Konten dari Pengguna

Meneropong Transparansi dan Akuntabilitas Pengungkapan Dana Kampanye Pemilu 2024

Zilmi Haridhi
Seorang paralegal dan peneliti hukum di Edi Yunara, S.H & Associates Law Firm
30 September 2024 10:10 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zilmi Haridhi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar 1. Transparansi dan Akuntabilitas Adalah Wujud Keterbukaan Terhadap Masyarakat. Sumber: Canva
zoom-in-whitePerbesar
Gambar 1. Transparansi dan Akuntabilitas Adalah Wujud Keterbukaan Terhadap Masyarakat. Sumber: Canva
ADVERTISEMENT
Menurut evaluasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), tercatat Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK) tidak menggambarkan aktivitas yang sebenarnya. Hasil temuan PPATK, selama periode kampanye pemilihan presiden dan pemilihan anggota legislatif 2024, peningkatan signifikan transaksi keuangan justru terlihat pada rekening bendahara partai politik (parpol) ataupun rekening pribadi calong anggota legislatif (caleg). PPATK bahkan menemukan transaksi yang mencurigakan dari 100 caleg dengan total nilai mencapai Rp51 triliun.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) sejumlah parpol yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Senin, 15 Januari 2024 lalu dianggap belum mencerminkan prinsip transparansi. Alasannya adalah: pertama, meski telah melewati tenggat waktu yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) untuk melaporkan LADK, tidak satupun dari laporan 18 parpol dinyatakan lengkap dan sesuai ketentuan meskipun ada ancaman diskualifikasi. Kedua, formulir laporan yang disediakan KPU untuk dikonsumsi publik tidak menampilkan informasi yang terperinci.

Kelemahan Regulasi Pengungkapan Dana Kampanye di Indonesia

Gambar 2. Pemilu Erat Kaitannya Dengan Kampanye. Sumber: Canva
Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2023 tentang Dana Kampanye Pemilu telah dikeluarkan oleh KPU untuk mengatur tentang dana kampanye pemilu meliputi kewajiban untuk membuka RKDK, pedoman penyusunan LADK, pedoman penyusunan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK), pedoman Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPSDK), tenggat waktu pelaporan dana kampanye, pedoman Sistem Informasi Kampanye dan Dana Kampanye (SIKADEKA), dan pedoman mekanisme audit atas laporan dana kampanye.
ADVERTISEMENT
Meskipun agenda dan ketentuan terkait dana kampanye tidak mengalami perubahan yang signifikan antara Pemilu 2024 dan Pemilu 2019, namun terjadi perubahan sistem informasi yakni dari Sistem Informasi Dana Kampanye (SIDAKAM) menjadi SIKADEKA, termasuk di dalamnya mencakup informasi seputar kampanye dan dana kampanye pada Pemilu 2024. Dalam hal pengawasan dana kampanye, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah mengeluarkan Peraturan Bawaslu No. 29 Tahun 2018 tentang Pengawasan Dana Kampanye Pemilu.
Sampai saat ini, terdapat kelemahan dalam regulasi pengungkapan dana kampanye di Indonesia. Pertama, UU Pemilu hanya meregulasi batasan jumlah dana kampanye yang dapat diberikan, tetapi tidak menyediakan mekanisme untuk memastikan bahwa setiap sumbangan tercatat dan diketahui oleh penyelenggara pemilu. Kelemahan ini dapat dimanfaatkan oleh kandidat untuk menerima sumbangan yang tidak teridentifikasi dari pendonor yang anonim. Selain itu, saat ini belum ada sanksi nyata bagi peserta pemilu yang tidak menyatakan dana kampanye secara akuntabel dan transparan.
ADVERTISEMENT
Kedua, laporan dana kampanye yang terdiri dari LADK, LPSDK, dan LPPDK tidak mencerminkan dengan akurat realitas keuangan kampanye kandidat. Saat ini, pelaporan dana kampanye tersebut seringkali dianggap sebagai formalitas semata guna menghindari sanksi, dan jumlah yang dilaporkan bahkan seringkali jauh lebih rendah daripada satu per lima dari total dana yang sebenarnya dikeluarkan oleh kandidat. Baik LADK, LPSDK, maupun LPPDK hanya menyediakan informasi umum saja, seperti besarnya total sumbangan, pengeluaran, dan jumlah sumbangan dari setiap kategori penyumbang. Sedangkan, informasi penting seperti asal dana dan penggunaannya justru tidak tercatat di dalamnya.
Ketiga, audit terhadap dana kampanye terbatas pada audit kepatuhan. Audit kepatuhan ini hanya mengevaluasi sejauh mana pelaporan dana kampanye sesuai dengan regulasi yang mengaturnya. Audit yang dilaksanakan tidak bersifat investigatif dan tidak melibatkan penilaian yang menyeluruh. Auditor tidak bertanggung jawab untuk menyelidiki dan memastikan bahwa transaksi dana kampanye sesuai dengan kegiatan yang dilakukan selama periode kampanye. Ini tentu saja tidak memberikan gambaran komprehensif terkait penerimaan dan pengeluaran dana kampanye.
ADVERTISEMENT
Keempat, potensi pelanggaran juga muncul dalam proses penunjukan Kantor Akuntan Publik (KAP) oleh KPU. Penunjukan ini dilaksanakan secara tertutup, sehingga ada kemungkinan bahwa KAP yang dipilih mungkin tidak memiliki kompetensi yang memadai. Selain itu, metode penunjukan yang tertutup juga memberikan peluang untuk adanya transaksi politis dan konflik kepentingan di dalamnya. Permasalahan tidak berhenti di situ saja, karena penunjukan KAP juga terkait dengan isu anggaran yang dimiliki oleh KPU. Hal ini disebabkan KPU memilih KAP berdasarkan ketersediaan anggaran yang telah ditetapkan, bukan berdasarkan kualitas terbaik. Selain itu, tidak adanya regulasi yang mengatur batasan klien yang bisa diaudit oleh setiap KAP, menimbulkan kemungkinan KAP tersebut menggunakan akuntan lepas (subkontrak) untuk melakukan audit. Dampaknya sendiri tentu saja dapat memengaruhi pada kualitas hasil audit yang diharapkan.
ADVERTISEMENT

