Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Mengenang 8 Tahun Tragedi Bayi Debora: Wujudkan Inklusivitas Layanan Kesehatan
7 Januari 2025 12:59 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Zideananda Kristalova tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2017 lalu, tragedi memilukan yang menimpa Tiara Debora Simanjorang, bayi berusia empat bulan, membuka mata banyak pihak terhadap ketimpangan akses layanan kesehatan di Indonesia. Debora meninggal dunia setelah keluarganya tidak mampu membayar uang muka sebesar Rp19,8 juta untuk perawatan di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) di sebuah rumah sakit swasta di Jakarta. Ironisnya, meskipun keluarga Debora telah memiliki kartu BPJS Kesehatan , mereka tidak dapat memanfaatkan layanan tersebut karena rumah sakit tersebut tidak memiliki kerja sama dengan BPJS. Peristiwa tragis ini bukan hanya menjadi duka mendalam bagi keluarga Debora, tetapi juga menyoroti kelemahan mendasar dalam sistem kesehatan Indonesia, terutama dalam memberikan akses yang adil bagi masyarakat kurang mampu.
ADVERTISEMENT
Kasus Debora menjadi salah satu contoh nyata bahwa sistem kesehatan di Indonesia belum sepenuhnya inklusif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat, khususnya kelompok rentan seperti anak-anak dan keluarga berpenghasilan rendah. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan belum mampu menjangkau semua fasilitas kesehatan secara merata. Dalam banyak kasus, keterbatasan kerja sama antara BPJS dan rumah sakit swasta menjadi penghambat utama, sehingga pasien yang seharusnya dapat segera ditangani harus menghadapi birokrasi yang rumit, bahkan terkadang berujung pada kehilangan nyawa.
Realitas Sistem Kesehatan yang Masih Jauh dari Harapan
Indonesia telah memiliki program JKN sejak tahun 2014, dengan tujuan utama menciptakan pemerataan akses kesehatan bagi seluruh rakyat. Hingga kini, JKN tercatat sebagai salah satu sistem asuransi kesehatan terbesar di dunia, mencakup ratusan juta peserta. Namun, keberhasilan program ini masih diwarnai sejumlah kendala signifikan. Salah satunya adalah ketimpangan akses antara fasilitas kesehatan di daerah perkotaan dan pedesaan. Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil sering kali menghadapi kesulitan dalam mendapatkan layanan kesehatan yang memadai karena minimnya infrastruktur, tenaga medis, serta fasilitas kesehatan yang bermitra dengan BPJS.
ADVERTISEMENT
Selain itu, persoalan pembiayaan juga menjadi tantangan besar. Banyak rumah sakit, terutama rumah sakit swasta, merasa enggan bekerja sama dengan BPJS karena tarif yang ditawarkan dianggap tidak sesuai dengan biaya operasional mereka. Kondisi ini sering kali menempatkan pasien dari kalangan kurang mampu dalam posisi dilematis. Ketika fasilitas kesehatan swasta tidak bersedia menerima pasien BPJS, mereka harus mencari alternatif lain, yang mungkin saja berada jauh dari tempat tinggal atau memiliki keterbatasan fasilitas. Akibatnya, banyak pasien yang tidak mendapatkan penanganan tepat waktu, seperti yang terjadi dalam kasus Debora.
ADVERTISEMENT
Peluang Reformasi dan Transformasi Sistem Kesehatan
Tragedi Debora seharusnya menjadi titik tolak untuk melakukan reformasi menyeluruh pada sistem kesehatan di Indonesia. Pemerintah, sebagai pemangku kebijakan utama, memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa seluruh rakyat, tanpa memandang status sosial atau ekonomi, dapat mengakses layanan kesehatan secara merata. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah memperkuat regulasi yang mewajibkan semua rumah sakit, baik negeri maupun swasta, untuk menerima pasien BPJS dalam situasi darurat tanpa diskriminasi.
Selain itu, pemerintah dapat memanfaatkan teknologi digital untuk mempercepat dan mempermudah akses layanan kesehatan. Sebagai contoh, pengembangan sistem rujukan berbasis digital dapat membantu pasien mendapatkan informasi secara real-time mengenai fasilitas kesehatan terdekat yang dapat menangani kondisi mereka. Sistem semacam ini juga memungkinkan koordinasi yang lebih baik antara BPJS, rumah sakit, dan pasien, sehingga proses administrasi tidak lagi menjadi penghalang utama dalam penanganan kasus-kasus darurat.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, rumah sakit dan tenaga medis perlu meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab sosial mereka. Profesi medis tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga memiliki dimensi etika yang kuat. Memberikan pelayanan kesehatan tanpa memandang status finansial pasien seharusnya menjadi prinsip dasar dalam menjalankan profesi ini. Kolaborasi dengan BPJS Kesehatan, ditambah dengan dukungan dana dari program Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan, dapat menjadi solusi jangka pendek untuk membantu pasien-pasien yang tidak mampu.
Mewujudkan Indonesia Sehat untuk Indonesia Emas 2045: Visi Bersama
Kasus Debora mengingatkan kita bahwa sistem kesehatan yang ideal adalah sistem yang inklusif, responsif, dan humanis. Peningkatan mutu layanan kesehatan sebagai bagian dari visi "Indonesia Emas 2045" hanya dapat tercapai jika semua elemen masyarakat bersinergi untuk menciptakan perubahan yang berkelanjutan. Pemerintah perlu terus memperkuat regulasi dan pengawasan agar tidak ada lagi rumah sakit yang menolak pasien dengan alasan biaya atau status asuransi. Sementara itu, penyedia layanan kesehatan harus berkomitmen untuk mengutamakan keselamatan pasien di atas segalanya.
ADVERTISEMENT
Masyarakat juga memiliki peran penting dalam mendukung transformasi ini. Edukasi mengenai hak-hak kesehatan, pentingnya keikutsertaan dalam program asuransi seperti BPJS, serta kesadaran untuk menjalani pola hidup sehat harus terus ditingkatkan. Dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, rumah sakit, tenaga medis, dan masyarakat, Indonesia dapat membangun sistem kesehatan yang lebih berkeadilan, di mana setiap orang memiliki hak yang sama untuk hidup sehat.
Tragedi Debora adalah peringatan keras, tetapi juga menjadi peluang bagi bangsa ini untuk berbenah. Jika langkah-langkah konkret diambil dan dijalankan dengan konsisten, kita dapat mewujudkan sebuah sistem kesehatan yang tidak hanya melayani, tetapi juga melindungi dan menghormati martabat setiap warganya. Mari bersama-sama menjadikan visi "Indonesia Sehat 2045" sebagai kenyataan, demi masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
ADVERTISEMENT
Referensi
Kesuma, S. I. (2023). Sosialisasi tentang ulasan Undang-Undang No. 17 Tahun 2023. Jurnal Ilmu Hukum dan Tata Negara.
Kesuma, S. I. (2024). Ulasan Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Jurnal Nusantara Berbakti, 254-260.
Prastiwi, D. (2017). Cegah kasus bayi Debora terulang, RS bisa gunakan CSR. Liputan6.com.
Rizqo, K. A. (2017). Bayi Debora meninggal, UU Kesehatan larang RS minta uang muka. Detiknews.
Sur. (2017). Bayi Debora dan kisah pilu layanan kesehatan. CNN Indonesia.
Yusuf, T. (2024). Inovasi digital dalam sistem kesehatan Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10(1), 50-65.