Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Menikah Dini Sebab Hamil di Luar Nikah dalam Perspektif Islam
26 November 2022 22:26 WIB
Tulisan dari Muhammad Zidan Anshori tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perkawinan merupakan ikatan suci antara dua insan yang bersatu dengan sadar agar dapat membangun rumah tangga Islami. Namun, jika melihat keadaan saat ini pergaulan antara pria dan wanita sudah banyak yang menyimpang, seperti terjadinya pergaulan bebas, seks pranikah. Bahkan jika kita mengacu pada catatan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, sebanyak 46% remaja berusia 15-19 tahun sudah berhubungan seksual. Data Sensus Nasional bahkan menunjukkan 48-51% perempuan hamil adalah remaja.
ADVERTISEMENT
Munculnya penyimpangan ini tentunya akan memberikan dampak buruk bagi generasi muda penerus bangsa. Padahal jika kita melihat dalam pandang Islam, Islam sudah bersungguh-sungguh agar masyarakat muslim mampu bersih dari berbagai penyakit sosial yang membinasakan, seperti zina. Oleh karena itu, Islam berusaha menutup celah-celah yang menimbulkan perzinaan tersebut. Di Indonesia sendiri UU Perkawinan hanya mengatur secara tersirat mengenai perkawinan wanita hamil yaitu tercantum dalam Pasal 2 ayat (1) bahwa "perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu". Menurut hukum Islam, sebuah pernikahan dianggap sah jika dilakukan sesuai dengan rukun dan syarat-syarat hukum Islam. Lantas bagaimana hukumnya menikahi seorang wanita yang hamil duluan?
Ada dua hal yang sepertinya perlu dijawab dari pertanyaan di atas, yaitu bagaimana hukum seorang laki-laki menikahi wanita yang sedang mengandung anak dari orang lain, dan hukum wanita hamil yang dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya di luar nikah. Dalam menjawab persoalan status hukum tersebut, ada beberapa pendapat dari imam 4 mazhab, masing-masing mereka berpendapat bahwa:
ADVERTISEMENT
Pertama Pendapat Imam Abu Hanifah yang menjelaskan bahwa bila yang menikahi wanita hamil itu adalah laki-laki yang menghamilinya, hukumnya boleh. Sedangkan kalau yang menikahinya itu bukan laki-laki yang menghamilinya, maka laki-laki itu tidak boleh menggaulinya hingga melahirkan.
Kedua Pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hambal yang mengatakan laki-laki yang tidak menghamili tidak boleh menikahi wanita yang hamil, kecuali setelah wanita hamil itu melahirkan dan telah habis masa idahnya.
Imam Ahmad menambahkan satu syarat lagi, yaitu wanita tersebut harus sudah bertobat dari dosa zinanya. Jika belum bertobat dari dosa zina, maka dia masih belum boleh menikah dengan siapa pun. Demikian disebutkan di dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhazzab karya Al-Imam An-Nawawi, juz XVI halaman 253.
ADVERTISEMENT
Ketiga Pendapat Imam Asy-Syafii yang menerangkan bahwa baik laki-laki yang menghamili ataupun yang tidak menghamili, dibolehkan menikahinya. Sebagaimana tercantum di dalam kitab Al-Muhazzab karya Abu Ishaq Asy-Syairazi juz II halaman 43.
Adapun dalam pengaturan perkawinan wanita hamil di Kompilasi Hukum Islam diatur dalam BAB tersendiri yaitu BAB VIII khususnya Pasal 53 ayat (1), (2), dan (3), yang pelaksanaanya diatur sesuai dengan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 154 Tahun 1991 telah disebutkan hal-hal berikut:
Pasal (1) “Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.”
Pasal (2) “Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.”
Pasal (3) “Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.”
Semua pendapat yang menghalalkan wanita hamil di luar nikah dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya, berangkat dari beberapa nash berikut dari Aisyah ra berkata, Rasulullah Saw pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau bersabda: “Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal”. (HR Tabarany dan Daruquthuny).
ADVERTISEMENT
Juga dengan hadis berikut, Seseorang bertanya kepada Rasulullah Saw, istriku ini seorang yang suka berzina. Beliau menjawab: “Ceraikan dia.” “Tapi aku takut memberatkan diriku”. “Kalau begitu mut`ahilah dia”. (HR Abu Daud dan An-Nasai)
Adapun pendapat yang mengharamkan seorang laki-laki menikahi seorang wanita yang sedang mengandung anak dari orang lain. Karena hal itu akan mengakibatkan rancunya nasab anak tersebut.
Dalilnya adalah beberapa nash berikut, Nabi Saw bersabda: "Janganlah disetubuhi (dikawini) seorang wanita hamil (karena zina) hingga melahirkan." (HR Abu Daud dan disahihkan oleh Al-Hakim). Juga dalam riwayat lain, Nabi Saw bersabda: "Tidak halal bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menyiramkan airnya pada tanaman orang lain." (HR Abu Daud dan Tirmizy).
ADVERTISEMENT
Jadi kesimpulannya, jika seorang laki-laki menikahi wanita yang sedang mengandung anak dari orang lain, hukumnya haram (menurut Imam Malik dan Imam Ahmad). Adapun bila wanita yang hamil itu dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya di luar nikah, maka hukumnya boleh. Sedangkan jika mengacu pada Kompilasi Hukum Islam, seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya.