Konten dari Pengguna

Menurunnya Jumlah Petani di Indonesia Saat Ini

Zidan Dhiyaul Abror
Mahasiswa, di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25 November 2021 18:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zidan Dhiyaul Abror tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi petani, sumber: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi petani, sumber: pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pertanian menjadi sumber daya yang mempunyai peran penting dalam keberlangsungan hidup, mengapa demikian? Karena Indonesia adalah negara agraris yang kaya akan sumber daya alam yang sangat beragam dan juga memiliki lahan pertanian yang sangat luas sehingga mayoritas warga Indonesia adalah berprofesi sebagai petani. Sehingga sektor pertanian memiliki banyak manfaat dalam ketahanan pangan manusia. Tetapi di samping banyaknya kebutuhan kepada sektor pertanian, angka petani semakin hari justru semakin berkurang karena adanya beberapa faktor seperti:
ADVERTISEMENT
Kurangnya minat generasi muda pada sektor pertanian. Kondisi seperti ini disebabkan karena kurangnya minat anak muda yang semakin enggan untuk bekerja di sektor pertanian, itu semua dikarenakan sektor pertanian dinilai kurang bergengsi bagi usia muda dan ketidakpastiannya dalam mendapatkan upah atau imbalan yang mengakibatkan para remaja lebih memilih bekerja di pabrik atau industri yang nantinya lebih terjamin dan mendapatkan upah yang pasti. Para remaja juga menganggap bahwa pekerjaan sebagai petani kurang memiliki daya tarik yang signifikan dibanding dengan pekerjaan yang ada di kota. Maka dari itu kebanyakan petani sampai saat ini adalah dari kalangan orang tua yang kisaran umur 50 tahun ke atas.
Pada dasarnya semua petani kebingungan karena anak-anak mereka tidak mau melanjutkan pekerjaan yang sudah ia tekuni mulai dari usia muda. Tidak lain juga karena adanya orang tua yang menginginkan anaknya agar bekerja yang layak di kota dan tidak seperti yang dia lakukan pada saat ini, adanya hal seperti ini juga bisa mengakibatkan menurunnya angka petani di desa. Berbagai alasan penyebab para remaja yang tidak mau melanjutkan di sektor pertanian juga dipengaruhi oleh tidak adanya modal yang akan dipakai dalam menjalankan pekerjaan tersebut.
ADVERTISEMENT
Menurunnya angka petani di desa juga disebabkan oleh perkembangan teknologi yang semakin canggih. Pada era yang semakin maju ini teknologi adalah salah satu pelopornya baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, hingga pertanian. Menjadi seorang petani bukanlah profesi yang sangat mudah, tetapi dengan bantuan teknologi pada saat ini, petani semakin mudah dan cepat untuk melakukan perawatan pada lahannya, seperti contoh mesin pemotong padi.
Sebelum adanya mesin tersebut, para petani masih mengandalkan jasa dari tenaga manusia disaat memanen padi, ada 10-15 orang yang dibutuhkan dalam memanen padi. Tapi seiring majunya teknologi, sekarang panen padi sudah menggunakan alat pemotong padi yang cukup canggih dan hanya memerlukan sedikit tenaga manusia.
Di samping kemajuan teknologi yang sangat canggih, ada beberapa dampak negatif yang bisa merugikan petani yaitu semakin tidak dibutuhkannya tenaga manusia yang menyebabkan para petani kehilangan pekerjaannya. Selain mempercepat pekerjaan petani, disisi lain teknologi juga menjadi salah satu penyebab menurunnya angka petani.
ADVERTISEMENT
Faktor selanjutnya yaitu harga pupuk yang tidak sebanding dengan harga hasil panen. Seiring berjalannya waktu harga jual pasar semakin bertambah mahal tetapi harga hasil panen petani memiliki harga jual yang kurang menguntungkan. Peristiwa seperti ini menjadi salah satu penyebab regenerasi petani semakin hari semakin berkurang karena tidak adanya keseimbangan antara modal dan hasil.
Adapun beberapa faktor permasalahan yang ada pada petani yaitu melonjaknya harga pupuk yang tidak sebanding dengan harga hasil panen, permasalahan ini seringkali terjadi di sektor pertanian. Harga pupuk yang melambung tinggi membuat para petani di desa mengeluh karena hasil panen tidak bisa menutupi biaya operasional, mahalnya harga pupuk ini dikarenakan pemerintah mulai membatasi pembelian pupuk bersubsidi, sehingga petani terpaksa membeli pupuk non subsidi.
ADVERTISEMENT
Namun ada juga beberapa petani yang mempunyai inisiatif membuat pupuk sendiri dari bahan organik karena dia tidak mau terus menerus untuk merugi.