Konten dari Pengguna

Akan Segera Kedaluwarsa, Kasus Munir Tidak Kunjung Tuntas

Zazia Missdalopa
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
12 Oktober 2021 17:16 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zazia Missdalopa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Aksi kamisan ke-505 (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Aksi kamisan ke-505 (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Seperti yang kita tahu, setiap orang memiliki hak asasi manusia atau HAM yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun karena HAM bersifat melekat pada diri setiap manusia sejak lahir, universal, serta abadi.
ADVERTISEMENT
Indonesia sebagai negara demokratis memiliki kewajiban untuk menjamin HAM yang terlindungi, terjaga, dan dijunjung tinggi oleh setiap orang. HAM telah termuat dalam dasar Indonesia, yaitu Pancasila yang di mana berfungsi sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, seperti kebebasan dalam beragama dan kepercayaan. Sedangkan sebagai negara demokrasi pancasila, perlindungan HAM menjadi tujuan sekaligus prasyarat bagi berjalannya demokrasi.
Sayangnya, masih banyak kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.
Menurut UU No. 39 Tahun 1999, pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Penegakan kasus pelanggaran HAM di Indonesia juga masih menjadi hal yang patut dipertanyakan. Sebab, masih ada belasan kasus pelanggaran HAM di Indonesia yang belum mendapatkan kepastian hukum.
Salah satunya adalah kasus Munir. Tujuh belas tahun sudah berlalu, namun dalang dibalik pembunuhan seorang aktivis hak asasi manusia (HAM), Munir Said Thalib, belum juga terungkap.

Siapakah Munir?

Munir adalah seorang aktivis HAM Indonesia yang lahir pada tanggal 8 Desember 1965 di Batu, Malang, Jawa Timur. Ia menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Ia merupakan aktivis kampus yang dikenal sangat aktif dan kritis.
Dengan latar belakang pendidikan di bidang hukum dan pengalaman-pengalaman berorganisasi membentuknya menjadi sosok yang berkomitmen dalam membela kaum yang tertindas dengan menjadi tenaga relawan dan penasehat hukum di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Surabaya pada tahun 1989.
ADVERTISEMENT
Ia juga salah satu pendiri Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) tahun 1998. Setelah tidak lagi menjadi pengurus KontraS, ia menjabat sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Imparsial yang menjadi jabatan terakhirnya.
Semasa hidupnya ia merupakan aktivis HAM yang berjasa karena sangat vokal dalam menyuarakan pendapatnya dan sangat konsisten dalam mengusut berbagai kasus pelanggaran HAM di Indonesia.
Beberapa kasus yang pernah ditangani munir:
Pada 7 September 2004 silam, Munir meninggal di atas pesawat menuju Amsterdam, Belanda. Kepergiannya menuju Belanda bertujuan untuk melanjutkan studinya di Universitas Utrecht.
ADVERTISEMENT
Hasil otopsi menyebutkan bahwa Munir tewas diracun dalam perjalanan, sebab di tubuhnya ditemukan racun jenis arsenik dengan dosis tinggi.
Dari proses penyelidikan, ditemukan adanya kemungkinan Munir diracun dalam perjalanan dari Jakarta menuju Singapura. Ada juga kemungkinan diracun saat ia berada di salah satu café Bandara Changi untuk menunggu waktu transit.
Terdapat banyak kejanggalan dan kecurigaan terhadap Pollycarpus Budihari Priyanto yang merupakan seorang pilot yang duduk bersama dan memesankan coklat panas untuk Munir di café tersebut.
Setelah beragam penyelidikan dilakukan, akhirnya Pollycarpus setengah tahun kemudian baru ditetapkan sebagai tersangka utama yang meracuni munir.
Setelah melalui berbagai proses pengadilan, ia didakwa melakukan pembunuhan berencana dan pemalsuan dokumen lalu dihukum 14 tahun hukuman penjara. Namun, bulan November 2014, setelah menjalani delapan tahun masa hukumannya, ia dinyatakan bebas bersyarat.
ADVERTISEMENT

Janji Manis Jokowi

Sudah 17 tahun berlalu, masih banyak misteri yang belum terungkap dibalik kematian Munir. Bahkan, dalang utama dibalik kasus ini pun belum terungkap tuntas.
Tanggal 22 September 2016, di Istana Merdeka, Presiden Joko Widodo berjanji untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu dan salah satunya adalah kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib di depan para pakar dan praktisi hukum.
Jokowi mengatakan, bahwa kasus pelanggaran HAM memerlukan sebuah tindakan dan penegakan hukum yang tegas.
Namun, hingga kini kasus tersebut masih belum juga diusut dan tetap jalan ditempat. Kasus ini bahkan sudah terancam kadaluarsa karena status perkaranya yang tak kunjung berubah. Padahal, kasus kematian Munir terancam kadaluarsa bila kasus perkaranya tidak berubah menjadi pelanggaran HAM berat.
ADVERTISEMENT
Tertera dalam Pasal 78 Ayat 1 Angka 4 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang berisi mengenai aturan menggugurkan wewenang untuk memproses hukum terhadap pelaku, jika sudah mencapai tenggang waktu yaitu selama delapan belas tahun, bagi kejahatan yang diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka alat penegak hukum tidak dapat lagi melakukan proses hukum.
Artinya, pada tahun 2022 nanti, jika kasus Munir ini tidak juga tuntas maka kasusnya akan kadaluarsa. Hal ini juga akan membuktikan bahwa negara sangat lalai dalam menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM dan gagal dalam menjalankan kewajibannya untuk menjamin HAM yang terlindungi, terjaga, dan dijunjung tinggi oleh setiap rakyatnya.
Tidak hanya kasus Munir, masih banyak kasus pelanggaran HAM berat yang belum terselesaikan. Jika tidak segera diselesaikan, maka bukan tidak mungkin kalau peristiwa semacam ini akan terulang kembali.
ADVERTISEMENT