Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
Konten dari Pengguna
Kenaikan Cukai Rokok Elektrik! Apakah Harga Tinggi Bisa Buat Konsumen Berhenti?
2 Desember 2024 15:36 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Zilzia Kanaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Rokok elektrik menjadi perhatian bagi masyarakat sejak kemunculan pertama kalinya di Indonesia pada tahun 2010. Banyak desas-desus yang menyebutkan bahwa rokok elektrik dipercaya lebih aman untuk dikonsumsi dibandingkan rokok konvensional. Selain itu, rokok elektrik juga menjadi tren bagi anak muda karena memiliki berbagai varian rasa yang beragam dibanding rokok konvensional dan dinilai lebih hemat untuk dikonsumsi dalam jangka panjang. Hal tersebut yang kemudian menjadi salah satu faktor pendukung naiknya tren mengonsumsi rokok elektrik di kalangan masyarakat Indonesia dan berdampak pada tingginya permintaan (demand) akan rokok elektrik di pasaran.
ADVERTISEMENT
Pada faktanya, harus digaris bawahi bahwa rokok elektrik memiliki dampak adiktif yang merugikan, sama halnya dengan rokok biasa. Sebuah penelitian dengan judul “Nicotine Delivery and Cigarette Equivalents from Vaping a JUUL pod” menyebutkan bahwa 200 isapan atau sekitar satu ukuran standar cartridge pada rokok elektrik setara dengan dengan 13 hingga 30 batang rokok. Penggunaan rokok elektrik secara terus-menerus dapat menyebabkan dampak jangka panjang seperti penyakit kardiovaskular, kanker paru-paru, dan penyakit serius lainnya.
Untuk mengatasi eksternalitas negatif yang timbul akibat rokok elektrik, pemerintah mulai mengesahkan regulasi mengenai cukai rokok elektrik sejak tahun 2018. Pada tahun 2018 – 2021, tarif untuk cukai rokok elektrik menggunakan tarif ad-valorem, yaitu sebesar 57% yang akan dikalikan dengan harga dasar barang. Sedangkan, mulai tahun 2022 – 2024 ini, pemerintah menggunakan tarif spesifik, yaitu tarif dengan nominal yang sudah ditetapkan. Menurut pendapat Chaloupka dan Shang et al dalam Prasetyo dan Adrison (2020), sistem tarif cukai rokok yang spesifik dianggap lebih efektif karena adanya peningkatan harga yang lebih besar dan variasi yang lebih rendah. Maka, diharapkan adanya tarif spesifik cukai rokok elektrik dapat menurunkan konsumsi rokok elektrik di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan PMK 192/PMK.010/2022, pada tahun 2023, tarif cukai rokok elektrik adalah sebesar Rp2.886/gram untuk rokok elektrik padat, Rp532/ml untuk rokok elektrik cair sistem terbuka, dan Rp6.392/ml untuk rokok elektrik sistem tertutup. Sedangkan, pada tahun 2024, tarif cukai rokok elektrik mengalami kenaikan, yaitu sebesar Rp3.074/gram untuk rokok elektrik padat, Rp636/ml untuk rokok elektrik cair sistem terbuka, dan Rp6.776/ml untuk rokok elektrik cair sistem tertutup. Lantas, apakah kenaikan tarif cukai rokok elektrik mampu menekan prevalensi konsumsi masyarakat?
Menurut penelitian oleh Esha Shakthy dalam The Cornell Undergraduate Research Journal yang berjudul The Effect of E-Cigarette Tax on Health Outcomes, di Amerika Serikat, untuk mengurangi permintaan dan mengontrol penggunaan tembakau, pengenaan pajak atas hasil tembakau telah terbukti menjadi strategi yang efisien. Sebuah studi oleh Diaz et al. (2023) menemukan bahwa kenaikan cukai sebesar $0.50 dan $1.00 mengurangi penggunaan rokok elektrik di kalangan remaja sebesar 6.3% dan 12.2%, secara berurutan. Hasil ini mengindikasikan bahwa konsumsi rokok elektrik cenderung menurun ketika harga produk meningkat.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, menurut data dari Global Adult Tobacco Survey, pada tahun 2021, jumlah perokok elektrik didominasi oleh perokok usia 15 tahun ke atas dan telah mengalami peningkatan 10 kali lipat dalam 10 tahun terakhir, yaitu meningkat dari 0,3% (480 ribu) pada tahun 2011 menjadi 3% (6,6 juta) pada tahun 2021. Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dilansir dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang dengan 7,4% di antaranya adalah perokok berusia 10 – 18 tahun. Data tersebut cukup menggambarkan bahwa meskipun terdapat kenaikan cukai rokok elektrik yang berpengaruh terhadap kenaikan harga jual rokok elektrik, namun nampaknya masyarakat tidak terlalu terdampak akan kenaikan harga rokok elektrik tersebut.
ADVERTISEMENT
Untuk mengurangi konsumsi masyarakat terhadap rokok elektrik, tidak dapat hanya bergantung pada instrumen fiskal berupa kebijakan kenaikan tarif cukai rokok elektrik. Namun, terdapat faktor lain untuk mendukung keberhasilan kebijakan tersebut, misalnya edukasi yang diberikan kepada masyarakat mengenai bahaya yang ditimbulkan dari rokok elektrik. Selain itu, diperlukan juga pengawasan oleh pemerintah mengenai peredaran rokok elektrik di Indonesia.
Sebagai kesimpulan, tidak terdapat suatu kepastian bahwa adanya kenaikan cukai rokok elektrik mampu menurunkan prevalensi masyarakat dalam merokok elektrik. Hal itu disebabkan oleh kondisi setiap daerah berbeda-beda, baik dari sisi pemerintah sebagai pembuat regulasi, maupun dari sisi masyarakat sebagai konsumen sehingga perlu adanya studi lokal lebih lanjut mengenai efektivitas kenaikan tarif cukai rokok elektrik dalam menurunkan konsumsi rokok seseorang.
ADVERTISEMENT
Artikel ini ditulis oleh Zilzia Kanaya, mahasiswa Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia