorang yang selalu melaksanakan salat, akan selalu bersih karena setiap hari setidaknya melakukan lima kali wudhu. Ini akan menyebabkan jasmani tidak mudah terkena penyakit (karena selalu bersih). Selain itu, saat mensucikan anggota badan dalam wudhu, secara tidak langsung itu pun bermaksud untuk mensucikan kita dari perbuatan negatif. Misalnya, ketika kita membasuh wajah, maka kita berharap agar segala mata kita dijaga dari segala bentuk pandangan yang negatif. Saat, membersihkan mulut, kita berharap agar dijauhkan dari berbagai ucapan kotor (contoh: menggosip). Area tubuh yang dijadikan anggota dalam wudhu sejatinya ialah anggota tubuh yang sering melakukan perbuatan negatif (dosa) dibanding anggota tubuh lainnya.
ADVERTISEMENT
Takbiratul ihram. Saat melakukan takbiratul ihram, seseorang dituntut untuk ber-tawajjuh dengan segenap kerendahan diri kepada Sang Pencipta, dan sekaligus berkonsentrasi untuk memusatkan pikiran hanya kepada-Nya semata. Salat merupakan ajang pelatihan diri yang baik untuk kita dapat berkonsentrasi dari segala hal yang dapat mengganggu atau memecah fokus, baik eksternal maupun internal. Pemusatan pikiran (konsentrasi) ini adalah kunci utama untuk melatih self-control yang kita miliki. Sebab, untuk mencapai salat yang khusyu’, maka seseorang harus bisa mengontrol dirinya dari apa yang memungkinkan kefokusannya menjadi buyar.
Ruku’. Saat membungkukkan badan, seseorang harus menyadari kembali bahwa manusia itu tak memiliki apapun, serba berkekurangan, dan hanya membutuhkan Allah SWT. Maka dari itu, lagi dan lagi ketika salat, kita diajarkan untuk bersikap tawadhu’. Selain itu, dengan kita membungkukkan badan (ruku’), ini akan memperkuat otot tubuh dan persendian di tubuh kita.
ADVERTISEMENT
Sujud. Ketika bersujud dengan meletakkan kening di atas lantai, maka ini merupakan perwujudan bentuk penghambaan tertinggi. Ketika sujud, alangkah dekat seseorang dengan Sang Pencipta. Tidak hanya itu, saat bersujud, posisi kepala lebih rendah daripada jantung. Ini berarti, urat saraf pada bagian otak akan terisi oleh darah, sehingga otak dapat berfungsi dengan baik. Karena otak dapat berfungsi dengan baik ketika dimasuki darah yang cukup. Dengan kata lain, aliran darah menuju otak lancar.
Tasyhadud. Pada bagian ini, kita semua sebagai umat Islam diajarkan untuk saling mendoakan. Ini terbukti pada kalimat “assalamualaina”, di mana dhomir yang digunakan adalah na, yang berarti tidak hanya diperuntukkan kepada Nabi seorang, tetapi kepada kita semua (na, untuk kita sebagai umat Islam). Artinya, “keselamatan bagi kita semua”.
ADVERTISEMENT
Salam. Taslim (salam) juga mengajarkan kita untuk memberikan doa kepada setiap orang, mendoakan keselamatan. Selain itu, gerakan menoleh ke kanan dan ke kiri sebetulnya menyiratkan pesan sosial agar kita sebagai seorang muslim harus peduli terhadap lingkungan sosial kita. Jangan menjadi egois, tetapi harus pula melihat dan memperhatikan orang-orang sekitar.
Selain hal yang telah disebutkan di atas, salat juga telah mengajarkan umat Islam mengenai kedisiplinan. Salat fardhu yang dilaksanakan sesuai jadwal (lima waktu) setiap harinya, sangat cukup sebagai upaya melatih diri untuk menjadi pribadi yang disiplin, yang nantinya akan tercermin dalam kehidupan sehari-hari.
Allah telah memerintahkan hambanya untuk berdzikir, salahnya satunya dengan salat. Sebagaimana firmannya yang bermakna, “laksanakanlah shalat untuk mengingatku.” Apabila seseorang melaksanakan salat (mengingat Allah SWT) dengan khusyu’, maka kemudian ia akan sampai pada ketenangan jiwa:
ADVERTISEMENT
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ ۗ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (Q.S. Ar-ra’du: 28)
Utsman Najati menjelaskan bahwasanya shalat yang khusyu’ memberikan efek yang berpengaruh signifikan terhadap terapi kegelisahan dan kecemasan. Ketika seseorang melaksanakan salat yang khusyu’ dengan menghadirkan hatinya secara penuh, dan memusatkan pikirannya hanya pada Allah SWT., maka pada saat itulah seorang individu tersebut akan merasakan dampak terapeutik dalam bentuk ketenangan dan ketentraman jiwa (psikis) yang mana hal itu dapat meredakan ketegangan saraf yang ditimbulkan oleh tekanan dan problematika kehidupan, serta dapat pula menurunkan rasa cemas dan gelisah.
ADVERTISEMENT
Hemat penulis bahwa, apabila kita melaksanakan salat dengan khusyu’ setiap harinya, maka perlahan akan membentuk mental yang sehat dan tenang (muthmainah). Dalam hal ini, muthmainah semakna dengan psychological well-being. Karena dalam shalat yang khusyu’, terdapat suatu meditasi dan relaksasi sehingga dapat digunakan sebagai pereda kegelisahan dan kecemasan yang dapat meningkatkan ketahanan tubuh secara natural dan juga dapat membentuk jiwa yang tenang.
Sekian yang dapat penulis sampaikan. Semoga bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan khususnya bagi penulis sendiri.
Wallahu a’lam.