Konten dari Pengguna

Ketika Bukti Diabaikan: Potret Buram Independensi Hakim di Indonesia

Zidane Azharian Kemal Pasha
Direktur Eksekutif Voicedlawid, Ketua Umum DPM Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta, Kader PK IMM Achmad Yani, Kader Permahi Yogyakarta.
11 Mei 2025 13:57 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zidane Azharian Kemal Pasha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
(sumber: istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
(sumber: istimewa)
ADVERTISEMENT
Kasus kekerasan dan pembunuhan yang melibatkan Ronald Tannur, putra seorang mantan anggota DPR RI, terhadap kekasihnya, Dini Sera Afrianti, telah menjadi perhatian publik sejak pertama kali mencuat pada Oktober 2023. Insiden ini menyita perhatian masyarakat karena pelakunya berasal dari keluarga berpengaruh dan karena cara tragis yang dialami oleh Dini, yakni dilindas mobil di basement sebuah mall setelah terjadi pertengkaran di Blackhole KTV, Surabaya. Peristiwa ini memunculkan sorotan tajam terhadap bagaimana kekuasaan dan privilese bisa berdampak pada jalannya proses hukum.
ADVERTISEMENT

Putusan Pengadilan yang Mengejutkan

Setelah menjalani proses hukum yang panjang, keputusan Pengadilan Negeri Surabaya pada 24 Juli 2024 mengejutkan banyak pihak. Hakim memutuskan untuk membebaskan Ronald dari semua tuduhan, meskipun bukti-bukti yang diajukan jaksa penuntut umum dinilai kuat oleh publik. Keputusan tersebut memicu gelombang kekecewaan, khususnya dari keluarga korban dan masyarakat luas yang merasa bahwa keadilan belum ditegakkan sebagaimana mestinya.

Bukti-Bukti yang Dipertanyakan?

Sepanjang persidangan, jaksa penuntut umum mempresentasikan sejumlah bukti yang menunjukkan keterlibatan Ronald dalam kematian Dini. Di antaranya adalah rekaman CCTV yang memperlihatkan mobil Ronald melindas tubuh Dini tanpa ada usaha untuk menyelamatkan, serta hasil visum yang menyatakan adanya luka parah akibat benda tumpul dan bekas lindasan pada tubuh korban. Hasil visum tersebut juga menunjukkan bahwa penyebab kematian adalah luka fisik, bukan karena pengaruh alkohol seperti yang disebutkan dalam putusan hakim. Namun, meski bukti-bukti ini terlihat kuat, hakim berpendapat bahwa tidak ada cukup dasar untuk menyatakan Ronald bersalah atas tuduhan pembunuhan dan penganiayaan.
ADVERTISEMENT

Independensi Hakim Menjadi Pertanyaan?

Keputusan membebaskan Ronald Tannur kembali membuka diskusi publik mengenai independensi hakim di Indonesia. Berdasarkan Pasal 24 UUD 1945 dan Pasal 3 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, independensi hakim adalah elemen esensial dari sistem peradilan yang adil. Hakim harus bebas dari segala bentuk intervensi, baik dari kekuatan politik, ekonomi, maupun kepentingan pribadi. Namun, kebebasan tersebut mesti diimbangi dengan tanggung jawab dalam menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan bukti yang ada. Dalam kasus ini, masyarakat mempertanyakan apakah keputusan yang diambil mencerminkan independensi yang sejati, atau justru memperlihatkan kelemahan dalam menjaga integritas peradilan.

Apakah Keadilan Akan Terwujud?

Kasus Ronald Tannur telah memicu diskursus luas mengenai kondisi penegakan hukum di Indonesia. Banyak pihak berharap bahwa proses kasasi nantinya akan menjadi jalan untuk menegakkan keadilan yang sesungguhnya. Kasus ini menjadi pengingat keras bahwa integritas dan independensi dalam sistem hukum bukan hanya idealisme, melainkan kebutuhan nyata bagi perlindungan hak-hak warga negara. Masyarakat Indonesia kini menunggu dengan penuh harap, sembari menyimpan kekhawatiran, apakah hukum akan ditegakkan secara adil atau justru kembali memperlihatkan wajah tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Zidane Azharian Kemal Pasha Mahasiswa Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
ADVERTISEMENT