Kalau Anda Lelah, Mundur dan Istirahatlah (Kebijakan Pendidikan UN)

Isna Yuli
Ibu Rumah tangga dengan dua anak serta Penulis aktif di Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban. Tinggal di Bojonegoro
Konten dari Pengguna
17 Oktober 2020 9:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Isna Yuli tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Judul ini tidak diperuntukkan bagi pegiat literasi, tidak pula bagi pencari kebenaran atau bahkan para pengemban dakwah yang istiqomah menyampaikan kebenaran. Judul ini diperuntukkan bagi mereka yang pagi harinya merilis satu keputusan sehingga membuat gaduh seluruh negeri sampai semua praktisi dan masyarakat mengkritik kebijakannya, kemudian dengan enteng esok harinya mereka mengklarifikasi bahwa kebijakannya bukan seperti itu melainkan seperti ini.
ADVERTISEMENT
Sikap plin-plan semacam ini tidak hanya dipertontonkan oleh 1 atau 2 pejabat saja, melainkan sudah menjadi sebuah tradisi bagi pembuat kebijakan dinegeri ini. Apakah sebelumnya mereka tidak berpikir matang, berpikir mendalam atau minimal berembuk dengan para ahli di bidangnya sehingga keluar statement atau kebijakan kontroversial hingga mendapatkan kritikan dari berbagai pihak?
Saya tak habis pikir, sekelas menteri pendidikan menyampaikan klarifikasi kepada awak media terkait pemberitaan Ujian Nasional (UN). Nadiem mengatakan bahwa berita dengan headline "UN dihapus" itu hanyalah trik agar berita tersebut diklik oleh pembaca. Sungguh cemerlang ide Menteri Muda ini. Bila pernyataan tersebut dikeluarkan disaat Mas Menteri lelah memikirkan pendidikan saat ini, ada baiknya bila Mas Menteri istirahat sejenak. Agar kebijakan yang dikeluarkan tidak menjadi kontroversi.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya Nadiem mengatakan bahwa ujian nasional mulai tahun ini akan dihapus. Digantikan dengan beberapa asesmen nasional. Dua alasan utama yang disampaikan terkait pergantian sistem UN ini yang pertama adalah masalah pandemi. Masa pandemi yang belum jelas kapan berakhirnya ini dikhawatirkan akan menjadi sarana penularan covid-19. UN terlalu beresiko jika digelar di tengah pandemi Corona yang sedang terjadi.
Yang kedua Nadiem mengungkapkan bahwa UN tidak lagi menjadi syarat kelulusan dan syarat masuk Perguruan Tinggi. Karenanya jika UN dihapus tidak terlalu berdampak terhadap pendidikan di Indonesia. Oleh sebab itu Mendikbud mengganti sistem UN lama dengan sistem baru.
Perubahan metode evaluasi hingga perubahan kurikulum pendidikan dalam sistem pendidikan Indonesia ini sebenarnya membuktikan bahwa sistem pendidikan dalam sistem demokrasi sekularisme penuh kelemahan. Faktanya perubahan demi perubahan terus terjadi perubahan sistem kurikulum di Indonesia sudah berganti berkali-kali. Perubahan-perubahan ini bukan hanya membuat pendidik kelabakan melakukan penyesuaian, tapi juga membuat para siswa pun seolah selalu dikorbankan karena posisi mereka tak lebih dari kelinci percobaan.
ADVERTISEMENT
Jika dilihat lebih mendalam permasalahan dunia pendidikan negeri ini tidak hanya ada pada kurikulum saja akan tetapi mulai dari visi, misi, kurikulum, metode pembelajaran serta evaluasi pendidikan semuanya bermasalah.
Selain itu ketidaktepatan penyaluran anggaran dana pendidikan di Indonesia menjadi salah satu kendala yang berdampak pada sarana dan prasarana yang disediakan oleh sekolah. Ketersediaan tenaga pendidik yang berkualitas pun menjadi satu ketimpangan tersendiri di Indonesia.
Secara kualitas UN tidak bisa dipakai sebagai patokan untuk mengukur keberhasilan pendidikan. Sebab fakta di lapangan antara pendidikan di Jawa dan pendidikan di luar Jawa terjadi kesenjangan yang sangat jauh. Seolah-olah yang menjadi prioritas badan standar pendidikan hanyalah sekolah yang berada di Jawa.
Di Jawa ataupun di luar Jawa Sebenarnya bukan permasalahan lokasi yang menentukan kualitas pendidikan akan tetapi kebijakan penguasa dalam meriayah pendidikan di Indonesia lah yang menjadi permasalahan. Evaluasi pendidikan yang sebenarnya tidak hanya pada waktu kelulusan saja, tetapi benar-benar evaluasi secara menyeluruh mulai dari sistem pendidikannya kurikulumnya sarana dan prasarana serta kualitas pendidik harus juga di evaluasi.
ADVERTISEMENT
Sebelum mengganti sistem evaluasi pendidikan seharusnya pemerintah memastikan kriteria kelulusan siswa itu seperti apa. Karakteristik siswa yang memenuhi kriteria kelulusan itu seperti apa. Sebab kelulusan yang ada lebih banyak didominasi oleh terpenuhinya masa belajar di sekolah. Bukan tercapainya tujuan pendidikan.
Ditambah lagi dengan sistem UN yang rentan kecurangan, membuat kualitas lulusan tidak kompeten. Baiknya selain penilaian tertulis, evaluasi pendidikan juga dilakukan dengan wawancara dan praktik. Kedua sistem penilaian ini lebih realistis daripada ujian tertulis.
Meskipun UN tidak dihapus, hanya diganti dengan assessment nasional, tetap saja ini bisa dipastikan tidak menjamin perubahan output pendidikan. Sebab permasalahan bukan hanya bagaimana cara mengevaluasi pendidikan yang bermasalah. Tapi seluruh bagian dalam sistem pendidikan memang tidak lagi mampu menjamin anak didik memperoleh pendidikan yang layak.
ADVERTISEMENT
Rapuhnya sistem pendidikan juga dipengaruhi oleh sistem kehidupan yang lain, yaitu sistem pemerintahan, sistem ekonomi dan sosial budaya di masyarakat. Keterkaitan ini tak bisa diceraiberaikan dan diatasi masing-masing dengan solusi parsial. Harus ada tekad besar untuk mengganti seluruh sistem hidup ini dengan sistem yang lebih baik.