Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Kehilangan Masa Kecil di Tengah Ketergeseran Sosial
7 Mei 2025 13:44 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Zevanya Natasha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
"Anak-anak sekarang kehilangan masa kecil mereka," keluh para orang dewasa yang merindukan zaman tanpa internet, aturan ketat, dan pengawasan 24 jam. Dan memang, anak-anak masa kini sudah memegang ponsel sejak umur 10 tahun. Kunci ke dunia yang dulu hanya bisa diakses orang dewasa dengan langsung tersambung ke dunia orang dewasa: berita, media sosial, dan ekspektasi yang belum waktunya. Mereka dituntut matang sebelum waktunya, secara emosional maupun sosial.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini pun disebut KGOY: Kids Growing Older Younger (anak-anak tumbuh lebih cepat). Awalnya istilah ini muncul dari dunia pemasaran, saat perusahaan sadar bahwa anak-anak kini lebih cepat mengerti produk, tren, bahkan merek. Iklan tidak lagi ditujukan pada orang tua, tapi langsung ke anak-anak. Namun, KGOY bukan sekadar soal belanja tetapi ia mencerminkan pergeseran besar dalam struktur masa kecil.

Menariknya, meskipun anak-anak terlihat lebih dewasa, lebih pintar, dan lebih terkoneksi, banyak data menunjukkan bahwa mereka justru menunda banyak hal yang dulu dianggap sebagai tonggak kedewasaan karena data menunjukan bahwa generasi Z yang lahir setelah 1995 menyelesaikan pendidikan lebih lambat, meninggalkan rumah di usia yang lebih tua, dan lebih sedikit melakukan aktivitas seperti minum alkohol atau mengemudi di usia remaja.
ADVERTISEMENT
Data menunjukan bahwa hal ini terjadi karena teknologi memberi alternatif aman: anak-anak bisa bersosialisasi tanpa keluar rumah, bisa belajar tanpa ke perpustakaan, bisa "menjelajah dunia" tanpa harus benar-benar pergi. Tapi di sisi lain, kenyamanan ini bisa menciptakan isolasi sosial, ketergantungan digital, dan penundaan pematangan secara psikologis.
Jadi, apakah kita bisa menyimpulkan bahwa mereka tumbuh lebih cepat atau justru lebih lambat? Jawabannya tidak sesederhana itu.
Masa Kecil: Sebuah Konsep yang Terus Berubah
Definisi masa kecil bukan sesuatu yang tetap. Di abad ke-19, anak usia 10 tahun bisa bekerja di pabrik. Gagasan tentang "remaja" baru benar-benar muncul di pertengahan abad ke-20. Di Jepang, seseorang baru dianggap dewasa secara hukum pada usia 20. Di Iran, anak usia 9 bisa dianggap dewasa dalam hukum agama.
ADVERTISEMENT
Masa kecil adalah konstruksi sosial, tergantung pada budaya, waktu, dan kondisi masyarakat. Dan seperti semua konstruksi sosial, ia bisa berubah. Hari ini, anak-anak tumbuh di dunia yang sangat berbeda: lebih terhubung, lebih diawasi, dan lebih kompleks. Mereka bukan hanya menonton TV, tapi menonton video yang disesuaikan oleh algoritma. Mereka tidak lagi bermain di halaman rumah, tapi di dalam ruang virtual.
Tekanan dan Privasi yang Tergerus
Dunia digital membuka pintu luas, tapi juga menghapus banyak batas. Seperti kata Dr. Willough Jenkins, anak-anak sekarang bisa berkomunikasi dengan orang asing dari kamar tidur mereka. Risiko cyberbullying, eksploitasi, dan paparan konten kekerasan atau seksual meningkat padahal otak mereka belum siap memproses itu semua. Banyak dari mereka belum paham batas aman, tapi sudah diajak bicara soal standar kecantikan, opini politik, bahkan kekerasan dunia nyata.
ADVERTISEMENT
Ini bukan berarti teknologi adalah musuh. Teknologi juga memberi kesempatan luar biasa: anak-anak bisa belajar mandiri, menemukan komunitas pendukung, atau membuka cakrawala yang tidak tersedia di lingkungan mereka. Namun, ketika ekspektasi dan realitas tidak seimbang, anak-anak bisa terjebak dalam tekanan tanpa panduan yang memadai.
Dunia yang Lebih Aman, Tapi Lebih Tertutup
Salah satu alasan mengapa anak-anak mungkin tumbuh lebih lambat adalah karena dunia mereka jauh lebih aman dan lebih tertutup. Tingkat kelahiran yang menurun membuat anak-anak memiliki lebih sedikit teman sebaya. Orang tua, dengan kekhawatiran konstan tentang keselamatan, cenderung mengatur lebih banyak hal: dari jadwal bermain, kegiatan ekstrakurikuler, hingga jam tidur.
William Corsaro, sosiolog dari Indiana University, menyebut hal ini sebagai kehidupan anak yang "terlembaga". Mereka tidak lagi bebas menjelajah, tapi hidup dalam struktur yang ketat. Jean Twenge dalam bukunya iGen bahkan menyebut generasi ini sebagai yang paling tidak mandiri, karena teknologi dan perlindungan berlebihan membuat mereka tidak harus berjuang dan karena itu, tidak tumbuh seperti generasi sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Jadi, Siapa yang Sebenarnya Tumbuh Terlalu Cepat?
Bukan anak-anak yang tumbuh terlalu cepat. Tetapi, justru kita yang terlalu cepat menilai. Kita melihat masa kecil hari ini dengan kacamata nostalgia dan membandingkannya dengan versi ideal masa lalu yang mungkin tidak sepenuhnya nyata. Dunia berubah, begitu juga makna "tumbuh dewasa".
Di satu sisi, anak-anak tampak lebih tua: mereka tahu banyak hal, lebih pintar secara digital, dan bisa mengakses dunia luar sejak kecil. Di sisi lain, mereka juga lebih lama bergantung, lebih lama dalam zona aman, dan lebih terikat pada orang tua mereka daripada generasi sebelumnya.
Sudah waktunya kita berhenti bertanya apakah anak-anak tumbuh terlalu cepat atau terlalu lambat dan mulai bertanya: apakah kita siap mendampingi mereka tumbuh di dunia yang baru ini?
ADVERTISEMENT
Kalimat tersebut pun membuka ruang untuk pendekatan sosiologis yang tidak menyalahkan anak-anak, melainkan mengajak kita melihat bahwa konsep "tumbuh dewasa" itu dinamis dan berubah sesuai zaman. Ini adalah panggilan untuk mengganti pertanyaan "mengapa mereka tumbuh terlalu cepat?" menjadi "apakah masyarakat kita siap berubah bersama mereka?"
Masyarakat yang adil bukan yang mempertahankan masa lalu, tetapi yang mampu mendampingi perubahan dengan pemahaman, kebijakan, dan empati sosial yang relevan dengan masa kini.