COVID-19 dan Persoalan Ketahanan Pangan: Apa Kabar Peran ASEAN?

Zidan Faris Pratama
Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UGM - Tertarik pada Studi Kawasan Asia Timur dan Eropa
Konten dari Pengguna
24 Juni 2021 21:53 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zidan Faris Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Cadangan Pangan (Sumber: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Cadangan Pangan (Sumber: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Tulisan opini ini berupaya mengulas realitas lapangan dari usaha ASEAN beserta negara-negara anggotanya dalam memitigasi persoalan ketahanan pangan selama Pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Dewasa ini, topik ketahanan pangan kembali menghangat menyusul desas-desus kemunculan gelombang dua COVID-19. Bank Dunia melaporkan bahwa per 15 Juni 2021, indeks harga komoditas pertanian internasional mencapai level tertinggi sejak tahun 2013, dan sekitar 35% lebih tinggi dibandingkan dengan harga sebelumnya pada Januari 2020! Namun sebelumnya, apa sih ketahanan pangan itu?
Menurut FAO, ketahanan pangan adalah “ketika semua orang setiap saat memiliki akses ekonomi dan fisik terhadap makanan yang aman dan bergizi cukup sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi sehari-hari guna menjalani kehidupan yang aktif dan sehat. Dalam mewujudkan ketahanan pangan, kita perlu memperhatikan empat dimensi utama yaitu Ketersediaan, yang berhubungan dengan aspek produksi, distribusi, dan pertukaran bahan pangan; Akses, yang berhubungan dengan daya beli dan besarnya alokasi bahan pangan; Utilisasi, yang berhubungan dengan kontrol kualitas mutu metabolisme pangan masyarakat. Maksudnya, bahan pangan yang akan dan telah dikonsumsi harus aman dan dapat memenuhi kebutuhan jasmaniah seorang individu; serta Stabilitas, yang berhubungan dengan kemampuan masyarakat untuk secara konsisten memperoleh akses terhadap sumber bahan pangan.
ADVERTISEMENT
Tentu perwujudan keempat dimensi ketahanan pangan idealnya berada pada skala prioritas utama, mengingat pangan merupakan tonggak utama dari kelancaran aktivitas ekonomi dan sosial. Ancaman terhadap ketahanan pangan, baik pada sebagian maupun keseluruhan dari keempat dimensi di atas, dapat mengganggu hingga menghentikan aktivitas ekonomi, sosial, bahkan proses bina bangsa suatu negara.
Sebagai contoh, Kandala lewat studinya di Afrika menunjukkan bahwa malnutrisi parah di Kongo berdampak besar pada pertumbuhan anak-anak. Menurunnya kualitas generasi-generasi penerus kemudian memunculkan ancaman ekonomi berupa prospek kelangkaan tenaga kerja terampil di masa depan. Berangkat dari ini, kita bisa sepakat bahwa ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penting bagi kelangsungan dan kemajuan suatu masyarakat—tidak terkecuali selama pandemi COVID-19.
Ilustrasi "Lingkaran Setan" Kerawanan Pangan (Sumber: FAO)
Bagi masyarakat Asia Tenggara, huru-hara sebelumnya memunculkan berbagai pertanyaan seperti: Bagaimana ASEAN bereaksi terhadap kemunculan pandemi COVID-19 dan ancaman-ancaman ketahanan pangan yang dibawa olehnya? Apakah ASEAN melalui kerangka kerja samanya sudah cukup efektif dalam merespons ancaman ketahanan pangan dari COVID-19?
ADVERTISEMENT
Usut punya usut, ASEAN punya cita-cita untuk mengelola ancaman-ancaman ketahanan pangan sejatinya terpusat pada strategi bernama "Strategic Plan of Action on Food Security" atau SPA-FS. Strategi ini kemudian diimplementasikan melalui kerangka kerja sama bernama ASEAN Integrated Food Security (AIFS) dengan tujuan mewujudkan empat pilar FAO secara optimal.
Guna mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, AIFS memiliki dua pendekatan: Dalam jangka pendek mencairkan cadangan pangan darurat, dan dalam jangka panjang mengajak warga-warga ASEAN (negara, industri pangan negeri dan swasta, LSM, lembaga riset dan teknologi, dsb.) untuk bersama-sama membangun industri pangan yang becus (baca: produksinya banyak, bagus, tahan banting, dan terjangkau).
