Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Dating App: Lahan Kriminal Baru di Indonesia
6 Mei 2023 13:09 WIB
Tulisan dari Zia Azzahra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sejarah Dating App
Semuanya berawal dari adanya sebuah situs di Amerika Serikat pada tahun 1995 yang bernama Match.com. Situs tersebut memfasilitasi masyarakat untuk melakukan kencan secara daring. Situs ini berhasil memikat masyarakat dunia dengan pola perjodohan yang memberikan peluang lebih besar dan cepat daripada media cetak saat itu. Selain itu, dating app semakin digemari oleh masyarakat karena aplikasi ini dipercayai sebagai sebuah cara yang paling efisien dan efektif untuk mendapatkan pasangan potensial untuk dijadikan sebagai pacar atau pasangan hidup.
Berangkat dari keberhasilan situs ini, lahirlah platform kencan online lainnya seperti OkCupid, e-Harmony, HowAboutWe, dan Xmatch.com yang mengubah pola hubungan serta interaksi masyarakat dari dunia nyata ke dunia virtual. Pada tahun berikutnya, muncul media digital berupa aplikasi kencan online berbasis gawai. Tinder menjadi aplikasi kencan berbasis gawai pertama yang diperkenalkan pada tahun 2012. Kemunculan Tinder membuat orang semakin mudah untuk mengakses dan menggunakan aplikasi kencan online.
ADVERTISEMENT
Dating App di Indonesia
Di Indonesia, developer lokal juga ikut serta mengembangkan situs kencan online yang bernama Setipe.com pada tahun 2013. Pada tahun 2015, aplikasi tersebut dikembangkan untuk dijadikan aplikasi berbasis gawai seperti Tinder. Kesuksesan dari aplikasi kencan online yang terus menarik minat masyarakat mempengaruhi kemunculan aplikasi-aplikasi kencan online lainnya seperti AyoPoligami (tahun 2017) dan PopFren (tahun 2018).
Namun, penggunaan dating app di Indonesia sendiri masih didominasi oleh Tinder. Dilansir dari survei yang dilakukan oleh Rakuten Insight pada September 2020, sebanyak 57,6% responden di Indonesia menggunakan aplikasi Tinder. Angka tersebut diikuti dengan aplikasi Tantan yang berada di urutan kedua dengan persentase 33,9% dan OkCupid di urutan ketiga dengan persentase 18,8%.
ADVERTISEMENT
Kasus Kejahatan dalam Dating App
Kemunculan dating app mampu membuka pintu baru bagi kejahatan siber . Di Indonesia, sudah banyak terjadi berbagai jenis kejahatan melalui dating app, seperti penipuan, pelecehan, pelanggaran privasi, hingga mutilasi.
Penipuan investasi, usaha, hingga identitas
Salah satu kasus penipuan yang berasal dari dating app pernah dialami oleh Risky Dhamayanti. Pada tahun 2020, Risky berkenalan dengan Noah Fang melalui aplikasi Tinder. Noah mengaku bahwa ia adalah warga negara Hong Kong yang sedang bekerja di Singapura. Dalam komunikasinya melalui dating app, Noah menawarkan Risky untuk berinvestasi pada suatu aplikasi trading digital currency. Aplikasi tersebut bernama Jianhong Era. Risky berkata bahwa Noah mampu menjelaskan keuntungan investasi sehingga ia terjebak melakukan deposit pertama sebesar dua juta rupiah. Akun aplikasi tersebut dipegang oleh mereka berdua. Setelah itu, ia mampu menarik uangnya dengan lancar sampai penarikan ketiga. Pada awal tahun ini, ia merasa mulai kesulitan dalam mengambil uangnya. Ketika ia bertanya, Noah berkata bahwa ia harus melakukan top up supaya uangnya dapat diambil. Saat itu, Risky masih belum menyadari bahwa itu merupakan tipuan Noah. Kemudian, Noah mengatakan bahwa Risky sebaiknya melakukan top up kembali supaya mendapat bonus hingga dua ratus juta rupiah. Sejak itu, Risky mulai curiga terkait permintaan Noah untuk melakukan top up tersebut. Akhirnya, Risky melaporkan Noah pada Polda Metro Jaya. Ternyata, pengaduan terkait Noah juga sudah pernah ada yang melakukan. Setelah itu, Risky mencari akun Noah di aplikasi Tinder dengan menggunakan akun palsu dan ternyata akun tersebut masih ada. Ketika dihubungi, akun tersebut masih menggunakan modus penipuan yang sama.
