Konten dari Pengguna

Hantu Digital: Dibaca Tapi Nggak Dibalas, Lebih Menakutkan dari Film Horor

Zein Muchamad Masykur
Dosen UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto
24 Juli 2024 14:47 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zein Muchamad Masykur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar oleh Sergey Gricanov Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Gambar oleh Sergey Gricanov Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pernahkah Anda merasa seperti sedang berkomunikasi dengan hantu? Bukan, bukan hantu sungguhan yang muncul di film horor Indonesia (yang entah kenapa selalu pakai daster putih). Kita bicara tentang fenomena ghosting, saudara-saudara! Sebuah tren komunikasi modern di mana orang tiba-tiba menghilang tanpa kabar, seolah-olah ditelan bumi-atau lebih tepatnya, ditelan aplikasi chat.
ADVERTISEMENT
Mari kita bongkar fenomena ini, dan siapa tahu, kita bisa mulai berkomunikasi seperti manusia normal lagi. Atau setidaknya, seperti hantu yang lebih bertanggung jawab.

Apa Itu Ghosting?

Ghosting, dalam bahasa gaulnya, adalah tindakan menghilang tiba-tiba dari kehidupan seseorang tanpa penjelasan. Ini bisa terjadi dalam konteks hubungan romantis, pertemanan, bahkan hubungan profesional. Bayangkan Anda sedang asyik chattingan dengan seseorang, tiba-tiba... poof! Mereka menghilang. Pesan Anda di-read tapi tidak dibalas. Panggilan tidak dijawab. Seolah-olah mereka sudah pindah ke dimensi lain di mana Wi-Fi dan sinyal tidak ada.
Dr. Jennice Vilhauer, seorang psikolog klinis, mendefinisikan ghosting sebagai "pengabaian yang disengaja terhadap komunikasi dari seseorang tanpa penjelasan". Ini seperti versi modern dari "Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan", tapi lebih menyebalkan karena Anda tahu mereka masih aktif posting Stories di Instagram.
ADVERTISEMENT

Mengapa Orang Melakukan Ghosting?

Photo by Ann H: https://www.pexels.com/photo/wooden-letters-on-a-table-20875708/
Ada beberapa alasan mengapa orang memilih untuk menjadi hantu gadungan:
1. Menghindari Konfrontasi: Bagi sebagian orang, menghilang tanpa jejak terasa lebih mudah daripada harus menghadapi percakapan yang canggung atau menyakitkan.
2. Kurangnya Keterampilan Komunikasi: Beberapa orang mungkin tidak tahu cara mengakhiri hubungan atau interaksi dengan baik.
3. Keengganan untuk Menyakiti Perasaan: Ironisnya, beberapa orang melakukan ghosting karena mereka tidak ingin menyakiti perasaan orang lain. (Spoiler alert: ghosting justru lebih menyakitkan!)
4. FOMO (Fear of Missing Out): Dalam dunia dating online, banyak orang yang selalu merasa ada opsi yang lebih baik di luar sana.
5. Budaya "Disposable" Modern: Di era swipe kiri-kanan, orang menjadi lebih mudah "membuang" hubungan yang tidak lagi menarik bagi mereka.
ADVERTISEMENT
Dr. Tara Collins, seorang profesor psikologi di Winthrop University, dalam penelitiannya menemukan bahwa orang yang melakukan ghosting cenderung memiliki "attachment style" yang tidak aman, khususnya tipe "avoidant". Mereka cenderung menghindari kedekatan emosional dan kesulitan mengatasi konflik.

Dampak Ghosting: Lebih Dari Sekadar Bikin Baper

Photo by Pixabay: https://www.pexels.com/photo/close-up-of-heart-shape-256678/
Mungkin Anda berpikir, "Ah, ghosting kan cuma bikin baper doang." Tapi tunggu dulu! Dampak ghosting ternyata bisa lebih serius dari yang kita kira.
1. Merusak Self-Esteem: Korban ghosting sering merasa ditolak tanpa alasan, yang bisa merusak kepercayaan diri mereka.
2. Kecemasan dan Depresi: Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh ghosting bisa memicu kecemasan dan bahkan depresi pada beberapa orang.
3. Trust Issues: Pengalaman di-ghosting bisa membuat seseorang sulit mempercayai orang lain di masa depan.
ADVERTISEMENT
4. Cognitive Dissonance: Korban ghosting sering mengalami kebingungan antara realitas (orang tersebut menghilang) dan harapan mereka (hubungan yang baik-baik saja).
5. Obsessive Behavior: Beberapa orang mungkin menjadi terobsesi mencari tahu alasan di balik ghosting, yang bisa mengganggu kehidupan sehari-hari mereka.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Journal of Social and Personal Relationships menemukan bahwa ghosting bisa menyebabkan "intrusive thoughts" dan perasaan helplessness pada korbannya. Jadi, next time sebelum Anda memutuskan untuk jadi hantu, pikirkan dulu dampaknya ya!