Sejauh ini, implementasi SPA-FS lewat kerangka AIFS diwarnai dengan berbagai pencapaian, seperti pelaksanaan entry-into-force kesepakatan APTERR dan peluncuran proyek kooperasi ASEAN-US MARKET.
ADVERTISEMENT
Tapi, apakah tujuan yang sederhana, mekanisme eksekusi yang mudah, serta sederet prestasi yang ada otomatis selalu menyukseskan program ini?
Respons negara-negara ASEAN di masa awal pandemi cukup beragam: Beberapa memberlakukan hambatan impor bahan pangan sementara yang lain membatasi ekspor komoditas pangan. Ironisnya, kebijakan-kebijakan tersebut justru makin memberatkan aktivitas ekonomi tanpa memberikan perbedaan yang berarti pada aspek keamanan pangan. Beruntung, para pemimpin negara-negara ASEAN kemudian memutuskan untuk mengangkat restriksi-restriksi tersebut per Mei 2020.
Keputusan tersebut dilanjutkan dengan janji bersama menteri-menteri pertanian dan kehutanan ASEAN untuk melindungi ketahanan pangan selama pandemi—salah satunya melalui AIFS.
Sejauh ini, implementasi SPA-FS melalui AIFS terlihat menjanjikan. Meski demikian, Asia Tenggara justru menunjukkan tingkat penurunan ketahanan pangan yang sedang menuju tinggi selama Pandemi COVID-19. Bagaimana bisa?
ADVERTISEMENT
Selama pandemi, beberapa negara anggota ASEAN malah memilih untuk menerapkan langkah-langkah penekanan laju COVID-19 tanpa mempertimbangkan dimensi-dimensi ketahanan pangan—terutama pada aspek Akses dan Stabilitas. Meski cukup efektif dalam mengendalikan laju COVID-19, langkah-langkah tersebut justru menimbulkan resesi dan perlambatan ekonomi. Berkurangnya pendapatan dan bertambahnya pengangguran sebagai akibat dari kemerosotan ekonomi "secara sukses" menurunkan daya beli dan jual masyarakat. Artinya, masyarakat semakin sukar untuk membeli makanan ideal sesuai dengan anjuran FAO.
Apakah ASEAN tidak dapat berbuat apa-apa?
Sayang, kerangka kerja sama AIFS hanya berkedudukan sebagai pedoman dan rekomendasi yang tidak dapat mengikat secara hukum. Hal ini tidak lain disebabkan oleh keberadaan prinsip non-intervensi dalam ASEAN. Mengapa demikian?
Prinsip non-intervensi menegaskan bahwa ASEAN dan anggota-anggotanya tidak diperbolehkan melakukan intervensi terhadap masalah internal yang dihadapi oleh salah satu negara anggota. Ini berarti bahwa kesuksesan resolusi atau proyek bersama ASEAN sangat bergantung pada kerelaan masing-masing anggota untuk mau berpartisipasi dengan baik.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks kerja sama, tentu tidak masalah apabila semua negara anggota berkomitmen untuk saling bahu-membahu dan bekerja sama demi kepentingan bersama. Namun bagaimana apabila krisis melanda dan masing-masing negara lebih memilih untuk menempatkan kepentingannya sendiri di atas kepentingan negara lain? Tentu "kerja sama" yang ada akan berubah menjadi "kerja mandiri".
Penerapan AIFS selama pandemi merupakan salah satu dari sekian banyak contoh kemacetan dan kegagalan program-program kerja ASEAN yang disebabkan oleh prinsip non-intervensi. Contoh-contoh lain adalah ketidakmampuan ASEAN untuk menyelesaikan serta mencarikan solusi bagi krisis HAM di Myanmar dan pencemaran asap di Asia Tenggara.
Lalu, apa arti rencana-rencana ideal atau janji-janji manis apabila implementasinya jauh dari kata efektif? Lebih lanjut, apa tidak terdengar cukup ironis bahwa penyebab utama dari ketidakmampuan suatu organisasi regional untuk menjamin dan memaksimalkan kerja sama antar-anggotanya adalah salah satu prinsip dasar yang dianutnya?