ADVERTISEMENT
Kasus penipuan melalui dating app lainnya terjadi di Kabupaten Garut. Seorang pemuda melakukan penipuan terhadap 10 janda di Semarang. Pelaku berkenalan dengan korban melalui aplikasi Tantan. Pelaku memiliki target spesifik korban yaitu janda mapan berpenghasilan tetap. Dalam melancarkan aksinya, pelaku akan melakukan bujuk rayu dengan ucapan manis supaya korban ingin bertemu dan melakukan hubungan badan. Selanjutnya, pelaku meminjam uang kepada korban dengan dalih untuk modal usaha. Jika pelaku berhasil meminjam uang, ia akan menghilang. Total kerugian yang dialami para korban cukup beragam mulai dari 4 juta rupiah hingga lebih dari 179 juta rupiah. Menanggapi kasus ini, pelaku akan dijerat pasal 378 KUHP dan/atau pasal 372 KUHP dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Pelaku penipuan juga dapat menggunakan lebih dari satu dating app untuk melakukan penipuan seperti yang dilakukan oleh Oliver. Ia menyamar sebagai dokter pada dua dating app yaitu Tinder dan Tantan. Ia menggunakan atribut dokter pada foto profil dating app-nya sehingga korban akan merasa bahwa ia adalah dokter sungguhan. Ia melakukan penipuan ini sejak tahun 2019. Ia memanfaatkan kondisi pandemi untuk memeras uang korbannya. Ia berkata bahwa ingin meminta uang untuk membeli baju alat pelindung diri (APD). Para korban merasa simpati dan percaya dengan omongannya. Bahkan, salah satu korban ada yang mengaku telah mengalami kerugian hingga 169 juta rupiah. Pada akhirnya, Oliver dijerat pasal 372 dan 378 KUHP dengan ancaman kurungan hingga 5 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Pelecehan seksual dengan korban mencapai 150 orang lebih
Selain penipuan, kasus pelecehan seksual juga rentan terjadi pada dating app. Dunia maya pernah dihebohkan dengan kasus predator seksual sebab korbannya mencapai 150 orang lebih. Pelaku dikatakan telah melancarkan aksinya sejak tahun 2013. Ia menggunakan berbagai macam dating app dan berbagai nama samaran seperti Leo, Po, Hesa, Esa, Popo, Dewala, dan Ungke. Kasus ini disebarkan oleh warganet Twitter dengan akun @GRESAIDS. Ia memberikan peringatan kepada perempuan di daerah Semarang, Magelang, Solo, DIY, dan sekitarnya supaya berhati-hati dengan sosok pelaku. Selain akun Twitter tersebut, kasus ini juga ramai dibicarakan di akun Instagram @aliskamugemash. Nama akun tersebut terinspirasi oleh modus rayuan pelaku. Pelaku selalu memuji alis korban seperti misalnya "Alis kamu gemas, deh". Melalui akun Instagram tersebut, banyak korban mulai bercerita terkait pengalaman mereka bersama dengan pelaku.
ADVERTISEMENT
Para korban mengaku bahwa pelaku memiliki wajah tampan sehingga mereka menjadi tertarik padanya. Pelaku juga mengaku bahwa ia merupakan lulusan S2 UGM dan S3 di Swiss. Berbekal wajah dan latar belakang pendidikannya, ia merayu korban untuk dijadikan pacarnya supaya tujuannya lebih mudah tercapai. Dengan status pacar, ia akan lebih mudah memanggil korban untuk mendatanginya. Ketika mereka sudah bertemu, pelaku melakukan pelecehan seksual dan memaksa korban untuk menuruti nafsu birahinya. Pelaku tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi ketika melakukan hubungan badan dengan para korban. Oleh karena itu, banyak korban mengeluh menderita penyakit kelamin bahkan hamil akibat kelakuan pelaku. Selain itu, pelaku juga melakukan tindakan kriminal lainnya seperti perekaman video seks, pemaksaan aborsi, dan pemerasan. Tindakan pelaku tersebut membuat para korban merasa ketakutan untuk melaporkannya ke pihak kepolisian. Korban takut video seks mereka akan disebar jika melaporkan pelaku. Pelaku juga menggunakan jasa pengacara dan mengancam para korban supaya tidak melaporkannya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan kasus ini, dating app dapat dilihat sebagai platform yang berbahaya. Terlebih lagi, konsep dating app ini adalah bertemu dan berhubungan dengan orang asing. Pelaku menggunakan cinta dan kasih sayang sebagai senjata yang mampu merugikan korbannya. Dengan begitu, pengguna dating app sebaiknya lebih berhati-hati ketika menggunakan aplikasinya.
Kasus mutilasi akibat bertemu dengan teman kencan online
Jika digunakan sebagai lahan kriminal, dating app juga dapat mengantarkan korbannya pada kematian. Indonesia sempat dihebohkan dengan kasus mutilasi akibat pertemuan dengan kenalan di dating app. Pelaku merupakan sepasang kekasih berinisial DAF dan LAS. Motif mereka adalah menguasai harta korban yang berinisial RHW. Pelaku menggunakan aplikasi Tinder untuk berkenalan dan membangun hubungan dengan korban. Ketika hubungan mereka sudah lebih dekat, pelaku mengajak korban bertemu di sebuah apartemen daerah Jakarta Pusat. Saat korban sudah berada di lokasi, pelaku melakukan pukulan dan penusukan hingga korban meninggal dunia. Pelaku juga memutilasi korban dan menguras habis uang milik korban dalam rekeningnya. Usai melaksanakan aksinya, pelaku tertangkap oleh penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Menanggapi kasus tersebut, pelaku akan dikenakan pasal pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup.
ADVERTISEMENT
Begitulah dua sisi mata koin dari dating app. Kasus-kasus seperti itu memberikan kita gambaran bahwa alat komunikasi digital seperti dating app mampu mengantarkan penggunanya pada kematian. Siapa sangka pertemuan yang seharusnya menjadi pertemuan antara dua kekasih menjadi pertemuan menjemput maut? Meskipun kelahiran dan kematian memang sudah ditakdirkan, sebaiknya kita tetap berhati-hati ketika bertemu dengan orang yang hanya kita kenal melalui dating app atau media sosial. Kita tidak pernah mengetahui pikiran jahat apa yang berada di dalam kepala manusia.
Semoga artikel ini juga mampu memberi peringatan bagi kita semua supaya lebih waspada dan melakukan tindakan preventif dari segala kejahatan yang berpotensi muncul dari dating app. Bagaimana pendapat teman kumparan terkait fenomena ini? Tulis di kolom komentar, ya!
ADVERTISEMENT