Menjunjung Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas

Gambar 3. Manajemen Dana Kampanye Pemilu Erat Kaitannya dengan Transparansi dan Akuntabilitas. Sumber: Canva
Pengungkapan atau pelaporan dana kampanye adalah elemen krusial dalam kontes pemilihan sebagai bagian dari demokratisasi proses pemilu. Hal ini melibatkan penyampaian informasi tentang sumbangan dan pengeluaran dalam kampanye politik. Praktik pengungkapan dana kampanye perlu memerhatikan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Transparansi mengacu pada praktik pemerintah yang terbuka dalam menyediakan informasi tentang cara pemerintah mengelola sumber daya publik kepada mereka yang memerlukan akses tersebut. Prinsip transparansi ini memiliki peran yang sangat krusial dalam hal regulasi dan pelaksanaan pengungkapan dana kampanye. Keterbukaan terkait informasi dana kampanye memungkinkan masyarakat untuk memeriksa dan mengawasi keberlanjutan serta pengeluaran uang. Selain dari jumlah uang yang terungkap, masyarakat juga dapat menelusuri asal usul serta tujuan penggunaan dana tersebut. Prinsip transparansi memberikan peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam memonitor penggunaan dana kampanye. Prinsipi ini juga memudahkan penegakan hukum dalam memastikan bahwa kandidat, partai politik, tim kampanye, dan pemberi sumbangan mematuhi peraturan mengenai pengungkapan dana kampanye.
ADVERTISEMENT
Akuntabilitas merujuk pada pertanggungjawaban atas segala aktivitas kepada pihak yang berkepentingan yang menjadi stakeholder. Prinsip akuntabilitas mendorong kandidat untuk bersedia menjadi lebih terbuka dan transparan. Kandidat diharapkan memberikan pertanggungjawaban atas seluruh kegiatan yang dicatat dalam laporan dana kampanye. Peserta pemilu perlu menjelaskan kepada masyarakat mengenai jumlah uang yang diterima dan dikeluarkan, alokasi anggaran untuk mendukung kegiatan tertentu, serta identitas pendonor dana yang telah memberikan sumbangan selama periode tertentu.
Keterlibatan berbagai pihak sangat penting untuk menciptakan lingkungan pengungkapan dana kampanye yang bersifat akuntabel dan transparan. Keterlibatan KPU dan partisipasi masyarakat dapat membantu meningkatkan kesadaran mengenai akuntabilitas dalam pelaporan dana kampanye. KPU memiliki peran vital dalam mendorong praktik pelaporan dana kampanye yang lebih efisien dengan menetapkan peraturan yang jelas dan ketat tentang persyaratan transparansi dan akuntabilitas.
ADVERTISEMENT