ADVERTISEMENT
Kita sebagai bagian dari masyarakat ASEAN tentu perlu khawatir. Apabila isu prinsip non-intervensi dan masalah-masalah yang timbul darinya terus-menerus diabaikan dan dikesampingkan, maka bukan tidak mungkin hal ini akan menjelma menjadi bom waktu yang dapat mengubur cita-cita kesejahteraan dan kemakmuran Asia Tenggara dalam-dalam. Mungkin saja "bom" tersebut berwujud gelombang demi gelombang gerakan anti-ASEAN, atau bahkan pada skenario terburuk berujung pada bubarnya ASEAN.
Tinggal sekarang, maukah kita segera bertindak?
Referensi
Association of Southeast Asian Nations. (2020a). ASEAN INTEGRATED FOOD SECURITY (AIFS) FRAMEWORK AND STRATEGIC PLAN OF ACTION ON FOOD SECURITY IN THE ASEAN REGION (SPA-FS) 2021-2025. Diambil dari https://asean.org/storage/2020/11/42-AIFS-Framework-SPAFS-Final-13-July-2020.pdf
Association of Southeast Asian Nations. (2020b). STATEMENT OF ASEAN MINISTERS ON AGRICULTURE AND FORESTRY IN RESPONSE TO THE OUTBREAK OF THE CORONAVIRUS DISEASE (COVID-19) TO ENSURE FOOD SECURITY, FOOD SAFETY AND NUTRITION IN ASEAN. Diambil dari https://asean.org/storage/2020/04/STATEMENT-OF-ASEAN-MINISTERS-ON-AGRICULTURE-AND-FORESTRY-ON-COVID-19-FINAL-00000002.pdf
ADVERTISEMENT
Association of Southeast Asian Nations. (2021). COVID-19 Pandemic Implications on Agriculture and Food Consumption, Production and Trade in ASEAN Member States. Diambil dari https://asean.org/storage/COVID-19-Pandemic-Implications-on-Agriculture-and-Food-Consumption-Final.pdf
Centre for International Law, National University of Singapore. (2020). 2020 ASEAN INTEGRATED FOOD SECURITY FRAMEWORK AND STRATEGIC PLAN OF ACTION ON FOOD SECURITY IN THE ASEAN REGION 2021-2025. Diambil dari https://cil.nus.edu.sg/wp-content/uploads/2020/12/2020-AIFS-Framework-and-SPA-FS.pdf
Food and Agriculture Organization. (2008). An Introduction to the Basic Concepts of Food Security. Diambil dari http://www.fao.org/3/al936e/al936e.pdf
Food Security and COVID-19. (2021, Juni 18). Diambil pada Juni 23, 2021, dari https://www.worldbank.org/en/topic/agriculture/brief/food-security-and-covid-19
Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit. (2020). ASEAN INTEGRATED FOOD SECURITY (AIFS) FRAMEWORK AND STRATEGIC PLAN OF ACTION ON FOOD SECURITY IN THE ASEAN REGION (SPA-FS) 2015-2020. Diambil dari https://www.asean-agrifood.org/?wpfb_dl=58
ADVERTISEMENT
Gregory, P., Ingram, J., & Brklacich, M. (2005). Climate Change and Food Security. Philosophical Transactions of the Royal Society B: Biological Sciences, 360(1463), 2139-2148. doi:10.1098/rstb.2005.1745
Minthu. (2021). Rice Sacks in Storage [Gambar]. Diambil dari https://pixabay.com/photos/rice-sacks-rice-sacks-storage-283750/
Kandala, N., Madungu, T. P., Emina, J. B., Nzita, K. P., & Cappuccio, F. P. (2011). Malnutrition among children under the age of five in the Democratic Republic of CONGO (DRC): Does geographic location matter? BMC Public Health, 11(1). doi:10.1186/1471-2458-11-261
Programme, W. F. (2021, Juni 9). WFP at a glance. Diambil pada Juni 23, 2021, dari https://www.wfp.org/stories/wfp-glance
Sleet, P. (2020, Desember 01). Covid-19 Worsens Food Security in South-East Asia. Diambil pada Juni 23, 2021, dari https://www.futuredirections.org.au/publication/covid-19-worsens-food-security-in-south-east-asia/
ADVERTISEMENT