Ghosting di Era Digital: Ketika "Seen" Jadi Senjata Pamungkas

Gambar oleh Thomas Ulrich Pixabay
Dulu, kalau mau menghindari seseorang, kita harus repot-repot bersembunyi di balik pohon atau pura-pura tidak dengar kalau dipanggil. Sekarang? Cukup abaikan chat mereka, dan voila! Anda sudah resmi jadi hantu digital.
ADVERTISEMENT
Fitur "read receipts" atau tanda "seen" di aplikasi chat modern sebenarnya membuat ghosting jadi lebih menyakitkan. Bayangkan perasaan Anda ketika melihat pesan Anda sudah dibaca, tapi tidak dibalas selama berhari-hari. Sakit, bro!
Dr. Leora Trub, seorang psikolog dari Pace University, menyebut fenomena ini sebagai "bubble-wrap anxiety". Kita jadi terobsesi dengan gelembung chat yang muncul (menandakan orang sedang mengetik) tapi kemudian menghilang tanpa ada pesan yang masuk.

Bagaimana Menghindari Jadi Hantu Gadungan? (Tanpa Harus Jadi Dukun)

1. Komunikasikan dengan Jelas: Jika Anda ingin mengakhiri hubungan atau interaksi, katakan dengan jelas dan sopan.
2. Berikan Alasan: Tidak perlu detail, tapi setidaknya berikan alasan singkat mengapa Anda ingin mengakhiri komunikasi.
3. Jadilah Empatik: Ingat, di balik layar ada manusia dengan perasaan. Perlakukan mereka seperti Anda ingin diperlakukan.
ADVERTISEMENT
4. Jangan Beri Harapan Palsu: Jika Anda benar-benar ingin mengakhiri komunikasi, jangan bilang "kita bisa berteman" jika Anda tidak berniat melakukannya.
5. Gunakan "Sandwich Method": Mulai dengan hal positif, sampaikan pesan utama (bahwa Anda ingin mengakhiri komunikasi), lalu tutup dengan hal positif lagi.

Apa yang Harus Dilakukan Jika Di-ghosting? (Selain Memanggil Dukun)

1. Jangan Spam: Mengirim 100 pesan dalam satu jam tidak akan membuat mereka membalas, tapi bisa membuat Anda terlihat seperti stalker.
2. Beri Waktu: Mungkin mereka sedang sibuk atau ada masalah. Tunggu beberapa hari sebelum menyimpulkan bahwa Anda telah di-ghosting.
3. Introspeksi Diri: Apakah ada sesuatu yang Anda lakukan yang mungkin menyebabkan mereka menjauh? Tapi ingat, jangan terlalu menyalahkan diri sendiri!
ADVERTISEMENT
4. Move On: Jika sudah jelas mereka menghilang, it's time to move on, saudara-saudara! Hidup terlalu pendek untuk mengejar hantu.
5. Bicara dengan Teman: Sharing pengalaman dengan teman bisa membantu Anda merasa lebih baik dan mendapatkan perspektif baru.

Kesimpulan: Saatnya Berhenti Jadi Hantu dan Mulai Jadi Manusia Lagi

Photo by Joël Super: https://www.pexels.com/photo/photography-of-a-persons-hand-with-stop-signage-823301/
Jadi, apa yang bisa kita pelajari dari semua ini? Mungkin sudah waktunya kita berhenti bersembunyi di balik layar dan mulai berkomunikasi seperti manusia dewasa yang bertanggung jawab.
Dr. Brené Brown, penulis dan peneliti terkenal, pernah berkata, "Clear is kind. Unclear is unkind." Mungkin ini bisa jadi motto kita dalam berkomunikasi. Lebih baik jelas dan mungkin sedikit menyakitkan, daripada tidak jelas dan meninggalkan orang dalam ketidakpastian.
ADVERTISEMENT
Ingat, kita semua pernah menjadi korban ghosting, dan mungkin (malu-malu kucing mengaku) pernah jadi pelakunya juga. Yang penting adalah kita mulai sadar dan berusaha untuk lebih baik dalam berkomunikasi.
Jadi, mulai sekarang, mari kita berusaha untuk tidak jadi hantu gadungan. Balas chat dengan benar (bukan cuma di-seen), jawab panggilan (atau setidaknya telepon balik), dan jika memang ingin mengakhiri komunikasi, lakukan dengan cara yang dewasa dan bertanggung jawab.
Karena pada akhirnya, dunia ini sudah cukup menakutkan tanpa kita harus menambah populasi hantu digital. Lagipula, bukankah lebih enak jadi manusia yang bisa makan bakso daripada jadi hantu yang cuma bisa ngiler lihat orang makan bakso?
Jadi, siap untuk mulai berkomunikasi seperti manusia normal lagi?
ADVERTISEMENT