Konten dari Pengguna

Timah untuk Dunia, Kerusakan untuk Bangka Belitung

Zilfa Aurellia
Mahasiswa S1 Jurusan Hukum, Universitas Bangka Belitung
21 Oktober 2024 10:19 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zilfa Aurellia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi gambar pertambangan timah (sumber : https://pixabay.com/id/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gambar pertambangan timah (sumber : https://pixabay.com/id/)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pertambangan timah di Bangka Belitung telah menjadi tumpuan ekonomi lokal selama puluhan tahun, memasok permintaan global yang tinggi untuk produk elektronik, baterai, dan berbagai teknologi canggih. Namun, di balik peran penting ini, muncul pertanyaan yang semakin mendesak: apakah industri pertambangan timah di Bangka Belitung dapat bertahan dalam jangka panjang tanpa merusak lingkungan dan mengorbankan masa depan masyarakat lokal? Tahun 2024 memperlihatkan kenyataan pahit—sementara timah mengalir keluar dari pulau, kerusakan lingkungan yang tak terkendali terus menggerus sumber daya alam, ekosistem, serta kehidupan masyarakat setempat di Bangka Belitung.
ADVERTISEMENT
Industri Pertambangan di Bawah Bayang-bayang Regulasi
Secara hukum, kegiatan pertambangan di Indonesia diatur oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), yang merupakan perubahan dari UU Nomor 4 Tahun 2009. UU ini menggarisbawahi pentingnya keberlanjutan, pengelolaan lingkungan yang baik, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah tambang. Pasal 96 UU Minerba menyebutkan bahwa perusahaan pertambangan harus menyusun dan melaksanakan program pengelolaan dan pemantauan lingkungan, termasuk reklamasi pasca-tambang. Namun, kenyataan di lapangan seringkali berbanding terbalik dengan ketentuan hukum ini.
Di Bangka Belitung, praktik tambang timah ilegal dan semi-legal masih merajalela. Meskipun sudah ada regulasi yang jelas, banyak penambang, baik skala kecil maupun besar, tidak sepenuhnya menerapkan standar lingkungan yang telah ditetapkan. Alih-alih mematuhi kewajiban reklamasi, area bekas tambang seringkali dibiarkan menjadi lahan kritis tanpa ada upaya pemulihan ekosistem yang memadai. Ini menghasilkan pemandangan menyedihkan berupa lubang-lubang bekas galian yang menganga, tanah tandus, serta perairan yang tercemar oleh sisa-sisa tambang. Meskipun disisi lain dapat menjadi tempat pariwisata dan menarik pengunjung luar untuk datang, namun jika hal ini terus menerus terjadi, maka akan memberikan dampak negatif bagi penduduk setempat.
ADVERTISEMENT
Dampak Lingkungan yang Mengancam Keberlanjutan
Salah satu dampak paling nyata dari pertambangan timah di Bangka Belitung adalah rusaknya ekosistem darat dan laut. Penambangan darat, terutama yang dilakukan tanpa izin atau dengan pengawasan yang minim, telah mengakibatkan erosi tanah, pencemaran air, serta hilangnya keanekaragaman hayati. Menurut laporan dari berbagai LSM lingkungan pada 2024, lebih dari 65% hutan alam di Bangka telah berubah fungsi menjadi lahan tambang atau area yang tak terpakai setelah dieksploitasi. Ini berakibat pada hilangnya habitat bagi satwa liar dan terancamnya flora lokal yang endemik.
Di sisi lain, pertambangan laut, yang dilakukan untuk menambang timah dari dasar perairan, juga berdampak buruk pada terumbu karang dan populasi ikan. Para nelayan di pesisir Bangka Belitung telah lama mengeluhkan berkurangnya hasil tangkapan mereka, seiring rusaknya ekosistem laut akibat aktivitas kapal-kapal tambang. Padahal, kehidupan laut ini adalah salah satu sumber utama mata pencaharian masyarakat setempat.
ADVERTISEMENT
Kondisi lingkungan yang kian memburuk ini memperkuat pertanyaan: apakah pertambangan timah dapat dilakukan secara berkelanjutan di Bangka Belitung? Keberlanjutan, dalam konteks ini, bukan hanya tentang kemampuan ekonomi untuk bertahan, tetapi juga tentang seberapa lama lingkungan bisa menahan kerusakan yang terjadi tanpa menimbulkan bencana ekologis jangka panjang nantinya.
Kesejahteraan Masyarakat: Janji yang Tak Selalu Terpenuhi
Selain masalah lingkungan, pertambangan timah di Bangka Belitung juga berhadapan dengan tantangan sosial. Secara teoritis, industri tambang diharapkan memberikan kontribusi yang signifikan bagi kesejahteraan masyarakat lokal melalui penciptaan lapangan kerja, pembangunan infrastruktur, serta peningkatan ekonomi regional. Namun, kenyataannya, masih banyak masyarakat di Bangka Belitung yang hidup dalam kondisi rentan dan tak menikmati hasil dari sumber daya alam mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
Pendapatan besar dari industri tambang lebih banyak dinikmati oleh perusahaan-perusahaan besar dan pemodal luar daerah. Sementara itu, masyarakat lokal, terutama mereka yang bekerja sebagai penambang skala kecil atau ilegal, justru menghadapi risiko kesehatan dan keselamatan kerja yang tinggi. Praktik-praktik tambang tanpa standar keamanan yang baik telah menyebabkan banyak kasus kecelakaan kerja, termasuk tanah longsor dan tenggelamnya penambang.
Selain itu, ketidaksetaraan distribusi hasil pertambangan ini menciptakan kesenjangan ekonomi yang semakin lebar antara pemodal besar dan masyarakat sekitar tambang. Program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang diwajibkan oleh UU Minerba juga kerap tidak dijalankan secara maksimal. Masyarakat sering kali tidak dilibatkan secara penuh dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program CSR, sehingga manfaatnya tidak dirasakan secara merata.
ADVERTISEMENT
Untuk mencapai keberlanjutan, pemerintah dan industri harus menegakkan regulasi yang lebih ketat terhadap pertambangan ilegal, menerapkan teknologi ramah lingkungan, dan memastikan keterlibatan penuh masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan program CSR. Tanpa langkah konkret, masa depan Bangka Belitung akan terus digerogoti oleh kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan.
Industri timah di Bangka Belitung memang memberikan kontribusi penting bagi perekonomian global, tetapi harga yang harus dibayar oleh lingkungan dan masyarakat lokal sangatlah tinggi. Jika tak ada perubahan mendasar dalam cara pengelolaan tambang timah, masa depan Bangka Belitung terancam oleh kerusakan lingkungan yang tak terpulihkan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin terpinggirkan. Keberlanjutan bukan hanya soal menjaga keuntungan ekonomi, tetapi juga tentang memastikan bahwa kekayaan alam ini bisa dinikmati oleh generasi mendatang tanpa mengorbankan lingkungan dan kehidupan masyarakat hari ini.
ADVERTISEMENT